Aku duduk di bangku ketiga dekat kaca. Seorang gadis berambut cokelat gelap berjalan ke arah bangkuku, lalu duduk di sampingku. Ia tersenyum ke arahku seraya meletakkan tasnya di atas meja.
"Hi, how are you?" Gadis itu bertanya kepadaku seraya membenarkan letak kacamatanya yang bisa kubilang sedang kekinian di zaman sekarang.
Aku membalas senyumnya. Aku menyelipkan anak rambutku di belakang telinga kanan. "Aku bisa bahasa Indonesia, kok."
"Wah, serius? Kirain lo gak bisa ngomong bahasa Indonesia. Soalnya, perawakan lo gak Indonesia banget." Gadis itu tertawa kecil. Ia kemudian mengulurkan tangannya. "Nama gue Emma Amhira. Lo bisa manggil gue Mhira. Salam kenal, Prill..."
"Prilliendra Nataliansyah. Kamu bisa panggil aku Prilly. Salam kenal, juga." Kubalas uluran tangannya. Kumaklumi dia yang kesulitan membaca namaku.
Kusadari raut wajah antusiasku berubah menjadi suram ketika melihat Bang Ali dengan gaya 'sok' cool-nya menghampiri bangkuku. Dia mengusir seorang gadis yang sedang duduk di bangku depanku dengan seenak jidatnya yang kali itu ada jerawat.
Dia menatapku seraya menangkup dagunya dengan kedua tangannya. "Gak enak ya bangkunya pisahan. Gak kayak di Louisville dulu."
Aku benar-benar ingin mengeluarkan makanan yang tadi pagi kumakan.
Mhira menyenggol tanganku dengan sikutnya. Saat kutengokkan kepalaku, kulihat matanya menatap kagum ke arah dia. Aku memutar bola mataku, malas. "Ada apa?"
Mhira berbisik, "Siapa cowok ganteng yang ngomong ke lo ini?"
Aku mengernyitkan alis kiriku, heran. "Dia kembaran aku, Aliandorexa Nathansyah. Biasa dipanggil Ali."
"WHAT?!" Mhira terlonjak kaget dari duduknya sampai berdiri. Matanya melotot seperti akan keluar.
"Apa-apaan, sih?" Dia berbicara dengan nada yang terkesan kesal. Kulihat, raut wajahnya tak bersahabat sekali. Aku yakin jika dia tak akan menyukai Mhira.
Mhira menatap dia, tak percaya. "Lo yang apa-apaan! Lo nabrak sepupu gue maksudnya apa? Mau ngeraja lo di kota Bandung, hah?!"
"Yang lo maksud itu Andri?" Dia memasang wajah acuh tak acuh. "Bukan gue yang 'sok' ngeraja. Tapi, sepupu lo. Ngakunya raja jalanan, eh keserempet dikit aja cengeng. Ngadu-ngadu."
"Tapi, gue gak terima sama yang lo lakuin ke Andri!"
"Ya itu terserah lo. Lo gak terima pun, toh hidup gue masih aman sentosa." Dia mengangkat kedua bahunya, tak peduli. "Prill, gue saranin lo jangan temenan sama ni cewek, deh. Dia bisa bawa pengaruh buruk buat lo."
"Lo ngomong seenak bibir sariawan aja, ya! Terserah Prilly dong mau temenan sama siapa aja! Lo gak berhak bu-"
"Kalo yang ini, terserah gue karena gue itu saudara kembarnya. Gue berhak nentuin dia temenan sama siapa. Nentuin mana temen yang bawa pengaruh buruk dan mana yang bawa pengaruh baik."
Aku menggebrak meja dengan keras. "Bisa gak sih Mhira sama Bang Ali berhenti debatnya?"
Mhira duduk kembali di sampingku. "Lo itu seharusnya gak punya kembaran yang ngeselin kayak dia."
"Lo gak usah jelek-jelekin gue, deh!" Dia bangkit dari duduknya.
"Lo emang jelek, kali!"
"Udah, udah! Lebih baik Bang Ali duduk di bangku sendiri!" tegasku. Aku menatapnya dengan tajam.
"Mata lo gak usah ditajam-ditajamin, deh. Bukan serem, tapi malah bikin gemes." Dia mencubit pipiku dengan keras, lalu tertawa dan melengang pergi begitu saja.
Ih, dasar! Batinku, kesal.
×÷×
"Selamat pagi, semuanya."
Aku menutup novelku. Kulihat, Kak Nizar masuk bersama dua orang gadis dan satu orang pria. Keempatnya memang memakai seragam khas SMAN 36 Bandung; celana (untuk pria)/rok (untuk perempuan) hitam, seragam lengan pendek putih, dasi panjang hitam dan jas hitam. Tapi, yang memudahkan mereka untuk dikenali sebagai pengurus OSIS adalah pita berwarna cokelat-kuning di lengan kiri atas jas mereka. Setidaknya, itu yang kuketahui.
Selanjutnya, keempat kakak OSIS tersebut memperkenalkan diri setelah sebelumnya berbasa-basi. Untuk Kak Nizar, aku sudah mengenalnya. Gadis di samping Kak Nizar namanya Kak Anita. Gadis di samping Kak Anita namanya Kak Sandra. Yang terakhir, pria di samping Kak Sandra namanya Kak Ryan.
Sekarang, giliran siswa-siswi MPLS di X-6 yang memperkenalkan diri kepada kakak-kakak OSIS. Satu per satu mulai memperkenalkan diri, dan tak terasa giliran aku yang memperkenalkan diri.
Aku bangkit dari dudukku. Kupasang ekspresi seramah mungkin. "Hai, semuanya. Perkenalkan, nama saya Prilliendra Nataliansyah. Biasa dipanggil Prilly. Saya berasal dari Louisville, Amerika Serikat. Apakah ada yang ingin ditanyakan?"
Awalnya hening, dan kupikir tak akan ada yang menanyakan apa pun kepadaku. Namun, tiba-tiba...
"Prilly, bagi nomor Whatsapp-nya dong!"
"Bagi pin BBM boleh lah, Prilly."
"Ukuran sepatu lo apa, Prill?"
"Lo suka makanan yang kayak gimana?"
"Lo udah punya pacar apa belum?"
"Golongan darah lo apa?"
"Zodiak lo apa? Kali aja sama gitu."
'BRAAKKK!'
Kudengar suara gebrakan meja. Aku seketika yakin jika itu berasal dari bangku dia. Aku menoleh ke arahnya. Dan, dia menatapku dengan tajam.
"Kalian semua pikir kembaran gue itu punya hutang? Seenak jidat aja nanyain hal-hal yang privacy." Dia lalu mengalihkan tatapannya ke arah pria yang duduk di sampingnya, yang kuketahui namanya Bambang. "Lo lagi, apa-apaan nanyain zodiak kembaran gue? Jangan-jangan, lo mau nyantet dia ya biar suka sama lo? Awas aja kalo dia sampe suka sama lo!"
Sontak, seisi kelas pecah dengan suara tawa. Tapi, tidak semuanya tertawa. Ya, itu aku. Aku yang tidak tertawa. Dia pun tidak.
Dia menggebrak meja lagi, membuat semua mulut langsung membungkam detik itu juga. "Gue lagi gak ngelawak. Gue bakalan bales siapa pun yang berani nyakitin kembaran gue. Siapa aja. Gak peduli, bokap dia tentara kek, polisi kek. Camkan."
Kak Nizar tertular dia. Ya, tertular menggebrak meja. "Ali, kamu bisa diam tanpa banyak bicara?"
"Terserah gue lah. Gue juga kan punya mulut."
'Kringgg!'
Bel istirahat pertama sudah berbunyi. Kuperhatikan, raut wajah Kak Nizar seperti sedang menahan amarah. Mungkin, karena ia tak sempat menjawab bantahan dia.
Namun, Kak Nizar akhirnya tersenyum juga. "Silahkan untuk beristirahat. Nanti, kegiatan akan dilanjutkan setelah istirahat pertama."
×÷×
Hallu, guys ^~^ Jangan lupa buat vote & comment yak? Sayang kalian ❤