"Kak Azriel,"
Azriel mengerang saat menoleh dan mendapati pemilik suara yang seenaknya masuk ke kamarnya. Sekilas dilihatnya cengiran lebar Aira, cucu tetangga sebelah rumahnya.
Tiga tahun sudah Azriel berusaha mati-matian mengabaikan kehadiran cewek itu. Sejak Azriel menyelamatkan Aira dari orang yang hampir menculiknya tiga tahun yang lalu, Aira memutuskan bahwa cowok itu pastilah jodoh yang ditakdirkan Tuhan untuknya.
Hamper setiap hari Aira datang ke rumahnya sepulang sekolah. Karena Azriel tinggal sendirian, Aira selalu membawakannya makan malam, atau memaksanya makan di rumah bersama neneknya. Kadang Aira datang hanya untuk memperhatikannya belajar atau bermain basket di halaman depan rumahnya. Cewek itu bahkan tak perduli meskipun Azriel memperlakukannya dengan dingin.
"Lagi ngapain, Kak?" dengan santai Aira melangkah masuk ke kamar Azriel.
"Belajar, besok ada ujian," jawab Azriel tanpa memandangnya.
"Ooh..." Aira mengangguk-angguk. "Makan dulu yuk, Kak. Aku udah siapin makan malem tuh di bawah,"
"Nanti aja,"
Aira menghela nafas dan berusaha bersabar. Tapi cowok ini perlu dipaksa makan. Biasanya kalau sedang ujian atau ada kuis, Azriel pasti lupa makan.
"Tapi kan tadi terakhir makan siang jam dua belas. Sekarang udah jam delapan, udah delapan jam emang Kak Azriel nggak laper? Lagian kalo laper juga kan nggak bisa belajar, Kak..." cerocos Aira.
Sekali lagi Azriel mengerang. Sebelum Aira datang tadi, ia sama sekali tidak merasa lapar dan bisa meneruskan belajar. Namun Aira mengingatkannya sehingga perutnya langsung terasa keroncongan minta diisi hingga mengganggu konsentrasinya.
Cewek ini sampai tahu jam berapa ia makan siang di hari libur. Karena saat Azriel ada di rumah dan tidak ada kuliah, cewek ini hampir sepanjang hari berada di rumahnya dan menyiapkan makanannya.
Dengan sedikit kasar, Azriel mendorong kursinya mundur dan keluar kamar tanpa menghiraukan Aira yang masih terduduk di kasurnya. Cepat-cepat Aira mengikutinya turun ke ruang makan.
Ketika Azriel makan, Aira hanya duduk dan memperhatikannya. Karena hanya tinggal berdua dengan neneknya, Aira selalu makan bersama neneknya sebelum datang ke sini. Dan cewek yang lima tahun lebih muda darinya itu hanya datang untuk mengantar makanan dan memastikan Azriel memakan semuanya.
Harus diakui, masakan Aira sungguh enak. Ditambah selalu ada desert bertema coklat kesukaannya. Meski baru berusia tujuh belas tahun, Aira sudah terbiasa memasak sendiri dan membuat kue. Tapi itu semua tak sebanding dengan kelakuannya yang menjengkelkan dan hobinya yang senang mengganggu ketenangan Azriel. Kalau bukan karena menghormati nenek Aira yang sering menjaganya sejak kecil saat orang tuanya di luar negeri, Azriel tak sudi meladeni bocah kecil seperti Aira.
"Mama udah telepon, Kak?" Aira menanyakan mama Azriel yang saat ini tinggal bersama suaminya di LA.
"Udah,"
"Mama apa kabar?"
"Baik,"
"Besok ujian jam berapa, Kak?"
"Jam sepuluh,"
Tiba-tiba Aira meraih dan menggenggam tangan kirinya yang bebas.
"Kak Azriel semangat yah! Kak Azriel pasti bisa lulus," ujarnya seraya tersenyum tulus, seperti yang biasa dilakukannya saat Azriel menghadapi ujian atau pertandingan. Namun seperti biasanya juga, Azriel hanya terlihat tak perduli dan meneruskan makan malamnya.
Sementara Azriel makan, Aira menyiapkan pudding coklat yang juga dibawanya dari rumah. Meskipun Azriel memperlakukannya dengan dingin, Aira sama sekali tak merasa terganggu. Karena sedingin apapun, Azriel masih mau menjemputnya sepulang sekolah atau mengantarnya belanja. Meski tak pernah banyak bicara saat menanggapi obrolannya, Azriel selalu mengatakan hal yang bisa menenangkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azriel & Aira (One Shoot)
Teen FictionAira mengenal Azriel seumur hidupnya. Tinggal bersebelahan dengan cowok paling sempurna sekaligus dewa penolongnya itu tak membuat Aira menjadi cewek paling beruntung di dunia. Karena sekeras apapun Aira berusaha, Aira tak pernah bisa membuat Azriel...