EIN

285 27 0
                                    

Don't cry. Don't be scared. I'm here. And I will always and forever watch over you.


New Zealand, Tahun 1657

"Lakukan apapun untuk menyelamatkan putri saya, Dok," pinta seorang pria paruh baya pada pria baya berjas putih yang biasa dikenal sebagai Dokter, sang Penyembuh dan Tangan Kanan Tuhan. Dengan merangkul istrinya yang berlinang air mata, Frank terus meminta pada Dokter agar putri semata wayangnya bisa selamat.

"Maaf, Mr. Claytor, kami sudah melakukan yang terbaik. Tes, diagnosa, dan pemindaian, semua itu menunjukkan hasil yang sama." Dokter itu menghela napas berat. "Jantung anak Anda sudah rusak. Hanya tinggal menunggu waktu saja."

Mendengar ucapan sang Dokter, Frank naik pitam. Dia mencengkram jas putih sang Dokter. Mata bulatnya dipenuhi kemarahan. "Apa maksud Anda, Dokter. Anda mau bilang kalau putri saya akan meninggal, huh?"

Beruntung saat ini mereka sedang berbicara secara privasi di ruangan sang Dokter, jadi hanya mereka bertiga yang ada, tanpa siapapun yang bisa mencegah kemarahan Frank. Tapi ada satu sosok yang mendengarkan percakapan mereka di luar sana. Sosok itu memiliki mata merah yang menyala. Tangannya yang berkulit putih pucat terkepal erat. Sedikit saja sosok itu lepas kendali, maka ruangan sang Dokter akan menjadi abu.

"Seharusnya Anda sudah tahu resikonya," sahut sang Dokter. "Sejak kami mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuhnya, yang menyerempet sebagian jantung anak itu, dia tidak akan lama bertahan hidup. Dia memang selamat, namun hanya untuk sementara. Jadi, saya mohon pada Anda agar tidak memperpanjang masalah ini. Bagaimanapun juga, kami hanya seorang Dokter, bukan Tuhan yang menentukan segalanya."

Frank melepaskan cengkramannya dan terdiam memeluk sang istri, dengan mata berkaca-kaca dia terus menenangkan istrinya. "Semua akan baik-baik saja. Auryn tidak akan pergi secepat itu. Dia akan selalu bersama kita."

Di luar sana, sosok bermata merah berjalan meninggalkan ruangan sang Dokter. Dia melangkah dengan cepat, seperti sedang berlari—tidak dia berjalan cepat melebihi kecepatan lari manusia biasa. Bahkan jubah hitam yang ia pakai sampai berkibar. Langkahnya terhenti pada ruangan bernomor 306, dia mengangguk pada sosok pria berjubah merah yang berdiri di pintu ruang inap.

"My Lord," panggil pria itu dengan penuh kehormatan, kekaguman, keagungan, seraya membungkuk rendah. Dia kembali berdiri tegak dan menatap Tuannya. "Apa kita akan membawa My Lady?"

"Belum saatnya. Sekarang bukan waktu yang tepat. Kehidupan kita masih terlalu berat untuknya, tidak untuk beberapa tahun ke depan. Kaum kita sedang bersitegang satu sama lain. Sekali saja mereka menemukan kelemahan kita, maka tidak ada masa depan untuk kita dan Ratuku."

Pria yang merupakan abdi setia sekaligus pelindung Lord itu menyeringai. Tentu saja, Lord-nya bukan seorang pecundang yang hanya memikirkan diri sendiri. Bahkan, meskipun dia telah menemukan belahan jiwa, sang Lord masih memikirkan para pengikutnya. Sejak dulu, Evon sudah bersumpah setia pada sahabatnya itu untuk terus berada di sampingnya.

Hidup Evon hanya untuk Gerald. Seorang Geraldo Zeref Lucifer, Raja Vampir dari Zeluc Empire. Seorang Vampir yang mewarisi dua darah dari penguasa kegelapan, Lucifer dan Zeref.

Gerald terdiam sejenak untuk memandangi wajah pucat seorang gadis kecil yang terbaring lemah dibangkar. Pria itu tidak pernah membenci apapun yang bersangkutan dengan manusia, tapi untuk kali ini saja ia membenci alat-alat penunjang kehidupan yang bersarang di tubuh gadis kecil itu. Mengapa manusia yang terkenal jenius dan haus akan pengetahuan itu tidak bisa membuat teknologi mutakhir yang dapat menyelamatkan Auryn?

GERALDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang