One

51 4 0
                                    

" Mama..........dasi abu abu aku kok gak ada si? Ih kesel banget deh!"
Teriak seorang gadis dari arah kamarnya menuju dapur untuk menemui sang mama dengan kesal.

" Apa sih kamu ini pagi pagi kerjaannya teriak teriak mulu. Mama nggak tau dimana dasi mu itu, mama kan udah selalu bilang ke kamu siapin perlengkapan sekolah dari semalam, Rifa!".

Ya, gadis yang sibuk mencari dasi abu abu berlogo SMA N 1 BANDUNG itu adalah Rifa Dena Susanti. Gadis yang selalu ceroboh dalam meletakkan barang-barangnya, terutama dasi abu abu miliknya.

Sambil nyengir gadis itu berkata, " Heheh...abisnya kan malem itu buat istirahat mama, apalagi kalo besoknya hari senin harus siapin tenaga ekstra buat upacara."

" Ma...bantuin ya, sekali ini aja."
Bujuk Rifa sambil menggelayuti lengan mamanya dengan manja.
" Iya iya mama bantuin cari dasimu itu."

5 menit setelahnya, mama Rifa membawa dasi tersebut dan meletakkannya ke atas tangan Rifa yang tengah asik memakan nasi goreng buatan mama tercintanya itu.
Senyum Rifa mengembang ketika dasi abu abunya ditemukan.
" Makanya kalo taruh barang tuh yang bener, masa dasi bisa ada di tong sampah." omel Mama Rifa kepada anak gadis semata wayangnya itu yang sekarang sibuk menghabiskan nasi goreng yang menurutnya paling enak sedunia.
Eggg....
" Kenyang Ya Allah."
" RIFA! KAMU.."
" Ma Rifa berangkat, Assalamualaikum." Teriaknya dari arah pintu depan menghentikan ucapan sang mama.
Mama Rifa hanya menggelengkan kepala nya melihat tingkah laku anak semata wayangnya yang ajaib.

Gerbang berwarna hijau itu sudah tertutup dengan sempurna, gadis itu memandang gerbang tersebut dengan tatapan kesalnya.
" Bapak bapak bukain gerbang reot ini dong..." Teriak sang gadis dengan nada kesal.

" Maaf ya neng, tapi eneng teh terlambat jadi sesuai aturan yang ada di sekolah saya tidak diizinkan untuk membuka gerbangnya." Ceramah Pak Sofian, satpam gerbang yang badannya beuh...mengalahkan gentong air.

" Pak please.... Bukain gerbangnya Rifa janji deh gak bakal telat lagi." Mohon Rifa sambil menunjukkan puppy eyes andalannya.

Pak Sofian menghela nafas dengan kasar. " Ya sudah saya bukain. Tapi inget jangan telat lagi ya!"
Ucap Pak Sofian sambil membuka pintu gerbang.

" Makasih Pak, Rifa sayang deh sama bapak."

Rifa berlari sekuat tenaga menuju kelasnya yang berada di lantai 3 dan paling ujung.
Kelas ' XI IPS 3 ' sudah di depan mata. Rifa membuka pintu dan......
" ASSALAMU'ALAIKUM TEMAN-TEMAN, RIFA CANTIK SUDAH DATANG...." Teriaknya ketika sudah memasuki ruang kelasnya.

Rifa tidak tahu saja sang guru sosiologi tengah menatapnya dengan tatapan kemarahan yang memuncak sehingga bumi pun ikut merasakan aura negatif tersebut. Berbeda dengan sahabat-sahabat Rifa, yang bernama Aisyah, Meira, dan Dina. Mereka bertiga mencemaskan keadaan Rifa.

" RIFA DENA SUSANTI. KENAPA KAMU TERLAMBAT?!"

Dengan wajah innocent disertai cengiran khasnya Rifa mendekati sang guru sosiologi dan mencium telapak tangannya.
" Assalamualaikum Pak Dibun. Hehe apa kabar pak? Maaf Pak tadi saya terlambat gara-gara ehmm..."
Rifa menggaruk-garuk rambutnya sambil memikirkan alasan yang tepat agar dia dibebaskan dari hukuman Pak Dibun. Ih...memikirkannya saja sudah membuat Rifa bergidik ngeri.

" Gara-gara oh itu Pak saya harus ngebersihin kolam ikan saya di rumah pak. Hehehe"

Ketiga sahabat Rifa merutuk kebodohan sahabatnya yang tidak pandai mengarang alasan. Hufft...pantas nilai ulangan bahasa indonesia nya jelek.

" Cepat bersihkan toilet dari lantai satu sampai lantai tiga. Dan jangan kembali sampai toilet tersebut benar benar bersih!" Titah Pak Dibun dengan nada yang tidak dapat dibantah.

" Hufft... Iya pak."

Sembari berjalan Rifa terus menyumpah serapahi sang guru dalam hati. Mana berani dia ngomong langsung sama tuh guru, yang ada disuruh bersihin satu sekolah dia.
Kesel banget anjir. Itu guru seenak pantat aja ngasih hukuman. Gua sumpahin tuh kepala tambah botak biar kayak si ipin.

Rifa terus mengumpat dalam hati hingga tak sadar matanya menuju ke arah lapangan basket yang menampilkan seorang remaja laki-laki yang sedang memasukkan bola ke dalam ring basket.

Rifa memandangi laki-laki itu.
Laki-laki yang dia sukai sejak pertama kali dia menginjakkan kaki di SMAN 1 Bandung. Tak sadar kaki nya melangkah mendekat ke arah laki-laki tersebut.
Senyum manis terbit di wajahnya menggantikan wajah cemberutnya hanya karena melihat sang laki laki yang disukainya.

" Fajar." Teriak laki-laki bernama Dimas yang notabene nya adalah sahabat dari orang yang dia panggil.

Ya, laki-laki yang tadi bermain bola basket sekaligus seseorang yang disukai oleh Rifa Dena Susanti. Dia bernama Fajar. Fajar Kusuma Wijaya.
Laki-laki yang membantunya menjalani hukuman dari kakak senior nya ketika dia menjalani MOS.

Mendengar namanya dipanggil Fajar pun menoleh.
" Apaan Dim?" Jawabnya sambil terus memainkan bola basket di tangannya.

" Bu Dini udah masuk kelas anjir. Dan lu santai aja di sini. Masuk ayok!"

Mendengar nama Bu Dini, Fajar langsung menghempaskan bola nya begitu saja.
Ya... Siapa yang tidak tahu Bu Dini. Memang dia guru yang cantik dan masih muda, tapi jangan lihat dari tampilannya karena dia termasuk guru ter ' ganas ' di sekolahnya.

" Ayok cepet masuklah."

Mereka berdua berlari begitu saja.
Meninggalkan Rifa yang sedang menatap kepergian keduanya, ah lebih tepatnya ke arah Fajar dengan senyuman yang tadi nya ceria digantikan dengan senyuman miris.

Kapan kamu bisa ngeliat aku, Fajar Kusuma Wijaya?. Batin Rifa yang menahan perasaannya selama lebih dari satu tahun lamanya.

" Ah elah lupa kan gua. Gua kan tadi lagi di hukum. Mampus."
Gerutunya sambil berjalan untuk membersihkan toilet.

Setelah berkutat dengan alat-alat kebersihan selama 2 jam lebih akhirnya Rifa menyelesaikan hukumannya bertepatan dengan bel istirahat berbunyi.

" Kampret emang tuh guru. Anjir capek banget gua."

Rifa melihat ke arah jam tangannya yang menunjukkan pukul 10:10.

" Wah...jam istirahat nih. Kantin ah.."

Rifa berjalan dengan santai nya menuju kantin. Hingga...

" Rifa"

" Apaan?" Balasnya serta menghadap pada ketiga sahabatnya dengan muka malas.

" Gimana Rif? Enak di hukumnya?"
Tanya Meira dengan maksud menggoda Rifa.

" Pala lu enak. Cape badan gua. Ingin gua berkata halus pada si Pak Dibun."

Seketika tangan seseorang memukul kepalanya dengan tidak berperasaan.
" Berkata kasar ege. Bukan halus. "
Greget Aisyah kepada sahabatnya.

" Rif mau kemana? Kantin kan? Ayok. Bosen gua ngeliat kalian bertiga terus terusan begitu."

Ketiga gadis tersebut langsung cengengesan tidak jelas setelah mendengar perkataan sahabatnya yang sudah pergi meninggalkan mereka. Dan mereka pun menyusul Dina, gadis yang mungkin otaknya paling waras diantara keempat wanita tersebut.

Mereka berempat menuju ke kantin dan mulai menyantap makanan kesukaan mereka.

FAJARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang