Semua kisah cinta memiliki awal.
Kisah cintaku berawal dari Graduation Party.
~
Malam ini semua murid senior yang telah lulus berkumpul untuk bersenang-senang. Merayakan saat-saat terakhir sebelum resmi melepas gelar anak sekolah, sekaligus menggunakannya sebagai acara perpisahan. Ini bukan acara resmi sekolah. Hanya inisiatif yang mendapat dukungan mayoritas murid.
Semua orang tampak bersenang-senang. Sayangnya, aku tidak termasuk semua orang itu. Aku tidak bisa menikmati pesta itu karena diseret paksa menuju taman tak jauh dari sana.
Kalian lihat? Anak laki-laki malang di bawah pohon dekat sana? Yang sedang dipukuli oleh sekawanan anak laki-laki lain?
Ya, itu aku. Aku yang malang.
Tidak, kalian tidak perlu merasa kasihan. Aku tahu akan mendapat perlakuan seperti ini, makanya aku hanya diam saja menerima semua itu.
Kenapa aku dipukuli dan ditendangi hingga babak belur begini, kalian tanya?
Itu karena teman sekelasku -yang sepertinya menaruh dendam padaku karena aku sempat mengencani gadis idamannya- entah bagaimana mengetahui rahasia terbesarku. Rahasia yang bahkan baru aku sadari dua minggu lalu dan masih kuragukan kebenarannya. Sesuatu yang menyangkut orientasi seksualku.
Aku -gay.
Bagaimana bisa itu terjadi, aku tidak tahu. Tapi sepertinya itu cukup menjelaskan alasan kenapa aku tidak pernah mampu berkencan lebih dari satu bulan dengan gadis secantik atau semenarik apapun dan kenapa aku selalu tidak bisa menikmati setiap skinship saat bersama mereka.
Kenyataan ini hanya pernah aku katakan pada dua orang.
Sahabatku, Ten dan teman cinanya yang berjanji akan menutup mulut rapat-rapat; Dong Sicheng -Winwin.
Aku harusnya belajar dari film-film yang pernah kutonton, jika aku tidak boleh begitu saja mempercayai siapapun yang belum aku kenal baik -bahkan satu yang mempunyai wajah terlampau polos dan tak berdosa seperti Winwin.
Aku tahu Ten tidak mungkin mengkhianati kepercayaanku karena aku terlalu mengenal baik dirinya. Dimana aku bisa menemukannya, dimana dia tinggal, alamat kampung halamannya di Thailand, sampai nomor telepon orangtua dan adiknya pun aku punya. Itu akan memudahkanku jika aku ingin membalas dendam padanya.
Jadi satu-satunya alasan kenapa orang-orang ini tahu, tak lain dan tak bukan adalah, pasti karena Winwin -dan mulut polosnya. Aku tak bisa terlalu menyalahkannya.
Aku menduga dia tidak sengaja mengatakannya pada Yuta, yang memang dekat dengannya. Kemudian Yuta asal bicara lagi saat bersama teman-temannya di klub sepak bola.
Fuck my life.
Aku tidak keberatan dipukuli karena orientasi seksualku yang menyimpang. Mengingat fakta aku juga masih berusaha mencari kebenaran tentang itu. Bisa saja kan, setelah aku dipukuli pikiran tentangku menjadi gay itu akan hilang? Aku tahu itu sedikit ekstrim, tapi tak ada jalan lain yang bisa kupikirkan.
Aku juga belum memberitahukan tentang hal ini pada orangtuaku. Karena rasanya terlalu aneh.
Ayahku orang yang tak banyak bicara, cuek, dan dingin. Jadi sepertinya ini takkan berpengaruh banyak untuknya. Sementara ibuku yang penyayang, mungkin hanya akan berkata dia akan mendukung apapun yang bisa membuatku bahagia, tapi tetap berusaha menjauhkanku dari adikku, Jaemin, agar dia tidak menjadi sepertiku nanti karena masih menginginkan cucu.
Setidaknya, itulah skenario yang melintas berulang kali di benakku, sehingga aku terus memilih untuk tutup mulut.
Tepat saat salah satu dari mereka mendaratkan tendangan keras di tulang rusukku, seseorang berteriak.