Ocha menghampiri lelaki yang sedari tadi ia tunggu. Dia adalah satu-satunya orang yang berhasil mengambil hatinya.
"Hai bear," sapa lelaki itu dengan penuh senyum.
"Hai juga. Lo ada apa manggil gue kesini? Tumben," tanya Ocha langsung to the poin.
"Ada yang mau aku omongin sama kamu. Tentang kita," perkataan itu sukses membuat Ocha shock.
"K-kita, kenapa?" Tanya Ocha ragu-ragu dengan senyum yang di paksakan.
"Gue, mutusin buat ikut papa Ca. Minggu depan gue harus berangkat," tanpa sadar lelaki itu membuat air mata Ocha turun.
"Ssttt... Jangan nangis dong bear." Lelaki itu menghapus air mata Ocha yang sudah turun deras.
"Kenapa lo ga di sini aja. Jangan pergi please," pinta Ocha masih dengan tangisnya.
"Maaf. Gue ga bisa, walaupun papa gue galak tapi gue satu-satunya keluarga yang dia punya," tangis Ocha semakin deras.
"Prom night nanti, lo ikut kan? Lo udah janji mau liat gue perfom," tanya Ocha.
"Gue ga bisa janji cantik, tapi gue bakal usaha," jawab lelaki itu mencoba menenangkan Ocha.
"Kalo nanti gue ga ada jangan lirik laki-laki lain ya awas!" Ancam lelaki itu.
"Lo tuh ya, situasi kayak gini aja masih bisa bercanda," jawab Ocha sambil menghapus air matanya.
Hari itu menjadi hari yang paling berharga. Mereka berdua menghabiskan satu minggu yang mereka punya untuk menghabiskan waktu mereka bersama.
***
Dear Ocha
Rasa senang yang aku rasakan sekarang adalah kesedihan yang akan terasa suatu saat nanti.
Bahagiaku sekarang adalah penderitaan ku satu hari nanti.
Waktuku untuk bersamanya tinggal beberapa hari lagi. Entah mengapa hati ini masih sulit untuk mengikhlaskan nya pergi.
Lelaki penyuka suasana pantai itu akan pergi. Entah berapa lama. Aku belum bisa memastikan.
Kalau pun dia kembali. Apakah hatinya masih untuk diriku? Atau sudah menemukan pelabuhan yang lain.
Dia memang bukan cinta pertamaku. Tapi hati ini merasa dia adalah masa depan ku.
Satu-satu nya orang yang berhasil membuat ku berani akan semua hal. Termasuk trauma ku.
Aku hanya takut. Jika suatu hari nanti dia benar-benar pergi dan takan kembali lagi. Dan hati ini sudah tidak punya sandaran lagi.
Tes..
Setetes darah menetes di buku diary Ocha. Dia segera menutup bukunya dan mencari tisu.
Ting.. Ting..
Suara dering ponsel Ocha berbunyi.
My boyfriend is calling..
Otomatis senyumnya mengembang begitu saja.
"Hai bear," sapa lelaki itu dari sebrang sana.
"Hai sayang, ada apa?" Tanya Ocha
"Gapapa. Pengen aja telfon kamu," goda lelaki itu.
"Kangen ya? Gue tau ko gue ngangenin," ujar Ocha.
"Pede banget ya lo," jawab lelaki itu dengan kekehan
"Oh yaudah kalo ga kangen mah gue tutup ya telfonya," ancam Ocha.
"Eh eh, ngancem lagi. Iya gue kangen deh," protes lelaki itu.
"Hehehe," balas Ocha.
Tiba-tia Ocha merasakan pusing dikepalanya. Omaygat! Dia lupa meminum obatnya hari ini.
"argh.!!"
"Ca? Kamu kenapa?" Tanya lelaki itu dengan cemas.
"Hem? Eh gapapa ko tadi cuma kejepit laci," bohong! Ocha terpaksa berbohong karna dia tidak ingin membuat lelaki itu khawatir.
"Serius?" Tanya nya lagi memastikan.
"Iya. Udah ya mama manggil tuh. Bye," dan sambungan telfon pun diputus sepihak.
"Obat! Obat gue mana?" Tanya Ocha pada dirinya sendiri.
"Tas! Tas pergi gue mana?" Dia langsung meencari tas perginya. Namun, pusing yang ada dikepalanya semakin menjadi.
Brukk...!!
Ocha terjatuh. Dia sudah tidak kuat menahan tubuhnya.
Dia mencoba meraih obatnya. Dan yap! Berhasil. Dia segera meminum 2 kapsul sekaligus.
"Huh," nafasnya terpingkal-pingkal.
"Gue ga boleh lupa minum obat lagi! Gue ga mau bikin dia kesusahan," Tekadnya.
Dan perlahan mata Ocha tertutup. Entah kelelahan atau karna efek obat yang terlalu banyak diminumnya.
-
aku tak pernah tau, kalo di masa depan nanti mungkin kita akan bersama-
To you
See you readers
KAMU SEDANG MEMBACA
Jomblo penggila Op(p)a
Teen Fictiondulu hidup gue itu ga gini. Hanya, hampa ,bergosip ria, nyari cogan dan ngejar prestasi. Temen atau sahabat gue bisa di itung pake jari. Gue hanya punya 2 sahabat cowok dan satu sahabat cewek. Sedikit kan? emang! karna gue ya orangnya enggan buat mu...