"Kau mau kemana? Kabur dariku? Dari tadi aku mencarimu tahu! Kau akan ku seret pulang! Kau tidak mengerti juga, hah!?"
"..."
"Kau bilang apa hah!?"
"..."
-0-0-<Ryuuto POV>
"Kemana saja kau, anak baru?"
Saat pertama kali ku langkahkan kakiku ke dalam kelas. Aku diberondong pertanyaan oleh si ketua kelas. Entah siapa namanya, aku lupa. Anak-anak yang lain melihatku dengan tatapan aneh. Ya, itu sama sekali tidak masalah. Ku langkahlan kakiku menuju kursiku tanpa mempedulikan pertanyaan si ketua kelas.
"Anu.. Yamori-kun. Biarkan saja dia begitu. Sepertinya tadi dia mendadak sakit. Makanya dia ke UKS untuk beistirahat dan meminta obat sebentar."
Cih, cewek aneh itu buka suara. Baguslah, aku tak perlu mencari alasan yang merepotkan.
Aku terduduk dibangkuku sambil menatap keluar jendela. Nyanyian angin yang bergemerisik jujur saja menggangguku. Ditambah daun-daun yang berguguran itu begitu rapuh tak berdaya. Kenapa daun itu tidak melawan saat angin menghempaskannya? Kenapa dia terima saja dengan begitu bodoh? Hah kalau difikir berkali-kali.. Daun itu sangat mirip dengan Ibu yang dengan pasrahnya dicampakkan oleh iblis itu. Yah, tak perlu ku ingat karena itu hanya akan membuatku muak.
"Hei anak baru, Richman-kun! Jelaskan organ reproduksi pada kodok!"
'Deg!'
Efek asyik bengong, aku sampai tak sadar bahwa sudah ada sensei dari tadi. Sial! Kenapa bahasnya seputar kodok, sih?
Sensei menatapku yang berada diujung dengan intens. Oh, aku telah menjadi target si kodok raksasa. Aku pasti mati ditangannya.
-0-0-"Kau tidak mendengarkanku,hah!? Kau tak mengerti materi kodok yang begitu penting dan elegan ini. Kau fikir kau bisa seenaknya di kelasku!?Walaupun kau anak baru aku tak akan segan menghukummu tahu! Kau cepat keluar dan bersihkan ruangan biologi di lantai 3!"
Seisi kelas menatap anak itu dengan pandangan 'Sepertinya kau akan mati ditangan iblis Gama.' 'Bersiaplah menyambut hari kematianmu,Tuan.' 'Sungguh kasian.' 'Aku turut berduka padamu.' Bocah yang sedang dimaki-maki itu mengernyitkan dahinya. Lalu, ia tersenyum menantang. Tersenyum pada iblis Gama raksasa. Entah kegilaan apa yang akan dilakukan bocah itu sampai berani menantang sang iblis. "Oh.. kau berani menantangku?!"
Suara Gama-sensei atau yang dikenal penjuru sekolah iblis Gama mulai meninggi. Matanya melotot seakan-akan ingin meloncat keluar dan menonjok bocah yang sedang asyik tersenyum di ujung sana. "Baiklah, aku mengalah. Aku akan keluar dan membersihkan gudang konyolmu itu..."
".. Ya, itu lebih baik dibanding aku harus mendengar materi tentang kodok yang Unfaedah ini."
Bocah berambut pirang itu melangkahkan kakinya dengan santai. Ia membuka pintu tanpa peduli dengan ekspresi seluruh penghuni kelas. Terdengar dari dalam kelas makian iblis Gama yang memekakkan telinga bagi spesies manusia yang mendengarnya. "Bocah idiot! Kau meremehkanku hah.... bla .. bla.. bla.."
Ya, bocah itu tidak menghiraukannya ia berjalan santai sambil tersenyum. Ia menghembuskan nafas berat, dipejamkan kedua matanya yang menyiratkan kelelahan yang begitu dalam. Mulutnya membuka, seakan-akan ingin berkata. "Hei, ma.. Kau mengirimku ke tempat yang begitu lucu. Aku muak disini. Bisakah aku kembali?"
Matanya terpaku pada lantai yang tampak dingin. Jalannya terseok-seok seperti kehilangan harapan. Kakinya mulai menapaki anak tangga satu persatu. Ya, bagaimanapun juga ia sadar, mamanya takkan mau menerimanya kecuali ia lulus SMA di Jepang.
-0-0-<Ryuuto POV>
"Disana kotor. Disini kotor. Dimana-mana hatiku kotor.. Syalala.."
'Huft...'
Aku menarik nafasku dalam-dalam. Ku dudukkan pantatku dikursi yang tampaknya sudah tua dan reyot. Tatapanku tertuju pada kemoceng warna warni yang ku geletakkan di atas meja dengan rasa tidak bersalah. Aku jadi berfikir, alangkah indahnya hidupku kalau aku seperti kemoceng yang berwarna warni. Ia membersikan debu setebal apapun dengan tegar. Bahkan, kadang mau tidak mau ia harus berurusan oleh kotoran tikus. Tapi, ia tetap tegar membersihkannya tanpa mengeluh bau. Aku jadi ingin sepertinya...
Oke, mungkin karena lelah dan banyaknya debu yang tersangkut diparu-paruku, otakku jadi hilang akal begini. Ya.. dengan kata lain mungkin aku sudah gila.
Sekarang jam berapa ya? Tidak terasa sepertinya sore telah tiba. Ku alihkan pandanganku dari sesosok kemoceng itu ke sesosok matahari yang seolah mengucapkan 'Goodbye' sambil tersenyum malu-malu dengan pipinya yang merona dengan warna orange yang menentramkan hati. Dia dikeliling oleh awan-awan yang seolah memeluknya hangat. Ya, seperti keluarga.. Sial, apa yang kupikirkan, sih?!
'Drap..Drap.. Drap..!'
"Kenapa kau tak kembali ke kelas? Mau tidak mau aku harus membawakan tasmu, kan! Ketua kelas bodoh! Dia menyuruhku senaknya terus dia fik.."
"Hei! Diamlah! Kau membuatku pusing! Tau-tau datang lalu, ngomel kayak emak-emak! Kamu fikir aku gak capek hah!?"
"Siapa suruh cari gara-gara sama Gama-sensei? Haha lucu, deh!"
"Mana ku tahu! Aku sedang memikirkan hal lain tadi!"
Ya, suara langkah kaki tadi milik cewek aneh fans girl Naruto. Tanpa basa-basi lagi dan tanpa mau melanjutkan perdebatan kami, ia menarik kursi di dekat pintu dan menaruhnya disampingku. Ia mendudukkan pantatnya senyaman mungkin. Disodorkannya tasku yang berwarna silver itu. Sepertinya dia begitu keberatan membawanya. Tapi, sejujurnya aku berterima kasih karena aku jadi tak perlu repot-repot mengambilnya ke kelas. Walau sejujurnya aku malas mengatakan terima kasih padanya.
"Yasudah aku pulang duluan."
"Tunggu! Lebih baik kita pulang bersama. Akan ku antar."
Ia bangkit dari duduknya dengan santai. Gadis itu melirikku lalu mengangguk singkat. Ku pakai tas kebanggaanku lalu, menyusul langkahnya dengan setengah berlari. Untuk seukuran gadis, jalannya cepat juga.
Suara sepatu kami memantul-mantul di koridor. Sinar si matahari yang tadi menyusup dengan nakal dari balik jendela kaca disampingku. Terlihat gadis itu menatap si matahari yang tadi sambil tersenyum kecil. Ia terus berjalan tanpa memedulikanku yang ada disampingnya. Hei, memangnya aku tak layak dipandang!? Aku bahkan lebih keren dari si matahari itu.
"Menurutmu Kato Yamaji-kun seperti apa?"
Ia menengok kearahku. Matanya menatap diriku dengan rasa penasaran. Mata hitamnya bertemu dengan sapphireku. Huft, kenapa tiba-tiba wajahku memanas. Padahal panas si matahari tak terasa padaku. Jujur, menurutku cewek fans girl Naruto ini cukup manis, walau kelakuannya agak minus, sih.
"Aku bertanya padamu, baka!"
Pipinya menggembung. Ekspresinya sungguh menggemaskan sekarang. Ah, lupakan itu Ryuuto! Kau bodoh kalau terus memikirkan hal tak berguna begini. "Kau lebih tahu tentangnya bukan? Sudah 5 tahun aku tak bertemu dengannya. Ia pasti telah banyak berubah dibanding dulu. Lagipula kau tampak akrab dengannya, yakin gak tahu apa-apa tentang dia?"
"Tidak. Aku tidak tahu. Orang itu aneh menurutku."
"Aneh?"
Apa yang terjadi pada aniki saat aku tak ada?
-0-0-<Mikasa POV>
Pemuda pirang itu terdiam. Matanya menatap lantai koridor dengan serius sepertinya ia sedang berpikir. Apa aku salah bicara?
"Yo, otouto!"
Suara itu.. Kato Yamaji-kun. Pemuda bersurai hitam itu berlari menghampiri kami dengan terengah. Ia menatapku lalu, tersenyum. Mata hitamnya tampak kesal saat ia menatap adik bodohnya.
"Kau mau kemana? Kabur dariku? Dari tadi aku mencarimu tahu! Kau akan ku seret pulang! Kau tidak mengerti juga, hah!?"
"Kau aneh."
"Kau bilang apa hah!?"
"Sudahlah tak usah berteriak begitu. Tak enak dilihat cewek ini. Kau pulang saja aniki. Jangan memaksaku."
Mata hitam kelamnya menatap sapphire adiknya yang tampak lelah. Ya, alasanku mengatakan Kato Yamaji-kun aneh, karena ia seolah-olah memiliki kepribadian ganda. Sekarang aku melihat pancaran matanya begitu bengis menatap adiknya yang tengah berkali-kali menghembuskan nafas tanda lelah. "Aku tak mau memaksamu. Tapi, fikirkanlah posisiku. Tou-san bisa membunuhku kalau tak bisa membawamu pulang!"
"Aku jadi penasaran bagaimana kau terbunuh ditangan iblis itu, nii-san."
Yamaji-kun tampak geram. Ia menarik tangan adiknya lalu, berlari meninggalkanku. Setelah agak jauh ia berteriak padaku sambil melambaikan tangannya. "Arigatou, Mika-hime! Telah membantu adikku hari ini! Jaa-ne..!"
Aku tak membalas ucapannya. Mulutku kaku. Lidahku kelu. Aku hanya dapat melihat Richman-san yang ditarik dengan paksa. Aku tak bisa menolongnya. Tak berhak menolongnya. Ini masalah keluarganya. Aku tak tahu kenapa tapi, perasaanku pada keluarga itu benar-benar tidak enak.
Kini tinggal aku sendirian di koridor sekolah. Aku masih merenungkan kejadian tadi. Benar, sejak awal sudah ku putuskan untuk tidak lagi berhubungan dengannya. Jadi, tak usah dipikirkan, bukan?
-0-0-Next next or next
KAMU SEDANG MEMBACA
Wind
Teen FictionDibalik musim gugur ini, aku menemukanmu. Terpaut dalam jarak yang tak mungkin bisa ku gapai. Bagai angin yang berhembus, perasaanku ikut terbawa. Mengalir indah bersama daun-daun gugur. Tentang kamu, Ryuuto.