Rumah Baru

31 4 2
                                    

"Bill? Billa? Shinta Salsabilla!!"

"Iya mom iya! apa sih teriak-teriak? Lebay banget tau" Jawab Shinta sewot sambil melepas earphonenya kasar tanpa mengalihkan pandangan pada pemandangan diluar jendela mobil.

"Makanya kalo orangtua lagi ngomong, tuh earphone dilepas. Ngak sopan banget" Jawab Anita tak kalah sengit melihat kelakuan anak pertamanya. Sedangkan Donny ayah Shinta lebih memilih diam dan sibuk menyetir dibanding harus ikut berdebat, tak kalah jauh dengan adik Shinta yang sibuk memainkan ponselnya bersikap tidak peduli.

"Iya ini aku dengar kok mom. Mommy mau bilang apa?" Ucap Shinta mengalah sebelum urusan jadi panjang.

Anita menghela nafas melihat tingkah jutek anaknya sambil menatapnya prihatin. Kadang Anita heran entah darimana Shinta belajar memiliki sifat jutek dan dinginnya ini. Tapi Anita tau semua ini ada sebabnya dan dia tidak bisa menyalahkan siapa-siapa, mau menyesalinya juga semua sudah terlanjur.

"Aish ini anak"

"Mommy cuman mau bilang, kali ini kamu bisakan membuka diri kamu?" Tanya Anita dengan nada memohon yang kentara. Berharap putri sulungnya ini mau mendengarkan perkataannya meski sudah sering di tolak mentah-mentah.

Shinta memutar bola matanya malas. Ini lagi yang dibahas kayak nga ada topik aja "tergantung sih mom"

"Emang kamu nga mau punya banyak teman?  Apalagi di kompleks rumah kita yang baru banyak anak seumuran kamu loh" Bujuk Anita pantang menyerah.

"Ih mom! Shinta bosen ditanyai itu mulu. Capek tau mah dengarnya. Suka-suka Shintalah mau berteman atau tidak." Balas Shinta kesal melihat mommy nya.

Setelah perdebatan singkat antara Anita dan Shinta tidak ada lagi yang bersuara dalam mobil selain suara rintik hujan yang menyertai perjalanan mereka. Shinta juga kembali memasang earphonenya dan kembali pada kegiatan awalnya menatap pemandangan diluar kaca mobilnya.

Menurut Shinta berteman merupakan hal yang merepotkan dan lebay,  terlalu banyak menguras emosi, tenaga dan pikiran tentunya. Shinta akan lebih senang ngadem dikamarnya seharian sambil main PS 1 bareng adeknya dibanding harus panas-pansan diluar.

Lain Hal dengan Anita. Dalam hati Anita takut dengan masa pertumbuhan anaknya. Menutup diri dari dunia luar bukanlah solusi yang tepat dari sebuah masalah dimasa lalu yang didapati Shinta sejak usia dini. Anita hanya takut anaknya tidak akan mampu menghadapi hidup yang lebih keras di masa depan nanti. 

Selama perjalanan pikiran Anita melayang-layang kembali ke tahun-tahun masa tersulit Shinta. Shinta menjadi seorang yang introvert atau menutup diri dari dunia luar itu bukan tanpa sebab. Di umurnya yang masih minginjak taman kanak-kanak Shinta sudah harus mendapatkan perlakuan buruk di sekolahnya alias bully. Hal itu terus terjadi tanpa sepengetahuan guru maupun Anita dan Donny, sampai akhirnya mereka mendapati sendiri Shinta yang terkurung di dalam gudang hampir seharian. Itupun karna teman Shinta yang melaporkan, seandainya tidak ada yang melaporkan mungkin Shinta akan terus di bully.

Shinta dipindahkan bahkan sekeluarga juga ikut pindah kota. Sejak saat itu Shinta mengalami trauma berat sampai harus rutin konsultasi pada psikiater. Menurut dokter kondisi jiwa Shinta sudah membaik hanya saja sifat introvert nya masih akan membutuhkan waktu. Sudah segala cara yang dilakukan Anita dan Donny untuk membuat putrinya kembali menjadi anak yang periang,  namun semua nihil. Kini Anita hanya bisa percaya pada putrinya.

Tanpa terasa mereka telah sampai di komplek perumahan mereka yang baru. Untuk yang kesekian kalinya mereka harus pindah rumah karena Donny dipindah tugaskan oleh atasannya. Kali ini mereka pindah ke daerah yang agak terpencil. Namun itu tidak menjadi masalah untuk Donny sekeluarga.

Sampai dirumah baru semuanya langsung sibuk mengangkut barang dan menata rumah yang akan mereka tempati tak terkecuali Shinta.  Saat mereka sedang sibuk-sibuknya ada beberapa tetangga datang untuk  menyapa atau sekedar saling berbasa-basi. Semua disambut Anita dan Donny dengan ramah,  Joshua kadang sekali-kali menanggapi basa-basi tetangga tapi tidak dengan Shinta.

Lagi. Shinta lebih memilih masuk dalam rumah,  melakukan pekerjaan yang tidak penting ketimbang menghadapi orang-orang tersebut. Shinta hanya tidak ingin membuat mommy dan daddynya malu karna memberikan kesan buruk di awal. Menunjukkan sifatnya yang jutek dan terkesan kurang sopan. Pikirnya lebih baik seprti ini.

Tanpa Shinta sadari. Sejak awal ada sepasang mata yang tajam namun sinar matanya yang  menyejukkan terus menatap Shinta tanpa henti sampai gadis itu masuk dalam rumah dan tidak terlihat lagi.

🍀🍀🍀🍀

Waa akhirnya aku nulis juga Banzai..banzai..😂
Jadi author ternyata susah yah tapi nga papa. Semoga kalian suka maaf nih kalo typo nya ada di mana-mana + ceritanya gaje hehehe
Aku harap kalian mau like, coment,  beri masukkan dan kritik. Elah belagu di baca aja udah syukur 😂
Sekali lagi makasih.  See you 😘

Can You Hear My Heart? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang