Kedatangan Karyn

72 7 0
                                    

     Aku. Aku adalah aku. Aku sangat rapuh bagai kayu yang telah dimakan oleh rayap. Aku sangat lemah ketika itu. Yaa, kisah ini bermula ketika sahabatku pergi meninggalkanku untuk melanjutkan sekolahnya di luar negeri, Squad Academy di Oxford, Inggris. Kepergiannya seolah mengisyaratkanku agar aku segera mencari teman baru. Betapa hancurnya hatiku ketika aku ditinggal perempuan yang selalu menemaniku di saat gemerlap datang menghampiriku. Bagai puing-puing bangunan hatiku retak tak karuan. Apabila dia pergi, tidak hanya aku yang merasakan kesedihan ini, tetapi juga dengan Anna dan Dicky. Mereka adalah sahabat terbaik yang pernah ku miliki. Bagai terhipnotis waktu, aku hanya bisa terdiam mendengar keluhan isi hatiku yang selalu mengatakan kepergian perempuan itu. Aku pun mulai mencari hobi baruku. Yeah, mungkin aku sangat suka berpetualang.

           Panggil saja aku Julian, Julian Reyvata. Aku merupakan anak sulung dari dua bersaudara yang sangat suka berpetualang. Sekolahku dekat dengan rumah tempat aku berlindung. Aku duduk di kelas 10 salah satu SMA Swasta di Indonesia

          Suatu hari, ada murid baru di sekolahku. "Karyn" begitulah ia dipanggil. Ia terlihat sangat pendiam. Entah bagaimana aku harus mulai bercakap cakap dengannya. Dengan keras bel masuk istirahat pertama berbunyi. Itu menandakan bahwa aku harus melangkahkan kakiku menuju kelas. Aku terus berpikir, siapa yang akan menemani seorang Julian di bangkunya? Sempat terpikir semoga saja Karyn. Dengan lembut perempuan berkaca mata itu memperkenalkan dirinya

"Perkenalkan namaku Karyn Windara. Bisa dipanggil Karyn. Aku pindahan dari SMA Swasta di Aceh. Aku harap kita bisa berteman layaknya sahabat"

Suaranya sangat lembut selembut kapas yang tak akan pernah bisa ternodai. Ramalanku sangat tepat. Ia duduk di sampingku. Namun, aku tak akan mengeluarkan sepatah katapun. Mengapa? Karena aku bukan sosok yang bisa dibilang "caper".

"Kring... Kring... Kring...".
Bel istirahat pun berbunyi. Aku segera membeli makanan agar tidak kehabisan. Aku berlari sangat kencang dan tak sengaja, kutabrak perempuan berkaca mata minus yang tidak ku ketahui siapa. Hahh! Dan betapa terkejutnya aku. Perempuan itu ternyata murid baru yang masuk di kelasku. Keringat mulai bercucuran jatuh dari wajahku. Apakah dia bisa menggantikan sahabatku yang telah pergi? Pertanyaan tersebut terus bermunculan dari pikiranku.

"Maafkan aku, kau bukannya teman sekelasku ya?" kata perempuan itu.

Seketika, aku sangat senang bisa berteman dengannya. Setelah sekian lama aku berbincang dengannya tentang sekolah maupun teman sekelas, bel pun berdering untuk kedua kalinya. Kami pun kembali ke kelas. Anna dan Dicky pun melihat kami.

Dari kejadian itu, kami menjadi sahabat yang tak akan pernah terpisahkan.

Beberapa hari kemudian, "Bruakk!! Grudakkk! dukk!" terjadi gempa yang sangat dahsyat. Aku bersama teman-temanku segera pergi ke lapangan yang terbuka luas. Syukurlah kami segera bergegas ke lapangan olah raga kami, karena gedung di sekolah kami ambruk. Kaget bukan kepalang, tanpa basa basi perempuan yang baru kukenal itu pingsan. Aku, Dicky, dan Anna benar-benar panik. Syukurlah gempa itu terjadi tidak lama. Kami pun segera membawa gadis malang itu ke ruang UKS yang kebetulan saat itu ruang UKS masih dalam keaadaan yang baik. Beberapa menit kemudian, Karyn terbangun. Kami bertiga sesegera mungkin mengantar Karyn pulang. Yeah, kalian pasti tahu apa yang ada di dalam pikiranku. Sempat terpikir dalam benakku yang tak seharusnya aku bayangkan saat itu. Aku memikirkan tentang apa kegiatan sekolah yang nantinya akan dilakukan apabila gedung sekolah roboh? Hmm, secara tiba-tiba perasaan yang sangat senang ini mengajukan otakku untuk berpikir.

"Kalau gedung rusak, otomatis kita libur ga sekolah dong?" gumamku di dalam hati.

Apakah benar kita tidak sekolah. Dan apa yang akan aku lakukan apabila kita diliburkan. Hahh! Pikirku mulai kacau. Ahh iya!, tiba-tiba aku teringat dengan gempa yang tadi. Secepat mungkin aku pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, keluargaku sudah sangat khawatir tentang kondisi anak sulungnya. Adik dan ayahku sangat khawatir dengan keaadanku sekarang, belum lagi ibukku. Sosok yang merawatku selama 9 bulan itu mulai meluncurkan seribu pertanyaan kepadaku secara sekaligus. Karena aku sangat lelah, aku hanya menceritakan sedikit tentang kejadian gempa yang menghebohkan itu.

Lalu aku segera berjalan ke kamarku diselingi dengan doa agar proses belajar mengajar di sekolah diliburkan karena aku ingin berlibur ke suatu tempat yang menarik dan tidak mainstream. Aku pun langsung tidur setelah mengganti pakaian. Saat aku ingin mengedipkan mata, "dug dug dug", bunyi aneh tiba-tiba masuk ke dalam telingaku. Aku sangat kaget. Awalnya kukira gempa, setelah aku membuka pintu, ternyata ibukku yang mengetuk pintu kamarku. Ibukku lalu masuk ke kamarku dan menceritakan rencana atau plan untukku apabila sekolah diliburkan. Dikarenakan gedung sekolah adikku tidak mengalami kerusakan, adikku tetap bersekolah. Ia menangis merengek-rengek. Namun, tetap saja ia harus tetap sekolah. Hal itu tentu membuat aku tertawa sangat keras sampai-sampai membuat adikku menangis lebih keras dengan memunculkan volume teriakan yang sangat nyaring. Hal itu membuat ayah dan ibukku marah dan murka kepadaku. Pada akhirnya, aku dihukum dengan dikirim ke suatu tempat yang tidak diberi tahu oleh ibukku. Sedangkan adikku akan diajak jalan jalan pergi sepulang sekolah. Itulah yang kudengar dari plan ibukku. Ini sangat tidak adil, meninggalkan putra sulungnya sementara putri bungsunya dimanjakan.

"Huhh! Aku sangat kesal!!!". Kataku berteriak keras ketika ibukku keluar dari kamar. Secepat mungkin aku mengejar ibukku dan mengatakan agar hal ini bisa didiskusikan dan diberi keringanan. Ibukku menyetujuinya. Akan tetapi, keputusannya sudah bulat akan pengirimanku ke suatu tempat yang masih menjadi pertanyaan hingga saat ini. Aku mulai penasaran. Pertanyaan-pertanyaan yang rumit mulai aku tanyakan kepada diriku sendiri yang entah tidak tahu jawabannya. Kemana aku akan pergi? Kapan? Dimana? Mengapa aku harus ke tempat tersebut? Mengapa tempat itu tidak diberi tahu oleh ibu sekarang? Hahh! Mungkin ibu sedang lelah, karena itu ibu memberi tahunya tidak sekarang. Ehhh, iyaaa, tiba-tiba aku teringat kepada teman-temanku. Aku akan mengajak mereka ke tempat yang ibukku mau. Ini akan menyenangkan apabila mereka ikut. Aku sangat tak sabar mengetahui kemana aku akan berlibur karena gempa yang tak diinginkan semua orang itu.

Malam pun tiba, secepat mungkin aku mengejapkan mataku dan berharap keesokan harinya aku dapat mengetahui apa rencana ibu yang sebenarnya. Aku sempat membuka handphone untuk melihat siapa tau ada pengumuman atau info terbaru. Yay! Mulai besok sekolah libur sampai 3 minggu ke depan, jadi aku bisa bersantai dan beristirahat di rumah. Rasa penasaranku semakin bertambah ketika aku mendengar informasi tersebut. Tak sabarnya aku mengetahui kemana ku akan pergi. Ini akan menjadi petualangan seru.

Our AdvantureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang