I

37 6 0
                                    

"Mika-chan, ada murid baru di kelas kita."
"..."
"Kau jangan berkata begitu, ia mirip dengan husbando-mu."
"... !"
"Sebentar lagi dia akan datang dan kau akan melihatnya sendiri."
".."
- 0 - 0-


<Mikasa POV>


"Watashi wa Ryuuto Richman. Aku berasal dari Senior High School di sebuah kota kecil di Inggris. Yoroshiku onegaisimasu.."
     Dengan datarnya ia memperkenalkan dirinya. Ia terlihat begitu kaku menurutku. Aku termenung sesaat melihat penampilannya. Seorang cowok berambut kuning jabrik bagai durian, bermata biru sebiru lautan. Ia memang tidak memiliki kumis kucing seperti Husbando-ku. Tapi, dilihat sekilas mereka cukup mirip. "Apa ada yang kalian ingin tanyakan pada Ryuu-kun?"
     Mei-sensei memandangi seisi kelas. Ia tersenyum dengan centil kepada anak baru itu. Aku hanya terkekeh melihat sensei berulah seperti itu lagi.
"Hm, sensei.. Mika-chan ingin bertanya pada Richman. Katanya.. Kenapa kau begitu mirip Naruto Uzumaki?"
     Seisi kelas tertawa, pandangan mereka langsung tertuju ke arahku. Kuso..! Dasar Kosaki! Cowok sinting itu..! Membuatku malu saja!
"Ah.. haha bagai mana jawabanmu Ryuu-kun? Kamu ini aneh-aneh saja, Kasanami-chan."
     Anak baru itu hanya meliriku dengan tatapan tidak suka. Sepertinya ia tak menghiraukan kata-kata Mei-sensei. "You're crazy girl."
     Lagi-lagi seisi kelas tertawa. Aku benci kejadian ini. Shuwa menatapku dengan tatapan kasihan. Tapi, aku tahu di dalam hati sahabatku, tersimpan ejekan yang begitu.. Ah, ini membuatku muak!
"Minna, sudah. Ryuu-kun kamu duduk di belakang, di samping Kasanami-chan. Akur-akurlah dengannya."
     Cowok itu berjalan ke arahku. Ia duduk di samping kananku. Tanpa senyum, sapa, atau perkenalan secara pribadi. Ia hanya cuek dan termenung seorang diri. "Nah, ketua kelas!"
"Hai, sensei!"
"Panggil sensei yang akan mengajar kelasmu, sekarang."
"Hai!"
Yamori-kun dan Kosaki no baka keluar kelas memanggil Gama-sensei. Hah, pelajaran biologi yang akan selalu membosankan. Sesuai namanya Gama (kodok) yang dia bahas hanyalah seputar kodok. Tentang kodok. Hanya kodok. Untuk kodok. Yah, kata sensei itulah Teori Demokrasi Kodok! Apa-apan itu!
Sudah nanti pelajarannya menyebalkan dan di sampingku ada cowok aneh berwajah innocent yang memiliki sifat sedingin es. Kuso..! Apakah ini yang dinamakan neraka?
-0-0-


<Ryuuto POV>

'Ryuu, bukan berarti Mama membuangmu. Tinggallah di Jepang bersama Tou-san mu. Mama tahu, Perceraian kami 5 tahun yang lalu mempengaruhi kepribadianmu yang sekarang. Membuatmu menjadi liar dan tidak tahu aturan, membenci Tou-san mu karena hal itu. Tapi, Ryuu.. Toichi tetap Tou-san mu dan Mama melakukan ini demi kamu.'
     Ah, sial! Kata-kata Mama terngiang lagi. Aku merindukan Mama. Seharusnya aku tak perlu melakukan hal itu. Sekarang aku harus terjebak disini, sekolah di tempat yang ku benci. Ketika mereka menemukanku, aku akan dipaksa tinggal bersama orang yang aku benci.
     Semuanya membuatku merasa sinting! Oh, sungguh apa yang harus aku lakukan. Di sampingku, bahkan ada cewek aneh yang begitu tergila-gila pada Naruto. Anime yang ku benci, anime yang selalu di ceritakan pria iblis itu saat aku kecil disetiap tidurku. Membuat ingatanku tergali lagi.
     Kenapa juga cewek itu menanyakan wajahku yang mirip sekali dengan Naruto? Dari dulu aku mengutuk wajahku ini, walaupun wajahku benar-benar mirip Mama. Aku juga membuang marga pria itu dan memakai marga Mama. Yah, bahkan sampai nantipun ku rasa aku takkan pernah melupakan dosa pria itu.
'Wush..'
     Angin lembut menerpa wajahku. Ku arahkan pandanganku menuju sumber angin itu yang berasal dari jendela disamping kiriku. Ya, jendela yang ada didekat tempat duduk si cewek aneh. "Tutup jendelanya, anginnya mengganggu."
     Cewek itu mengernyitkan dahinya. Membuatku ingin menimpuk wajahnya dengan upil. Biar dia menjerit keras, berlarian dengan barbar dan menjatuhkan imagenya sebagai seorang cewek. Oke, ku urungkan niatku. Itu terlalu sadis. "Nani?"
"Kau tidak dengar. Ku bilang tutup jendelanya."
"Tidak mau!"
"Baka! Dedaunan kotor itu masuk lewat jendela. Itu membuat kotor!"
     Cewek itu hanya menatapku dengan tatapan mengejek. Ia memainkan bolpoin yang ada ditangan kirinya.
"Musim Gugur, membawa angin baru. Peringatan bahwa setiap yang hidup dan tumbuh akan mati. Walaupun mereka mati, mereka akan jadi pupuk untuk kehidupan baru yang terus bertumbuh."
"Terserah kau saja!"
     Aku melangkahkan kakiku keluar kelas. Membolos. Satu kata, yang hadir dipikiranku saat ini. Menyebalkan sekali! Dasar gadis idiot, bodoh, sok keren! Memangnya aku akan terpengaruh oleh kata-kata bijaknya yang seperti bualan itu.
     Aku berlari di koridor. Hanya suara sepatuku yag memantul-mantul memenuhi koridor yang sepi. Tujuanku adalah KANTIN. Tempat keren yang menyediakan makanan lezat, sejuta umat. Untuk meredam kekesalan lebih baik makan bukan?
"Membuang nama marga. Melupakan kenangan saat-saat itu. Menjadi lelaki berhati dingin. Apa kabar Ryuuto, adikku?"
     Suara itu. Sial! Dia pasti akan menyeretku ke rumah pria itu. Kenapa dia bisa satu sekolah denganku, sih? Aku susah-susah mencari apartement yang jauh dari tempat tinggal mereka. Tapi, pria itu masih bisa menemukanku.
"Seperti janji Mama, kau harus tinggal bersama Tou-san."
-0-0-

Next Week

WindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang