Cerita 3

70 3 0
                                    

Cinta Pertama! Bagian Arjuna

Kali ini aku akan mengisahkan sebuah cerita tentang Arjuna dan Ayana. Sejujurnya, dua tokoh itu tidak benar-benar berhubungkan dan berinteraksi kecuali hanya sebatas teman satu SMA kami berempat. Tapi, bagiku dan Krisna mereka lebih dari yang seharusnya. Mereka adalah orang yang akan membuat kami salah tingkah, penuh prasangka, dan kadang-kadang terlalu berimajinasi lebih. Sangat hiperbola.

Pertama kalinya kami, aku, Ayana, dan Arjuna berada dalam satu gelembung sesaat yang membungkus kebersamaan kami adalah saat semester awal kuliah, di sebuah pertemuan di komunitas mahasiswa daerah.

Malam itu, langit cerah. Tumpukan tugas kuliah mulai menggunung, dari aljabar linier, kalkulus I, tugas kartografi dasar, laporan ilmu ukur tanah, persiapan kuis geologi, presentasi hukum agraria, dan masih ada pekerjaan pra ospek jurusan yang mulai memusingkan. 'Dek, jangan lupa ya, first gathering di selasar barat GSP jam 19.00'. Sebuah pesan pribadi dari salah satu senior yang satu kota denganku.

'Sekalian refreshing ah' pikirku. 'aku izin rapat angkatan ya, ada kumpul mahasiswa daerah' sebuah balasan konfirmasi kehadiran rapat angkatan sudah ku kirim ke Bayu, ketua angkatanku yang termasuk kategori laki-laki otoriter yang membosankan, yang hanya membalas pesanku singkat, 'Ya'.

Grha Sabha Pramana, lebih dikenal GSP adalah gedung serbaguna yang menjadi ikon universitasku. Selama menjadi mahasiswa aku sudah beberapa kali masuk ke dalamnya. Dimulai dari ujian TOEFL setelah pengumuman diterima menjadi salah satu mahasiswa baru diantara ribuan siswa SMA yang akan menambah status maha. Tempat selebrasi pembuatan formasi merah putih yang diiringi lagu darah juang pimpinan presiden mahasiswa. Lintasan lari sore bersama satu teman seangkatan di jurusan sambil teriak yel-yel serasa tentara yang sedang menempuh wajib militer. Dan malam itu dan tempat itu pula, saksi aku berjumpa dengan Ajun. Cinta Pertamaku yang berakhir tragis.

Aku mengagumi Ajun semenjak kami bersama-sama memakai baju putih merah. Anak laki-laki dengan baju sedikit kebesaran, kulit putih bersih, wangi bedak bayi, dan rambut yang tertata rapi. Selama enam tahun selalu sekelas dan akhirnya harus terpisah setelah Ajun memilih untuk mendaftar di sekolah menengah di Kota sedangkan aku terpaksa puas hanya bisa sekolah di tempat yang dekat dengan rumah. 'Rindang... kamu itu masih SMP, gak usah jauh-jauh sekolahnya' Argumen andalan ibukku setiap aku protes ingin sekolah di kota. Ya, aku berharap akan sekelas dengan Ajun lebih lama dan pupus begitu saja.

Awal SMP yang sangat membosankan. Mungkin, karena aku hanya berpindah gedung beberapa meter dari sekolah dasarku dulu. Kebosananku mencair saat Fika masuk dalam dialog kehidupanku. 'Mulai sekarang, kita sahabatan untuk selamanya. Fika dan Rindang best friend forever.'

Melupakan cinta pertama, atau mungkin namanya cinta monyet yang bodoh adalah hal yang mustahil bagiku yang masih kelas dua smp. Ditambah lagi, Ajun selalu turun dari angkutan umum di depan sekolahku dan berjalan cuek ke rumahnya yang merupakan jalur jalan kakiku untuk pulang. Kadang, dan mungkin sering aku benar-benar menunggunya kehadirannya dengan celana biru pendek selutut dan rambut pendek yang rapi. Berjalan di belakangnya dengan jarak lima puluhan meter. Sangat bahagia walaupun hanya punggungnya yang mulai lebar dan badannya yang mulai meninggi yang ku lihat.

Sampai suatu hari, ide konyol itu muncul.....

"Rin... kamu gak bisa kayak gitu?? Bagaimana Ajun tau, kalau kamu hanya ngekor aja kayak kucing ilang." Celetuk Fika memancing ide gila itu. Sudahlah Rin. Hari ini kamu harus bilang, 'Aku sayang..., Aku kagum, Aku cinta, dan akhirnya mau gak jadi pacarku' dan misi itu pun dimulai. Tanggal 8 bulan Agustus tahun 2008. Cantik bukan? 8-8-8.

Hari Jumat. Ku rapikan sekali lagi baju pramukaku. Duduk.. berdiri ..duduk..berdiri lagi.. jalan-jalan..balik lagi..duduk.. berdiri..duduk lagi.

"Rindang... stop deh! bikin pusing liat-nya"

"Yang mau bilang kan aku, yang mau kasih surat juga aku. Deg-degan tauk. Ntar, kalau ternyata dia nolak? kalau dia curhat di friendster gimana? Tamatlah aku."

"Tuh!! Pangeran tercintamu turun dari angkot. Cepet siap-siap!"
Fika menunjuk ke seberang jalan utama kota ini yang ramai. Ku rapikan lagi semuanya. Seperti mengecek kesiapan atribut pramuka. Rambut ikal sebahu ku biarkan terurai dengan jepit rambut di samping untuk merapikan poni. Surat beramplop biru beraroma mint ku pegang erat. Deg. Aku harus siap.

satu langkah

dua langkah

tiga.....

Ajun sudah melewati tempatku yang masih mematung dengan langkah acuh dan cueknya . Fika mendorong tubuhku, memprovokasi untuk menyusul dan segera melaksanakan misi 888. Aku berjalan ragu.. Semua harus tersampaikan atau semua akan sia-sia.

Aku sudah selangkah di belakang Ajun. Hanya perlu satu tepukan di pundak untuk menghentikan langkahnya. Waktu serasa lebih lambar berjalan. Detik seakan tak lagi sama dengan satu detik biasanya. Tanganku menetes keringat dingin dan bergetar hebat saat ku ayunkan untuk menyentuh pundaknya. Dan... dia menoleh. Wajah putih sedikit kusam efek sinar matahari siang, rambut pendek rapi dengan poni yang sedikit berantakan, dan sempurna sudah berhadapan dengan wajahku yang merah padam. 'Rindang...Kamu Bisa'.


Diam. Hening.

'Ehem' aku mencoba bersuara. Tanganku bergetar hebat. Hening. Ku mohon Tuhan!!!, waktu berhenti sebentar, biarkan aku memberikan surat itu dan biarkan misi ini selesai. Getaran tangan tidak berkurang malah menjadi-jadi,

"Ehm...A..A..Ajun.., aku...aku..."

"Aku....aku..." ku sodorkan surat itu dengan cepatdan langsung balik kanan dan meninggalkannya.  Langkahku semakin cepat, lari! cepat.. tanpa ku punya lagi keberanian menoleh ke belakang, apalagi menatap masa depan.

****

Kembali pada memori saat aku bertemu kembali Ajun di selasar basat GSP. Pertengahan September 2013.



Terbanglah, Kata-KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang