3 | Lega...

7 1 0
                                        


Aku pulang ke kostan ku dengan membawa sejumlah pelajaran hari ini. Nampaknya keluar dan bertemu teman kita pada malam hari, tak seburuk yang kita kira. Walaupun semua berjalan tidak sesuai tepat dengan keinginan kita, ataupun waktunya memang kurang mendukung, akan tetapi hal-hal semacam inilah yang justru membuat malam terasa lebih indah.

Pulang dengan membawa senyuman, ku berjalan tegap seperti biasanya. Meninggalkan segala pikiran dan asumsi yang menutup telingaku. Memang sudah dua hari ini aku diberikan waktu bebas untuk melakukan sesuatu. Namun di waktu ini pula justru aku malah terlihat lebih lelah dibanding hari-hari biasanya. Yah, mungkin karena hasil tes yang belum kunjung keluar membuatku sedikit bimbang.

Setelah sampai di depan pintu kostan ku, aku mulai berpikir panjang. Menilik benerapa hal yang memang belum kukerjakan. Tampaknya semua seperti biasanya. Walau pada hari-hari biasa, tak banyak yang bisa kuselesaikan, namun kini semua bisa kuselesaikan lebih cepat dari biasanya.

Masuk ke kamar ku sendiri, sudah seperti masuk ke kamar milik orang lain. Sebersih ini yang tak kuduga saat masuk ke dalamnya. Rupanya banyak hal memang yang telah kulewatkan.

Sejenak ku mencoba meregang di atas kasur. Melepas segala penat yang terjadi. Hingga akhirnya aku menutup mata untuk memulihkan energi.

----

Aku terbangun.

Tiba-tiba kudengar suara ketukan pintu yang temponya tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.

Ku lihat handpone ku saat ini.

Nampaknya menunjukan pukul 12 malam.

Pikirku, hanya anak kostan sebelah yang sedang iseng dengan temannya. Memang aku menyadari bahwa orang yang tinggal di sini bukan hanya aku. Oleh sebab itu, hal seperti ini selalu kuhiraukan.

Namun ketukan pintu itu tak kunjung berhenti setelah 5 menit lamanya. Membuatku sedikit ketakutan. Memang wajar bila setiap manusia ketakutan.

Seseorang mengatakan tidak takut akan sesuatu, namun bila ketakutannya itu terjadi tidak tepat pada waktu yang diharapkan, maka seseorang itu normalnya terkejut.

Dan inilah yang kurasakan saat ini.

Kucoba tenang dan mengambil tindakan pasti.

Menanyakan siapa di luar.

"Siapa?" tanyaku perlahan yang membuat ketukannya terhenti. Sejenak aku memikirkan posisi antara diriku dan orang di luar. Sepertinya jika tidak ada pintu yang menghalangi saat ini. Maka kami sudah saling berhadapan dan menatap satu sama lain.

"Dimas, Rei.. " ucap orang itu yang menyebutkan identitasnya.

Oh, Dimas.. Untuk apa dia datang malam-malam begini? Apa dia butuh sesuatu? Lebih baik kubukakan pintu ini terlebih dahulu.. Tidak enak bila Dimas menunggu di depan pintu,  sedangkan  aku dapat menjawab pertanyaannya.

Kubukakan pintu yang sedari tadi tertutup. Dan kulihat Dimas yang dalam kondisi kurang menyenangkan. Muka dan lengannya terlihat memar dan babak belur. Nampaknya temanku yang satu ini berkelahi lagi.

"Astaga Dim, kenapa lo babak belur lagi kaya gini?... Lo cari masalah sama siapa lagi? Udah gue bilang kalo lo harus nyelesain segala sesuatu pake cara baik-baik. Kalo kaya gini terus lo juga yang bakal sakit." khawatirku kepada Dimas,

"Biasa Rei. Kayanya orang yang ga seneng sama gua, mau mencoba membuat gua lebih menderita."  candanya seraya tersenyum jahat.

Tampaknya temanku yang satu ini memang tidak bisa duduk diam dengan tenang. Sudah sering ia didapati berkelahi dengan seseorang di komplek kosannya. Namun ia sama sekali tidak kapok akan hal itu.

"Yaudah, sekarang lo duduk dulu, luka lo parah banget. Harus cepet-cepet diobatin kalau gak nanti bakal infeksi." ucapku kepada Dimas yang terus berdiri menunggu kepastian.

"Oke, makasih ya Rei. Sorry gua ngerepotin lo lagi. " maafnya kepadaku.

"Ah, biarlah. Daripada lo mati kejang-kejang di jalan sambil minta pertolongan. Kan jadi ga lucu." candaku kepada dirinya, sembari mengambil beberapa peralatan obat.

"Jadi lo berantem sama siapa lagi? Kayanya lo belum puas kalau seisi dunia ini musuhin lo." heranku kepadanya..

"Joe. Biasa. Kayanya anak itu udah lama benci sama gua. Sampe-sampe ia nekat nyamper ke kosan gua, sambil bawa dua temennya." ucap Dimas

"Lah, anak itu ngapain main keroyokan kaya gini? Apa dia gak malu?" heranku akan perkataan Dimas.

"Biasa lah Rei. Semenjak gua pacaran sama mantannya beberapa bulan lalu, kayanya dia bener-bener terpukul, sampe dia harus ngelakuin berbagai cara buat bales dendam sama gua." lanjut Dimas sambil menahan lukanya yang tengah diperban olehku.

"Ada-ada aja.  Lo lagi, kenapa gak diselesain secara baik-baik aja?"

"Udah gua coba. Tapi anak itu tetep aja ngelunjak. Kayanya sifatnya emang udah kaya gitu dari sananya."

Yah,  mau bagaimana lagi.. Jika memang Dimas benar-benar seperti itu, maka justru yang harus disalahkan adalah Joe yang sengaja mengeroyoknya. Aku sekarang hanya bisa membantu Dimas untuk menyembuhkan lukanya.

Setelahnya mungkin aku akan suruh Dimas untuk pulang atau jika memang lelah untuk pulang, dia bisa menginap di kamar kosong di bawah.

Nampaknya keadaanya pula sudah tidak kondusif lagi untuk diucapkan dengan kata-kata biasa.

Mahasiswa seperti kami, yang seharusnya menunggu hasil dari seleksi perguruan tinggi negeri dengan penuh doa dan melakukan hal baik lainnya, malah terlibat banyak konfilk.

Yang aku pikirkan hanyalah, apa mereka tidak khawatir akan masa depan mereka? Mungkin aku bukan seseorang yang begitu sempurna hingga berkata seperti ini, namun aku juga belajar dari berbagai pengalaman yang kulalui.

Sehingga aku bisa keluar dari masalah yang selalu membelenggu diriku. Namun bagi sebagian orang, mereka malah membuat masalah terasa lebih sulit dan tidak berniat sama sekali untuk diselesaikan.

Mungkin di sinilah letak kesalahan manusia sebenarnya. Jika dalam konteks kebaikan, antara ingin mencari pengalaman baru dengan bodoh itu hampir beda tipis. Dan jika dalam konteks keburukan, antara ingin keren dan gaul, malah terlihat bodoh dan kurang berpendidikan.

Semua itu terus berulang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 31, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Vague of BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang