Aku mempunyai seorang teman di ma'had. Namanya muhyiddin. Teman-teman biasa memanggilnya Udin. Meski belum lama berkenalan, tapi kita bisa begitu akrab dalam waktu singkat.
Udin ini masih kelas 3 SMK, jurusan elektro. Tapi perwakannya sudah seperti bapak-bapak. Kulitnya hitam legam. Badannya proporsional berotot. Dan wajahnya penuh dengan goresan kehidupan.
Dulu sebelum menjadi santri, dia bekerja sebagai tukang parkir di masjid tanpa meninggalkan kewajibannya bersekolah.
Itulah hari-harinya. Sekolah dan kerja.
Setelah dibuka ma'had tahfid di masjid tempat dia bekerja. Udin ditarik menjadi santri dengan tetap bekerja sebagai tukang parkir.
Kegiatannya pun jadi bertambah. Sekolah, kerja dan menghapal Alquran.
Udin ini orangnya baik sekali. Ketika masih lapar, tidak segan-segan dia mengajakku jajan di luar. Dia yang mentraktir. Sesekali juga gantian aku yang mentraktirnya karena aku merasa tidak enak.
Dia bekerja demi mendapatkan uang, lalu uang itu dia gunakan untuk membiayai sekolahnya. Masak aku rela merampas jatah sekolahnya hanya untuk mengisi perut? Tidak atuh.
Aku sempat berpikir. Kenapa dia harus bekerja? Bukankah dia punya orangtua? Tapi pikiran itu hanya kupendam dalam hati berharap waktu yang akan memberitahuku.
Hingga suatu hari dia mengajakku pergi mendadak. Aku masih tidak mengerti. Tumben dia sekhawatir ini. Aku menanyainya, kemana? Dia hanya menjawab, udah ikut saja. Sepertinya ada sesuatu yang dia sembunyikan.
Baiklah, demi kebaikan Udin selama ini aku mengiyakan ajakannya. Lagipula ini sudah larut malam. Dengar-dengar juga daerah sini rawan begal. Jadi dengan mengajakku mungkin mengurangi sedikit kekhawatirannya.
Setelah beberapa lama melewati daerah pesawahan dan pemukiman yang sunyi sampailah kita di depan sebuah rumah. Aku bertanya, ini rumahmu, Din? Bukan, ini rumah majikanku.
Majikan? Iya, Ibuku bekerja di sini. Aku ingin menengok ibuku.
Ya Allah, aku tidak menyangka, ternyata selama ini, dia bekerja sebagai tukang parkir untuk membantu ibunya membiayai sekolahnya.
Dan kini, dia menemui ibunya untuk melihat keadaannya dan meminta doa supaya diperlancar kehidupannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dalam Dekap Kisah
Non-FictionIkatlah kenanganmu dengan menulis agar kau tidak mudah melupakannya.