Salahin Profesinya atau Orangnya?

882 100 13
                                    


Di depan pacarnya, Aru santai saja tersenyum kepada gadis lain.

Di depan pacarnya, Aru biasa-biasa saja bersenda gurau dengan gadis lain.

Di depan pacarnya, Aru nggak masalah menggoda gadis lain.

Pacarnya? Entahlah, yang bisa dia lakukan cuma diam. Diam-diam melihat, diam-diam menjelajah nyeri, diam-diam sembunyi di balik kata cemburu.

Salah Aru?

Bukan. Aru nggak salah. Pacarnya juga nggak salah. Salahnya adalah komitmen yang udah mereka buat.

Pacar Aru kadung cinta sama Aru. Benar-benar cinta. Sampai kalau Aru melakukan hal paling gila sekali pun, dia bakal tetap cinta.

Aru toh adalah sejenis lelaki yang memang gampang diberi cinta. Pembawaannya menyenangkan. Wajahnya nggak tampan atau sempurna, tapi kaum hawa nggak bakal bisa berani berpaling kalau belum tahan ngelihatin tampangnya minimal empat menit. Tampang Aru, semacam ada magnetnya.

Nicholas Saputra yang sekarang udah jadi full-time traveler itu juga nggak cakep-cakep amat, kan? Dibanding Mike Lewis atau Keenan Pearce, ketampanan Nicho mungkin nggak terlalu wah. Tapi dia berkharisma. Itulah yang bikin para gadis kepincut sama Nicholas. Seperti itu lah Aru.

Arudika Azzaka. Lelaki biasa, doyan senyum, jahil, penebar serbuk tawa, kawan paling inisiatif, penggerak semangat, penengah di kala teman-temannya marah.

Tapi ....

Arudika Azzaka, dia adalah lelaki dengan kadar kepekaan yang rendah banget.

Aru nggak peka saat pacarnya cemburu, Aru nggak peka saat pacarnya sakit hati, Aru nggak peka saat pacarnya minta diprioritaskan, Aru nggak peka saat pacarnya diam-diam minta diperhatikan.

Kalau ditegur sama sahabatnya, Aru akan jawab, "Bisa nggak cewek-cewek itu berhenti ngasih tahu sesuatu pakai kode?"

Tsk!

Siapa yang bilang kalau cewek itu selalu benar dan cowok selalu salah? Di dunia Aru, yang kayak begitu nggak berlaku.

Bukan pemecah kode. Aru bukan anak pramuka, atau punya pendidikan dasar untuk profesi detektif, atau polisi, atau whatsoever!

Aru nggak peduli sama perasaan yang ditutup-tutupi. Maunya, kalau seseorang ngerasa marah, luapin aja. Atau saat seseorang punya masalah sama dia, ungkapin. Mau itu cowok apa cewek, bilang aja yang jelas. Nggak usah pakai kode.

Balik lagi, karena Aru adalah manusia yang punya kadar kepekaan rendah.

Sebagai pacarnya Aru, gadis asli Jakarta bernama Syarra harusnya udah mempersiapkan diri buat segala kemungkinan terburuk. Termasuk, menghadapi sikap Aru yang nggak peka dan lebih sering mendahulukan kepentingan orang lain dibanding kepentingan dirinya sendiri atau Syarra.

Sebagai pacarnya Aru, Syarra juga udah belajar buat nggak bergabung sama cewek-cewek pemberi kode. Kenapa? karena Aru nggak jago mecahin kode.

Sebagai pacarnya Aru, Syarra juga udah bisa mengalah. Toh, Aru memang seperti itu. Terlalu baik dan sosial.

Sialnya, sekali-kali Syarra juga ingin merasa dispesialkan. Syarra juga ingin dilihat sebagai pacar, yang sekali pun nggak butuh bantuan tapi pacarnya tetap datang buat membantu.

Sepele, diantar ke kampus. Atau ditemenin belanja bulanan. Atau, sederhananya, diajak malam mingguan.

Seminggu dua minggu, Syarra masih diam-diam saja dengan ketidak pekaan Aru. Tapi ini udah hampir dua tahun.

Dengan hubungan yang penuh cinta tapi kerasa hambar, Syarra mulai bertanya-tanya. Syarra mulai menuntut. Tapi lagi, Aru salah kalau semua cewek bisa diajak ngomong blak-blakan.

Prakteknya, Syarra nggak bisa seeksplisit itu mengutarakan keinginannya terhadap Aru.

Ada saat-saat di mana Syarra lebih baik diam dari pada harus memancing perhatian Aru.

Syarra pikir, akan tiba saatnya nanti ketika Aru bakal memperlakukan dia kayak putri. Don't know when, tapi Syarra percaya hal itu akan tiba nanti.

***

"Kita ... udah lama nggak malam mingguan ya, Ru?" Syarra tersenyum kecut sambil menatap Aru yang lagi sibuk menata piranti DSLR-nya.

"Nggak papa. Ngurang-ngurangin dosa kan jadinya. Jarang berduaan." Aru ... memang secuek itu. Syarra sampai melengos karena jengah dengan jawaban Aru yang gitu-gitu aja.

Klise. Munafik. Cuek. Apalah itu namanya.

"Kalo emang kamu seenggak mau itu buat nyari mudharat, ngapain aku dipacarin?"

Sebuah lensa wide yang nyaris tersimpan dengan manis di dalam tas kamera, berhenti di awang-awang. Senyum Aru terbit dengan bebas. Ia bahkan menatap wajah Syarra sambil mengerling jail. "Terus, kamu mau aku putusin aja gitu?"

Syarra menoleh. Wajah ayunya raib berganti dengan amarah yang ketara banget di gelegar matanya. Ayolah, seenggak penting apa coba hubungannya dengan Aru, sampai Aru tega ngomong seperti itu dengan entengnya?

"Kamu mau mutusin aku?" Syarra balik bertanya.

Yang ada, Aru malah tertawa. Nggak peduli dengan beberapa pengunjung cafe bernuansa K-Pop yang lagi mereka tongkrongin saat ini. "Lucu banget sih, Sya, kalau lagi ngambek gitu?"

Syarra menghela napas. Harus super sabar memang kalau lagi berhadapan dengan pacarnya. Punya pacar bloon salah, tapi punya pacar yang kelewat 'pinter' juga salah. Apa-apa bisa dibalikkin. Nggak bisa disalahin. Nggak rela dicari celah salahnya di mana.

"Jadi, malam Minggu ini kamu ke mana lagi?" Fokus Syarra kembali lagi ke hidangan kue beras berbumbu merah yang hingar bingar pedasnya. Tangannya mencapit sumpit. Lalu mengarahkannya ke tteobeokki di piring dengan gemas.

Hanya menghancurkannya, tapi nggak berniat buat dimakan. Nafsu makan Syarra terbang entah ke mana belakangan ini, sejak sifat cuek Aru semakin menjadi-jadi.

"Ke Pantara. Bawa 20 tamu dari Manila. Keren, kan?"

Apanya yang keren?

Menyenangkan hati orang lain tapi hobi membuat sepi hati pacarnya sendiri.

"How long?"

Aru tampak berpikir sejenak, jawabannya nggak sesusah itu buat dia jawab, ia hanya ingin berusaha kelihatan lagi berpikir aja. "Two days one night."

Syarra memutar bola matanya. Lagi, diam-diam dia jengah. "Kalau bawa tamu dari luar negeri, biasanya, kamu udah mulai hectic dari Jum'at atau kalau nggak Kamis. So, minggu ini kita ketemu cuma sekali gitu?"

"Yap. Pacarku ini emang pinter banget!" Tangan Aru menjulur, mengusap-usap rambut Syarra dengan sayang. "Aku jemput mereka di bandara hari Kamis. Jum'atnya mereka city tour Jakarta, Sabtu baru nyebrang ke Pantara. Then, Minggu sore baru sampai di Jakarta lagi. Ya, jam lima atau jam enam lah. Terus drop mereka dulu ke hotel. Besoknya, antar mereka ke bandara. Penerbangan siang mereka. Terus ...."

"Terus kamu balik ke rumah lagi paling malam. Habis itu kamu editing foto sama video hasil bidikan kamera kamu buat disetor ke kantor. Selasa kamu ke kantor buat evaluasi trip. Rabu kamu hibernasi. Kamis kamu presentasi. Jumat mulai packing. Bisa jadi Sabtu atau Minggu kamu berangkat lagi. Gitu, kan?" Syarra mengatakannya dengan sangat lancar dan tenang.

Cuma kalau diperhatikan baik-baik, ada nada jengkel yang terselip di sana. Aru juga sadar. Tapi, entahlah. Dia merasa nggak terlalu penting buat menanggapi kejengkelan Syarra.

Cemburu kok dengan profesi pacar?

Arudika Azzaka, please notice this, hati cewek nggak sesederhana itu.


***Love Grammar***

LOVE GRAMMAR ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang