PROLOG

382 41 5
                                    

Even before you were born, you are destined for me. And when you were born, you are mine.


Jerman, Tahun 1650

Terdengar suara tangis bayi dari sebuah cottage di dekat pantai. Meskipun saat ini Perang Dunia sedang panas-panasnya, keluarga Claytor tidak bisa menahan kebahagiaan atas kelahiran putri pertama mereka. Bukan hanya Helena dan Frank saja yang bahagia menyambut kelahiran buah hati mereka, tapi juga seluruh anggota cottage. Bahkan terlihat ada beberapa tentara nasional Jerman di cottage mewah itu.

"Selamat atas kesuksessanmu, Frank," goda salah satu tentara Jerman, name tag-nya terbordir Jason Graves.

"Ha... ha... ha... tentu saja sukses. Buktinya Helena melahirkan buah hatiku," balas Frank ikut tertawa bersama yang lain.

Jason menepuk dada Frank lalu menatap pintu tempat suara tangis bayi terdengar. "Kau sudah melihatnya tadi, kan? Dia pasti sangat cantik."

"Ya," ucap Frank menyetujui, mengangguk senang dengan air mata kebahagiaan yang terus mengalir. "Sudah pasti dia sangat cantik."

Satu per satu penghuni cottage dan para tamu yang tidak sengaja datang bergantian mengucapkan selamat pada Frank. Wajah mereka menunjukkan ekspresi yang sama, senang tiada tara.

"Nama?" tanya Jason tiba-tiba.

"Hah?"

"Aku bertanya, siapa nama anakmu? Kau sudah memberinya nama, kan? Jangan bilang kau belum tahu menamainya siapa."

"Ti-tidak. Tentu saja aku dan Helena sudah memikirkan nama untuk anak pertama kami."

Jason merangkul Frank. "Jadi, siapa nama si Cantik?"

"Auryn," ucap Frank dengan keras agar semua orang mendengarnya. "Namanya Auryn Stephanie Claytor."

"Nama yang cantik," puji Jason. "Apa artinya?"

"Wanita emas yang dimahkotai Claytor."

***

Dua bulan kemudian

"Sudah selesai?" tanya Frank pada Helena yang tengah menyusui Auryn. Pria itu mendekat ke Helena setelah melepas baju militernya.

"Sebentar lagi, Frank," sahut Helena lembut. "Kau sudah makan?"

Frank menyengir lalu menggeleng.

"Dasar." Helena mendengus geli. Dia melirik Auryn yang berada dalam gendongan tangannya. Wanita itu tertawa pelan saat menyadari kalau Auryn sudah tidak lagi meminum ASI, bayi Auryn rupanya sudah tertidur lelap.

Frank yang ikut memperhatikan tersenyum lebar. "Sepertinya aku tidak perlu mengantri lebih lama, sang Puteri telah terlelap."

Helena menekankan telunjuknya di bibir, menatap tajam Frank lalu menunjuk Auryn. Suaminya itu langsung mengucapkan kata maaf tanpa suara. Setelah membaringkan Auryn di ranjang kayu istimewanya, Helena mengecup kening dan pipi Auryn.

Dan tanpa suara lagi, Helena dan Frank keluar dari kamar. Malam ini, Helena memasak omelet untuk makan malam Frank. Di meja makan mereka bertukar cerita, tentang Frank dan dunia militernya. Lalu tentang Helena dan kesibukan barunya mengurus puteri kecilnya.

Selagi mereka sibuk berbincang di meja makan, sesosok pemuda masuk dari jendela kamar pasangan itu. Tanpa suara, dia melangkah ke ranjang kayu, tempat dimana Auryn tengah terlelap. Wajahnya tidak terlalu terlihat karena lampu tidur yang temaram, tapi mata merahnya memancarkan keagungan. Dan taring yang sedikit mencuat di bibirnya menguarkan kengerian.

Dengan mata merah itu, dia terus memperhatikan bayi mungil yang tengah terlelap. Terpatah-patah ia menyentuh dan mengelus pipi, kening, hidung, dan bibir bayi Auryn. Seulas senyum terbit di bibirnya ketika jari-jari kecil Auryn menggenggam jari telunjuknya.

"Kau mengenaliku, Ma Lady?" bisik suara itu. Dia sedang bertanya pada bayi Auryn, namun yang ditanya tidak akan bisa menjawab. Hal itu membuat sedih hati sang pemuda. "Kau masih begitu kecil. Tidak akan cukup dalam 5 tahun. Padahal aku sudah tidak sabar ingin bersamamu, tapi ternyata kita masih belum bisa bersama." Pemuda itu mengangkat bayi Auryn secara perlahan dan menciumi keningnya. "Lihatlah dunia dengan lebih luas, Ma Lady. Aku berjanji akan selalu menjagamu, meskipun itu berarti aku harus menjaga jarak darimu. Dan aku pasti akan menjemputmu, suatu saat nanti. Sampai dimana kau sudah dewasa dan melihat dunia ini lebih luas, melihat dari berbagai sisi, dan mempercayai kejanggalan dunia."

Pemuda itu menitikkan air mata. Untuk yang terakhir kalinya, dia mencium sekilas bibir merah bayi Auryn. Setelah meniduri Auryn kembali di ranjang kayu, pemuda itu berdiri di atas jendela.

"Sampai bertemu kembali, Ma Auryn."

***


27 Oct 2017




GERALD




Take my hand. We'll be fine.

GERALDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang