Blue. 4

153 19 2
                                    

Davin dan Gisha terjebak pada keheningan yang memuakan, mereka sama-sama ingin berbicara tapi tidak ada satu pun dari mereka yang berani memulai, sudah tiga puluh menit berlalu tapi mereka masih saling diam, kalau saja ini adalah salah satu dari scene film romantis, mungkin sudah ada backshound lagu pelangi di matamu.

Tiga puluh menit, kita di sini tanpa suara.

Jangan nyanyi, karena ini serius, menyangkut kematian manusia yang begitu tampan, kehilangan satu spesies makhluk tampan termasuk bencana yang haqiqi bukan?

"Gisha, gue minta maaf." ucap Davin akhirnya.

"Buat?"

"Karena baru nemuin lo hari ini, jujur ini cukup berat buat gue."

"Dav, jangan becanda, ini bukan kesalahan lo, gue tau kita sama-sama butuh waktu buat nguatin diri."

Gisha tahu Davin, sekalipun Davin sering bertengkar dengan Kevin, tapi Davin sangat menyayanginya, Kevin adalah sosok yang sangat dibanggakan keluarganya, dia sudah didaulat sebagai calon pengurus perusahaan milik papanya, dimana mana anak pertama yang akan menjadi pengurus, tapi Tn. Danu mempercayakan itu kepada Kevin, karena memang Kevin terlihat lebih bijak mengurus perusahaan ketimbang Davin.

Davin sendiri jauh dari kategori anak-baik-calon-penerus-perusahaan, Davin adalah type anak lelaki pemberontak, lihat saja, seragamnya jauh dari kata rapi, tangannya penuh bekas luka, Gisha yakin itu hasil tauran setiap minggunya, ada tattoo bergambar matahari di bawah pergelangan tangan kanannya, untung saja tidak ada larangan menato tubuh di sekolah Davin. beda sekali dengan Kevin, si ketua OSIS berprestasi itu, maka dari itu Tn. Danu lebih percaya dengan Kevin.

Gisha tau jika ini juga sangat berat untuk Davin. Memang Davin nampak baik-baik saja, tapi matanya tidak dapat berbohong jika ada kerapuhan dan kekosongan di dalam hatinya.

"Gue mau minta bantuan lo."

"Hah?" pekik Gisha sedikit kaget, apa yang bisa Gisha bantu saat dia juga sama rapuhnya.

"Gue yakin kecelakaan ini bukan kecelakaan murni, maaf maksud gue," gantung Davin

Gisha menghela napas lega, untung saja Davin berpikiran sama dengannya, "Lanjutin."

"Gue kaget waktu denger Kevin korban tabrak lari, terlebih itu jam 3 pagi di jalan yang selalu sepi, dari situ awal kecurigaan gue, sebenernya polisi ingin menyelediki ini, tapi mama nolak, mama juga nolak buat otopsi, gue tau alasan mama, mama gak tega kalau jasat Kevin harus disakiti lagi, mama pengen Kevin segera tenang, mangkannya kasus ini seakan diabaikan, orang tua mana yang mau anaknya sakit, itu pikir gue,"

"Sampai papa juga jelasin, kalau ini ada hubungannya dengan keadaan perusahaan saat ini, gue agak marah waktu itu, tapi ya lo tahu sendiri persaingan bisnis sekejam apa, papa takut jika kasus ini diselidiki akan berakibat buruk pada kondisi perusahaan yang sedang naik, bahkan berita matinya Kevin cukup membuat nilai saham perusahaan turun, karena dipikir Kevin seorang pemakai, gila media pinter banget bikin spekulasi buat jatuhin sebelah pihak,"

Gisha masih diam mendengarkan, hatinya sedikit sakit kala dia tahu keluarga Kevin lebih peduli dengan nasib perusahaan ketimbang kemerdekaan untuk kasus anaknya.

"Gue masih diem saat itu, sampai hari ke tiga meninggalnya Kevin, gue baru berani masuk ke kamarnya, lo tahu, dia ninggalin banyak kertas penuh kode yang gue rasa emang dia sengaja biar gue temuin, dari situ gue cari info,"

"Info selanjutnya yang bikin gue yakin ini bukan kecelakaan murni adalah waktu gue jemput mobil ini, mobil ini adalah mobil yang dipakai Kevin saat itu, montir yang benahin mobil ini bilang kerusakan mobil ini bukan karena tabrakan,"

IMBROGLIO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang