"Nat, anter gue ke PKM yuk!"
"Ngapain Ta?"
"Ikut donor darah."
"Wah, asyiiik. Hayuk!!!"
Sebenarnya Natasya senang diajak Gita ke PKM bukan untuk ikut-ikutan donor darah. Maklum, Natasya kan masuk kategori kurus. Ia senang karena biasanya yang sudah donor darah dapet jatah snack. Kebayang kan targetnya apa?
Dulu, Gita dan Natasya bisa memotong jalan melewati Lab School UPI yang terletak di tengah-tengah kampus. Tapi entah sejak kapan gerbang barat dan timur yang bisa jadi jalan pintas JICA-PKM ditutup. Alhasil, mereka harus menempuh jalan memutar.
Natasya senang karena salah satu sahabatnya aktif di KSR. Kalau sedang tidak ada pasien, Natasya bisa ikut cek berat badan dan tensi. Gratis. Hehe.
Lantai dasar PKM sudah disulap. Beberapa bed screen 3 panel atau sering disebut tabir pemisah antar pasien sudah berdiri di sana sini.
Natasya yang selalu mengekor Gita ikut-ikutan datang ke meja pendaftaran. Ia tak mau sumber rezekinya kabur begitu saja.
"Lo nggak usah liat..." Gita menutup mata Natasya saat dirinya ditimbang.
"Nggak papa kali Ta..."
"Ogah. Noh, sana lo timbang juga. Badan kurus kering kerontang gitu..."
"Beuh, belom tau kalo badan gue kayak model?"
"Iya model pengusir kecoak. Hahahah"
"Sialan lo..."
Gita dan Natasya memang sering saling meledek. Tapi mereka tahu itu semua hanya main-main, alias hanya di mulut saja. Tak sampailah hati mereka tega meledek teman sendiri.
"Hyeee... 43!!! Gue naik 1 kilo!!!"
"Ah Nat, segitu aja lo hebring. Gue dong... Udah naik 2 kilo."
"Eh, Dhev... Sejak kapan lo di sini?"
"Lo lupa kalo gue itu panitia, Nat? Ya udah dari tadi pagi kali?!"
"Iye gue tau tadi lo pas berangkat juga kan nggak sempet mandi. Hehe..."
"Eh, jangan bongkar kartu gue dooong..." Dheva langsung menyekap mulut Natasya.
"Hehe... Maksud gue dari kapan lo ada di belakang kita?"
"Eeh bukan kita keles, tapi kami. Inget tuh kata Pak Rudi." Gita mengoreksi ucapan Natasya yang menggunakan kata 'kita' untuk mewakili Natasya dan Gita.
"Iyyee gue inget. Pake kita kalo lawan bicara jg ikut yang dimaksud kan?"
"Yepp... Tuh lo inget, tapi nggak dipraktekin."
"Praktik Gita... Bukan praktek." Giliran Dheva yang mengoreksi.
Ketiganya lantas tertawa.
"Udah ah, nggak akan beres-beres kalo terus ngebahas ejaan. Dhev, dimana cek tensinya?"
"Tuh, meja kedua."
Natasya melanjutkan obrolannya dengan Dheva sementara Gita cek tensi.
"Gimana hasilnya Ta?" Natasya yang melihat Gita berjalan ke arahnya bertanya.
"Gue nggak bisa donor. Tensi gue lagi tinggi..."
"Yaaaaah... Gue nggak jadi dapet bubur kacang ijo gratis doooong..."
"Eh, Nat lo tuh ya, bukannya sedih gue nggak bisa donor malah sedih gara-gara burcang! Lagian kalo pun jadi itu kan jatah gue. Buat balikin energi gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious
Teen FictionPernah ngerasa kalo lo salah masuk jurusan? Hidup lo penuh konflik? Pengen tau seluk beluk anak kuliahan atau sekedar ingin nostalgia dengan sejuta ceritanya? Kalo ya, berarti lo harus baca buku ini! "Teruslah memberi arti bagi setiap orang yang kau...