Lullaby

787 45 7
                                    

     Sepertinya semua perlengkapanku sudah siap. Aku harus berangkat sepagi mungkin agar tidak kepanasan. Tapi biasanya toko-toko baru buka sekitar jam 8. Yah, setidaknya menunggu 1 jam lagi. Sebaiknya aku sarapan dulu. Aku berjalan menuju ruang makan dan membuka lemari es. Persediaan makanan menipis. Sepulang dari toko aku akan belanja. Terlalu berlebihan jika aku menggunakan kata belanja, haha. Mungkin lebih tepat kalau aku akan memborong makanan instan di minimarket. 

     Makananku telah habis dan acara olahraga di televisi ini hampir selesai. Aku segera mencuci piring dan merapikan dapur. Tak perlu waktu lama untuk menyelesaikannya. Aku memakai jaket hoodie dan memasang headset di telingaku. Tak lupa tas ransel berisi perlengkapan lukisku. Kututup pintu dan berjalan santai menuju toko musik tua si Foxy. 

     Kuamati lagi etalase toko yang berjajar. Aku terlihat seperti orang yang bergembira. Ya, aku terlalu bersemangat untuk bertemu dengan Foxy. Aku memperhatikan pedagang kaki lima yang berjualan di depan butik mewah. Sungguh perbedaan yang mencolok. Kuarahkan pandangan ke atas. Kenapa langit cerah sekali, ini terlalu silau. Kupasang tudung jaket menutupi atas kepalaku. Aku berjalan santai hingga menyadari sesuatu.

     Mereka mulai menatapku.

     Sial, aku baru sadar kalau jalan di pagi hari sudah ramai. Aku terlalu antusias bertemu Foxy hingga lupa hal penting ini. Aku mempercepat langkahku. Tatapan mereka semakin aneh. Aku mulai takut. Kurapatkan tudung jaketku. Dahiku berkeringat lagi. Kepalaku semakin tertunduk hingga hampir menabrak tiang di depan. Bahkan jika aku menabrak tiang, mereka pasti menertawaiku. Aku tidak bisa membayangkan suara tawa orang-orang ini. Pasti lebih mengerikan.

     Aku harus tenang. Fokus  ke depan melihat jalan. Sebentar lagi akan sampai di tokonya Foxy. 

     Tidak bisa

     Mereka terlalu mengintimidasiku. Aku mencoba melawan mereka dengan menatap balik. Tetapi aku tidak kuat sendiri. Langkahku semakin tidak jelas. Sedikit lagi. Aku berusaha memberi semangat pada diriku sendiri. Aku membayangkan wajah manis Foxy. Ini lebih baik. 

     Akhirnya aku berdiri di depan toko musik ini. Aku langsung membuka pintu dengan kasar dan menerobos masuk. Aku membungkuk menumpukan tanganku pada lutut sambil terengah. 

     "Kak, ini minum dulu."

     Aku menerima botol berisi air mineral dari Foxy dan meminumnya. Dia memang mengerti kepanikanku. Aku tersenyum kecil padanya dan berusaha menenangkan diri. DIa membalas senyumanku dengan riang. Wajahku sempat memerah karena malu. Aku kalah dewasa dengan anak kecil ini.

     "Apa kau sendirian lagi?"

     "Iya kak, ayahku sedang pergi bersama temannya."

     "Kenapa kau tidak ikut?"

     "Memang kakak mau kalau toko ini tutup? hehe." 

     Dia benar. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana seandainya aku panik di jalan tanpa bertemu Foxy. Mungkin aku bisa gila di jalan tadi.

     "Aku lebih tidak suka jika tidak melihatmu di sini. Tidak peduli kau sendiri atau tidak." Kataku lembut sambil tersenyum. Ini lucu, aku seperti punya ikatan dengan anak ini. Aku duduk dengan tumpuan satu lutut, bermaksud menyamakan tinggi dengan anak ini. Aku perlahan membelai rambutnya. Dia kembali tersenyum manis. Kurasa dia mengerti. Dia sama sekali tidak tanya tentang kepanikanku tadi. 

     "Kakak bawa ransel besar."

     "Iya... hm... Foxy, mainkan Lullaby."

     "Baik. Tapi aku mau ke toilet sebentar. Jaga tokonya dulu ya kak"

LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang