Cerita 4

44 1 0
                                    

BIDADARI BERNAMA AYANA

Udara masih panas, awan bersembunyi sempurna. Orang berebutan keluar dari kereta. Kezia menarik tangganku kencang. 'Ayok! Buruan!'. Ya, akhirnya.... Jogja lagi. Kota yang menjadi rumah selama empat tahun. Serasa ada rasa kangen di setiap sudut stasiun lempuyangan yang menjadi langganan di akhir pekan selama sebulan ini. Wangi roti stasiun, deretan kursi panjang bisu, lalu lalang manusia, antrian toilet, dan berakhir dengan barisan padat merayap menuju pintu keluar.

"Rin.. kamu udah pesen taksi online kan ya?"

"Nebeng temen ku aja ya. Mau kan?"

"Apapun dah"

Jalan depan stasiun tidak terlalu padat. Ku periksa lagi pesan terakhir tadi. 'Aku nunggu di bawah fly over, maaf kalau kejauhan. Tadi padat. Malas mundur lagi. Itung2 olahraga 😊 😊' Berjalan sekitar 200 meter dari pintu keluar. Mobil silver plat AB dengan stiker "GEOGRAFI UGM" dan ku lambaikan tangan dan mengetuk kaca mobil. Pintu terbuka, senyuman manis terkembang dari perempuan dengan gamis potongan modern dan jilbab hijau muda yang senada.

"Ayo gih! Masuk! Panas banget hari!"

Ku buka pintu bebarengan Kezia yang masuk dari pintu belakang.

"Aku bawa temen, gak papa nih?" hanya sebuah pertanyaan basa-basi.

"Boleh kok! Aku Nana...eh Ayana juga boleh" Ayana mengulurkan tangannya untuk Kezia. Dan aku mencuri momen untuk sekadar mengambil citra wajah teduh dan manis itu. Ku kirimkan hasil curianku bersama kata-kata pendek 'Lagi bareng Ayana'. Pesan itu terbang menembus langit biru ke arah barat, sedetik kemudian dua tanda centang biru pada kontak bernama 'Krisna'.

Sudah terbaca tapi tanpa balasan. Pesan itu senasib pesan terakhirku, dua minggu lalu. Ayana bidadari bermata jernih terlalu baik untuk ku benci. Perempuan bernomor urut satu bagi Krisna. Sebuah nomor yang ku damba dan harapkan, walaupun bukan saat ini, ku harap esok mungkin saja.

Sesak. Dadaku serasa tertekan. Sakit yang tidak beralasan. Bau apel dalam mobil terhirup sesak, bersama alunan welcome to the black parade dan nyanyian kecil Ayana. Lagu patah hatiku sejak peran cinta pertama Krisna terkuak, Bulan Desember, minggu kosong setelah ujian semester satu, kelas dua SMA, di kantin sekolah.

We'll carry on

We'll carry on

And though you're dead and gone believe me

Your memory will carry on

We'll carry on

And in my heart I can't contain it

The anthem won't explain it.

***

Bulan Desember 2011. Kantin sekolah yang sedikit sepi. Jam tanganku menunjukkan pukul 13.20 artinya terlalu awal sepuluh menit dari waktu yang dinjanjikan. Siomayku hanya tersisa bumbu kacang, dan es tehku tinggal setengah gelas. Fika dan Agus sudah pergi lima menit yang lalu. Bau hujan tadi pagi masih membekas, menumbuhkan nuansa sejuk. Hari-hari setelah ujian akhir sekolah, hanya menyisakan beberapa orang yang masih bertahan di sekolah. Pertandingan antar kelas, kegiatan sisa-sisa klub, dan sisanya pulang dan tidur.

"Fik.. sholat yuk! Terus ke lapangan basket, ada tontonan menarik nih. Biasa... bulan desember bulan cinta, ada yang mau nembak. Soalnya tadi aku lihat ada yang bawa bunga mawar gitu!" Obrolan terakhir dengan Agus dan Fika mengusikku. Bulan cinta? Apaaan. Bulan hujan, baru bener tuh. Semenjak misi surat cinta 888 gagal total, aku memutuskan untuk tidak lagi menyukai orang. Cukup Rin! Cukup banget! Setelah kejadian itupun waktuku habis untuk belajar, pokoknya sibuk dan lupakan. Obat yang menurutku lumayan manjur, mungkin juga tidak.

"Heh!" Sosok yang ku tunggu datang juga. Raut wajah bersinar dan senyum manis yang menyenangkan walaupun ternyata dia sudah telah 30 menit, siomayku sudah raib dan es teh berubah warna menjadi air mineral dingin.

"Maaf ya rindang, sayang" Muka polos dan lucunya menyurutkanku kejengkelan yang ada.

"Ya. Gak papa." Dalam hati, "Sudah biasa kok kamu bakalan datang ngaret." Ku keluarkan lembaran kertas yang ku jepit rapi. Ku sodorkan ke depan dia yang duduk dihadapanku yang sedang membenarkan jilbab putihnya yang miring.

"Sip! Kamu memang bisa dibanggakan." Pujiannya menurunkan level jengkelku lagi.

"Ehm... Jadinya karikatur ya? Aku kira kamu bakalan ambil cerpen. Kamu kan jago banget kalau suruh merangkai kata-kata. Nih ya Rin, tiap kali ku baca blog mu tuh, kayak setiap huruf, setiap kata tuh keluar dari layar dan terbang deh ke otak kita." Jelas, kejengkelanku menghilang dan menguap.

"Bisa aja sih..., mujinya ketinggian nih. Iya jadinya karikatur. Jadi, kemarin waktu pulang bareng Agus, aku cerita kalau edisi ini kita mau nyindir uang ekskul yang kecil dan ketidakadilan perlakuan kepsek buat ekskul non akademis kayak jurnalistik, basket, futsal dibandingkan klub olimpiade, robot, sama penelitian ilmiah. Terus doi semangat banget dan bilang kalau versi panjanganya aku bikin tulisan di blog aja terus visuliasasinya dia yang bakalan bikin karikatur. Jadinya gini..."

"Yes! Bagus bangetttt!!! Sumpah. Kita jadi modal buat nyerang nih. Ehm... Rin.... Boleh nanya sesuatu gak, Krisna tuh orangnya gimana?"

"Krisna Aulia?"

Dia mengangguk sedikit ragu. Terbayang wajah Krisna yang mudah tersenyum, mulutnya yang tidak pernah berhenti mengunyah, dan mimik tegang saat memecahkan program robotnya. "Ehm... Krisna baik, cerdas, suka makan apapun, humoris tapi receh gila. Kenapa Ay, tiba-tiba nanya gituan??"

"Rin... sebenarnyaaa tuh...."

"Ayyy..."suara berat tiba-tiba menghentikan obrolan kami, menghadirkan sosok yang sedang kami bicarakan. Gadis cantik yang duduk didepanku menunduk, rona mukanya memerah. Krisna menarik kursi plastik, duduk tepat di sampingku dan menghabiskan air mineralku.

"Beli minum sendiri ngapa. Asal minum aja. Eh ay...tadi mau bilang apa? Sebenarnya apa e?"

Ayana memasukkan bendel kertas di meja dan segera memasukkan ke dalam tas warna biru langitnya. "Gak..ada apa-apa. Rindang, aku pamit pulang ya..ada urusan. Bye.. Rindang,...." Terjeda sesaat, dan suaranya yang halus memelan, "Bye...Krisna"

Selepas Ayana berlalu, awan mendung mulai dating lagi. Ku putuskan untuk membereskan barang-barangku. "Yuk..Kris..Pulang!". Krisna tidak bergeming, diam. "Woy!" Ku gebrak meja kantin. "Ih..sore-sore nglamun aja... yang jorok-jorok ya... eh, Ayana tuh gadis baik-baik, orangnya lurus, jangan nodai dia dong.."

Krisna membela, "siapa juga yang lagi berpikiran jorok. Bener juga ya, ayana tuh emang adem, nyenengin gitu, duduk di sampingnya gak nyampe lima menit aja, sejuknya masih kerasa"

"Hiperbola juga sih" ku mulai beranjak berdiri yang diiikuti Krisna dan berjalan beriringan menuju gerbang sekolah. "Rin.. tadi sama ayana ngomongin apa aja?"

"oh..biasa, bahas kerjaan ekskul."

"gak ada yang lain?"

Aku menggeleng.

Krisna berjalan melambat dan akhirnya berhenti. Dia menggaruk rambut cepaknya, "jadi...gini, sebenarnya.. ehm.. kamu ingat gak? Tentang cewek waktu masa orientasi tiba-tiba nyamperin dan nyapa, eh..ternyata salah orang."

"cewek yang katamu cantiknya bikin sakit gigi kayak bidadari yang turun.. karena waktu kita cari-cari di sekolah kita gak nemu, dan kita berempat berkesimpulan kalau itu cuma halu?"

"bener banget!!! Dan.. tahu gak rin? Ku udah nemu orangnya."

Deg. Hari seperti ini tiba juga. Sosok perempuan yang sudah satu tahun lebih Krisna cari akhirnya ketemu. Katanya cinta pertama, gadis berambut panjang, kulit putih, dan senyuman yang sangat manis. Selama waktu itu juga, kita sudah berusaha mencari sosok itu, dan nihil. Sampai akhirnya, Krisna sendiri yang menemukan kisah pertamanya itu. Pikiranku sejenak terusik, bukankah harusnya aku bahagia ya? Kok, aku malah cemas. Jangan..jangan... sebenarnya aku dan Krisnaa.... Bukan..bukan..tentang romansa tapi mungkin saja kamu hanya cemburu Rindang, sosok teman yang selalu ada untukmu telah menemukan orang lain, yang mungkin dan pasti aku mengambil perhatian dan waktu yang selama ini untukmu, jadi..biasa aja ya, rindang.

"siapa orangnya Kris..."

"ehm... Ayana.... Ayana Wulandari"

Terbanglah, Kata-KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang