Aku menunggu hasilnya.
Sudah sekitar dua hari, namun pemberitahuan belum juga keluar. Tapi berkat itu, aku bisa menikmati waktu santai di mana belajar bukanlah aktivitas rutin di 3/4 waktu dalam 1 hari. Aku bisa menikmati indahnya dunia yang selama ini tertutup rapat-rapat oleh ambisi.
Namun ini juga bukan waktuku untuk bisa santai hanya karena aku yakin dapat memasuki universitas yang aku inginkan. Justru langkah saat inilah yang akan menentukan akan bagaimana kelanjutan dari diriku kedepannya.
Melirik jam yang menunjukan pukul 8 malam, tampaknya tak begitu banyak tugas rumahan yang ada. Sebenarnya aku sudah mulai tinggal di kostan bahkan sebelum aku memasuki jenjang kuliah. Itu semua dilakukan orangtua ku agar aku dapat hidup mandiri, mengerti bagaimana cara mengurus diri sejak dini. Namun itu pula yang akhirnya membebaskan aku dari tuntutan orangtua. Dan di situlah banyak penyesalan terjadi, karena tidak adanya bimbingan dari orangtua.
Pukul 8 malam kali ini, sepertinya semua pekerjaan rumah telah ku selesaikan. Maklum saja, dua hari libur bagi seorang anak SMA, serasa panjang sekali waktunya. Dan di waktu-waktu luang, aku menyempatkan diri untuk mengurus pekerjaan rumah yang belum kuselesaikan.
Saatnya jam makan malam. Dan kebanyakan anak kost, khususnya bagi laki-laki, jarang sekali memasak. Memasakpun kebanyakan hanya makanan instan. Ku lihat persediaan makananku kali ini. Nampaknya kekosongan yang kulihat tak sekedar ilusi semata. Membuatku harus mengelus dada.
Hari ini sepertinya harus makan di luar lagi, pikirku.
Akhirnya aku memutuskan untuk makan malam di tempat lain, meninggalkan kostan dan tugas rumah yang sudah kuselesaikan. Menuju ke deretan cafetaria dekat kostanku. Bisa dibilang bahwa kostanku ini letaknya sangat strategis. Di samping dekat dengan berbagai tempat perbelanjaan, kostan yang satu ini juga merupakan salah satu dari sekian banyak rumah dengan pengamanan komplek yang sangat baik. Di sisi itu, teman-temanku semasa sekolah dulu, banyak yang tinggal di kostan serupa dekat denganku. Yah, walau aku tidak terlalu dekat dengan mereka, karena semasa sekolah dulu, mereka bukanlah teman satu kelasku. Tetapi hanya ada satu orang sahabatku yang sedari dulu bahkan bisa di sebut 'soulmate' tinggal satu komplek denganku. Ini membuatku cukup tenang, karena bisa gila aku akibat rasa canggung karena tidak dekat dengan siapapun di komplek ini. Namun asumsi itu sirna, ketika aku melihat sendiri bagaimana sikap orang-orang di komplek ini. Mereka sangat ramah dibanding tetangga di komplek rumah lainnya. Bisa dibilang unik justru. Di saat perkembangan zaman yang begitu pesat, namun masih ada kerukunan yang terjaga pada diri warganya masing-masing. Sungguh keharmonisan yang tiada tara.
Kembali ke sebelumnya, aku akhirnya menuju ke cafetaria dekat dengan kostanku. Di sana banyak sekali mahasiswa dan orang-orang yang berkumpul. Ada di antaranya yang dari mereka, melakukan berbagai aktivitas. Ada yang hanya sekedar makan dan minum menikmati indahnya malam, ada yang sedang mengerjakan bersama studi projek, ada yang nongkrong sembari menikmati tembakau terolah dengan gaya khasnya. Dan ada yang sedang melakukan survei untuk tugasnya. Suasana ramai seperti ini memang sangat membuat kita terhindar dari berbagai tindak kriminalitas. Namun di sisi itu, diri kita merasa jauh tidak nyaman di saat usia terlampau berbeda, dan tidak mengenal siapapun.
Di situ aku mengambil tempat duduk yang paling ujung, karena memang di sana lebih sepi dibanding area lainnya. Aku yang suka menyendiri ini, memang lebih cocok dengan tempat seperti ini. Setelah itu datang seorang berparas cantik dengan lipstik berwarna peach di bibirnya. Tampak juga ia memakai seragam pelayan yang jelas menunjukan untuk apa niatannya datang ke arah ku. Rupanya ia membawa daftar menu yang ada pada cafe yang saat ini aku pijaki. Kupilih beberapa menu yang menurutku cocok untuk diriku saat ini.
Setelah beberapa menit lamanya menunggu, akhirnya yang telah kupesan telah tiba. Aku menyantap hidangan yang telah disajikan.
Setelah selesai menghabiskan hidangan tersebut, tiba-tiba seseorang menepuk pundakku dari belakang seraya berkata.
"Rei?"
.
.
.
"Sedang apa kamu di sini? Menikmati malam dengan kesendiriankah?" canda seseorang yang sebelumnya mengagetkanku.Menyebalkan memang. Di mana-mana selalu bertemu orang yang satu ini. Bagaikan dunia semakin menyempit di mataku. Di SMA dia dikenal sebagai ratu kecantikan 2017. Memang bila dilihat dari parasnya, kemungkinan besar laki-laki manapun akan meliriknya untuk yang kedua kalinya. Dengan postur tubuh yang cukup tegap, tinggi badan yang berkisar antara 169 cm, rambut coklat bergelombang, kulit sangat putih dan pipi proporsional, maka pantaslah bila ia menyandang gelar itu. Namun di satu sisi, justru rasa sebalku muncul.
Orang-orang yang memilihnya dahulu, mungkin menganggap parasnya yang cantik itu juga merupakan cerminan sikap yang sebenarnya dari diri perempuan itu. Banyak orang yang beranggapan bahwa ia begitu ramah pada siapapun, jujur dan nampaknya penuh kasih sayang. Namun semua itu akan sirna ketika melihat dirinya yang sebenarnya. Mungkin kalian semua beranggapan bahwa perempuan yang saat ini menggodaku adalah perempuan tersempurna yang pernah ku kenal, namun simpan baik-baik kata kata itu.
Memang jika dipikir-pikir dia sangat baik kepadaku ataupun siapapun. Namun sikap jahilnya itu kadang membuatku berpikir dua kali untuk menyebutnya perempuan tersempurna yang pernah ku kenal.
Mungkin karena memang kami teman yang cukup dekat, maka tak jarang di antara kami mengeluarkan sifat asli masing-masing.
Itu hal yang wajar.
"Diam dan duduklah dimanapun. Jangan membuat kebisingan yang gak perlu." ucapku tegas kepadanya.
Mungkin ia memang perlu sedikit ditegaskan dalam berbagai hal. Maka tak perlulah memanjakannya layaknya putri kecantikan yang disandangnya.
"Wow. Biasa aja kali Rei. Malem-malem gini menjomblo emangnya jamin bakal bahagia? Pengunguman tes aja belum keluar.. " gurau perempuan satu ini
"Nasya kalo emang niat ngehina gausah pake cara halus segala." balasku kepadanya seketika. Bisa-bisa tak tahan aku dibuat jengkel orang yang satu ini.
"Udah ah. Gua mau balik dulu. Udah malem nih. Lo juga jangan keluyuran sendiri malem-malem gini. Kaya wanita penggoda aja." gurauku kepada dirinya yang disusul dengan pukulan ke punggungku.
"Sialan Rei, haha. Yaudah gua juga udah dicariin temen nih. Tadi sebenernya ada yang ketinggalan di sini, tapi liat lo ada di sini, kayanya asik juga buat nyamper bentar. Oke dah gua cabut dulu. Bye Rei!" salam jumpanya kepadaku yang nampaknya tak membuatku emosi lagi kali ini
"Oke, bye sya. Hati-hati ye.." salam pisahku darinya.
Nampaknya walau kami bisa dikatakan tidak terlalu akur. Namun tampaknya itu hanya sekedar rasa jengkelku kepada dirinya. Di sisi lain, kami memang benar-benar bersahabat tanpa adanya permusuhan yang serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vague of Bastard
Mystery / ThrillerGenre: Thriller, Romance, Mistery, Fiction Mengetahui siapa akal dan dalang dari segala kekacauan ini, merupakan sebuah kebanggaan tersendiri. darah tak bertuan itu sungguh membuat gempar hingga ke beluk tengkuk. namun aku tak mau memberitahu siapap...