Mulmed: Etude in A Minor: Op. 740 No. 31 by Czerny
***
"Wait. They don't love you like I love you."
***
Sergio
"Gadis itu telah kehilangan akal sehatnya!"
Aku tersedak salivaku sendiri saat melihat tubuh mungil Anna masuk ke dalam ruangan ini dan berlalu begitu saja melewatiku seakan semuanya baik-baik saja. Shit. Ini bahkan baru lewat empat hari dari saat aku menggendongnya yang kesakitan di punggungku dengan kondisi kaki mengenaskan hampir akan diamputasi.
Dia gila!
Dan seakan-akan kejadian empat hari yang lalu itu bukanlah hal besar, dia sekarang berjalan dengan manis dalam balutan gaun balet berwarna putih gading miliknya sambil menebarkan senyum termanisnya kepada seluruh orang yang berada di dalam ruangan ini. Termasuk padaku. Lucunya, tidak sampai tiga detik mata kami bertemu, senyuman Anna mendadak hilang berganti dengan wajah kakunya yang ketakutan.
Tentu saja dia tahu aku marah.
Tentu saja aku pantas marah karena dia mengabaikan saran dr. Brown.
Dia benar-benar bodoh.
Tidak peduli dengan sesi latihan yang masih berjalan, aku sengaja berjalan mendekatinya. Satu langkah aku semakin dekat dengannya, satu langkah pula Anna mundur ke belakang. Sampai akhirnya dia benar-benar terpojok karena tidak ada lagi tempat dia bisa kabur. "Apa yang sedang kamu lakukan disini?" tanyaku dengan nada tenang yang kubuat-buat.
Aku ingat hari dimana Anna tengah melakukan en pointe berputar yang sempurna lalu tiba-tiba kecelakaan itu terjadi. Entah apa yang terjadi Anna tidak dapat mengontrol gerakannya sendiri lalu dia terpental dan tersungkur begitu saja ke lantai. Semua orang yang ada di tempat kejadian menahan nafasnya melihat kejadian yang begitu cepat itu. Sementara aku, kukira jantungku berhenti berdetak saat kulihat tubuhnya terbanting keras ke lantai kayu dan dia langsung kehilangan kesadarannya begitu saja.
Dokter yang merawatnya mengatakan kepala Anna terbentur keras saat terjatuh dengan kondisi kakinya yang terkilir mengenaskan. Persendiannya bergeser tidak pada tempatnya dan tulangnya ada yang patah. Saat Anna terbangun dan menyadari kakinya tidak dapat digerakkan, dia menangis sejadi-jadinya.
Aku mengerti betul perasaannya karena bagi penari ballet seperti kami, sepasang kaki yang kami miliki ini bagai berlian-terlalu berharga.
Anna murung berminggu-minggu sampai akhirnya dokter membawa kabar bahagia tentang kondisi kakinya yang mengalami kemajuan pesat. Dia kembali menemukan keceriannya. Dia semangat mengikuti terapi agar dapat berjalan dengan baik dan setelah itu dia latihan ballet lebih keras dari siapapun demi mengembalikan performa semulanya. Sayangnya Anna kadang terlalu memaksakan diri sampai melebihi batas yang mampu dia hadapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sacrifice
ChickLitAnna Dua hal yang begitu kucintai di dalam hidupku, ballet dan dia. Aku terlalu mencintai keduanya sampai aku takut aku akan hancur jika aku kehilangan salah satu dari mereka. Tapi pernahkah kalian mendengar jika kita tidak bisa memiliki kedua hal y...