Pagi yang indah, sangat sayang untuk dilewatkan, aku saja mengakhiri tidurku ketika matahari pagi menyapa dengan sentuhan hangat diwajahku lewat jendela yang sudah bundaku buka, ntah aku sangat senang ketika angin bersiul dengan hangatnya matahari.
Aku tinggal di dekat pantai Paradise, pantai indah yang menjadi impian tourish untuk berkunjung disini, belum lagi penduduk disini seperti kami sangat ramah akan kedatangan toriush dari luar. Air laut yang masih jernih dan asri, tempat rumah makan yang bervariasi, dan tebing putih besar yang menjadikan penulis dan photographer berimajinasi.
Aku bercermin sebentar, aku dapat melihat dengan jelas yang sudah aku dambakan sedari dulu, kulit mulus dan putihku ini selalu kurawat meski tinggalku dekat pantai dengan matahari yang selalu menusuki kulit-kulit manusia dengan jahat, dan mataku yang sedikit sipit serta alisku yang lebat sudah terbentuk sempurna sejak lahir, tak kalah juga bibir merahku yang menjadi sorotoan kaum adam, ehehe.
Namun yang ku kesali sajak lahir adalah hidungku, dia kecil dengan lubang dua juga kecil, tapi tenang saja aku masih bisa bernafas layaknya manusia-manusia yang diciptakan oleh tuhan.
Aku menyisir rambutku agar tetap lurus dan lembut lalu pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan bakteri bakteri yang sudah menumpuk sedari malam. Malam tadi aku belum mandi, bukannya jorok hanya saja tubuhku sudah terlalu lelah karna ulah Anya. Semalam kami mengejar tukang skuteng, tadi malam memang sangat dingin dan momen yang pas sekali jika minum dengan minuman hangat, namun keyakinanku sudah memuncak akan tingkah abang sekuteng yang berjualan dengan mengendarai motor berlaju kencang, heran dia niat jualan ga sih? Ngebut dan memakai earphone! Ah yang benar saja, dengan tingkah abang itu kami di buat berlari larian sejauh 3 km dari rumah, sampai-sampai kami tak sanggup pulang lagi dan memutuskan untuk menaiki ojek saja.
Setelah mandi aku menuruni anak tangga dan mendapatkan bundaku yang sedang menyiapkan roti panggang, akupun langsung mengambil roti itu dan menyapa bundaku sesaat.
"pagi bunda"sapaku, yang dibalas senyuman manis bunda.
Akupun menyantap dengan lahap roti yang dibuat bunda, dan berpamitan untuk bergegas menaiki sepeda melaju kearah sekolah.
....
" Shof, kimia Ada PR lho." Sapa Anya di pagi hari. Yang dibalas dengan kekejutanku, karna aku kira tidak ada PR, makanya aku santai sedari tadi. Akupun langsung berlari memasuki kelas dan mengambil buku Keenan-cowo rangking satu dikelasku- untuk menyalin PR miliknya.
" nyontek teruusss, nyontek"seru keenan dari depan pintu dan berjalan mengarahku.
"diam! Berisik tau"aku yang terburu-buru semakin kesal karna ulah keenan.
"udah nyontek, galak lagi." keluh keenan, melihat tingkahku.
Aku semakin kesal, dan mendiami keenan. Dia ini bukannya pelit masalah PR dia hanya senang menggodaiku ketika terburu-buru seperti ini.
"Assalamualaikum"salam ibu guru kimia yang memasuki kelasku, aku yang melihat guru sudah datang langsung menerobos tulisanku dengan kecepatan kilat. Huaaaaaaa ayo-ayo, jangan sampe dihukum lagi.
Aku semakin kilat ketika guru itu mengucapkan "PRnya dikumpulin di depan meja barisannya masing-masing" siaal- siaall.
Aku melihat buku keenan yang sedangku contek, dan melihat sedikit lagi PR-ku sudah selesai. tiga soal lagi, ayooo-ayooo tiga soal lagi.
Sialnya aku berada dibarisan paling ujung depan meja guru, dan guru itu menghampiri barisan kami untuk pertama kalinya.
"barisan ini cuman ada 9, satu lagi mana?"Tanya guru itu. Oh shit!
"Shofie, Shofie, shofie kamu lagi. cepat kamu keluar dari pelajaran saya hari ini."perintah guru itu padaku.
"tapi bu, dikit lagi saya selesai ko"ucapku memelas. Ibu itu menghampiriku melihat bukuku dan ah sial dia melihat buku Keenan yang sedang kucontek.
"sudah lama, menyontek pula. Cepat keluar kamu bersama Keenan dari pelajaran saya."bentak guru itu sadis, dan pastinya keenan marah denganku kali ini, karna bakat menyontekku yang kurang cantik.
Ketika langkahku keluar dari pintu, aku mendapatkan jitakan kasar Keenan yang ku anggap itu jitakan kasih sayang, (ini hanya untuk menghibur diriku sendiri)
Aku hanya menyengir manja kearah Keenan, dan mencubit-cubit kecil lengan kirinya.
"jangan marah padaku, kumohon"ucapku memohon pada keenan.
"diamlah"ucap keenan acuh. Dan menepis lengan kirinya.
"di kedai Biru, ada menu kue terbaru, judulnya apa yah? O iya judulnya kue kulit jeruk, aku pastikan kau penasaran yakan?"ucapku membuka topic namun ditanggapi dengan acuh oleh Keenan, keenan terus memainkan ponselnya. Kami sekarang sedang duduk di depan kelas.
"dan aku akan men-traktirmu nanti sore, bagaimana? Kau mau?" tawarku, yang masih saja tidak di respon oleh Keenan.
"dan boleh nambah"tawarku lagi yang masih dapat balasan yang sama. Dia benar-benar mengacuhkanku, ternyata.
"dengan minuman caramel macchiato" tawarku lagi.
"oke." Balas Keenan yang kini menghadapku. Sial! Minuman caramel macchiato itu menu minuman termahal dikedai Biru.
" dasar kau ini, murahan"celetukku.
"biarkan saja, yang penting aku mendapatkan traktirannya"jawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beach, and you
Teen FictionKau itu pelita disaat gelap menemani Tanpa terucap kita saling mengerti Namun aku tidak mengerti apa namanya ini Yang kutau ini lebih dari cinta dan kebaikan hati. -shofie Cerita dua insan yang berbeda agama, namun seirama.