2. Wound in His Chest.

3.6K 357 8
                                    

CHAPTER TWO:
Wound in His Chest.

BRIATHOS tidak dapat menemukan apapun ketika ia menyelidiki jejak penyusup di dalam kelompoknya. Ia menggeram ketika terpaksa harus pulang dengan tangan kosong, pulang dengan kemeja yang bersih tanpa noda adalah hal terakhir yang ia inginkan dalam hidupnya sekarang.

Pria itu kemudian masuk ke dalam desa yang membagi wilayah kekuasaanya, pria itu menyempatkan diri untuk duduk di salah satu tempat yang menyediakan berbagai minuman yang digemari para pemabuk.

Ia duduk sembari memikirkan kekacauan yang telah ia buat, dengan mencium perempuan itu sudah menunjukkan bahwa ia kehilangan atas kontrol dirinya sendiri. Serigalanya Nuriel juga bukanlah serigala yang penurut, tentu ia kegirangan dengan kelalaian yang mereka buat. Memikirkan perbuatan Nuriel membuatnya semakin merasa bersalah.

Karena serigala itu merupakan hadiah yang tidak pernah ia sangka akan ia dapatkan dari Moon Goddess. Memiliki Nuriel, membuatnya semakin kuat namun hilang kendali atas dirinya secara bersamaan. Membagi tubuhnya dengan Nuriel adalah hal yang mengerikan, itu adalah kesimpulannya.

Pria itu kemudian memandangi satu persatu orang yang melintasi jalan di hadapannya, dengan satu gelas alkohol yang ditampung oleh sebuah gelas kaca disertai bau menyengat yang ia suka. Lamunannya berlanjut dengan sekali tarikan yang ia lakukan untuk menghabiskan minuman yang ia pegang.

Siapa perempuan itu dan siapa namanya?

Briathos menyipitkan matanya ketika pendengarannya berhasil menangkap suara kerumunan orang yang tiba-tiba menjadi diam. Pikirannya terhadap perempuan yang ia idamkan seketika padam karenanya. Ia menutup matanya dan menghela napas panjang, ia tahu bahwa ada seseorang yang berjalan mengarah kepadanya, ia juga bisa mencium bau salah satu kawananannya yang paling ditakuti di seluruh kota.

"Alpha?" Pria tinggi itu menunduk di samping Briathos. Briathos mengangkat alisnya ketika pria itu kembali membuka suaranya yang terdengar berat dan tunduk.

"Apa kau memerlukan bantuanku, Alpha?" Ucap pria itu dengan tenang. Bahkan malah terdengar terlalu sopan untuk pria besar dan bertato seperti dirinya.  Briathos berdiri, walau tingginya tidak bisa mengalahi pria di depannya. Aura pemimpin Nuriel dan aura intimidasinya selalu berhasil mendominasi lawan bicaranya.

Briathos kemudian berjalan hingga ia berdiri sejajar dengan Amaro—pria besar di hadapannya, mereka kemudian berdiri sejajar namun saling berlawanan arah. Tak lama dari itu, Amaro tersenyum dan menunduk puas untuk menghormati atasannya. "Akan saya lacak keberadaanya." Ia tertawa kencang ketika langkahnya membawanya untuk meninggalkan suasana tenang bar.

Pria itu tidak pernah merasa tertantang dengan tugas yang diberikan oleh atasannya.

Tapi ia terhenti tepat sebelum menyentuh pintu keluar. Ia membuka mulutnya untuk kembali membuka percakapan. "Sebenarnya, saya ingin mengatakan sesuatu." Amaro berhenti sejenak dan menghadap ke atasannya sekali lagi, di mana Briathos membalasnya dengan hanya menolehkan sedikit wajahnya yang menandakan bahwa ia sudah siap untuk mendengar.

"Perempuan yang Alpha cari sedang berada di dalam perjalanan, mungkin sebentar lagi akan melewati bar ini... yah dengan baju yang lumayan terbuka." Kekehnya.

Briathos menaikkan kedua alisnya, kemudian berjalan keluar dengan langkah yang terburu-buru. Pria itu bersandar pada dinding bar bagian luar dan mengamati jalanan di hadapannya. Bayangan perempuan itu tak lama muncul ketika wanginya juga ikut berhembus tepat di depan wajahnya. Perempuan itu terlihat menunggangi kuda yang ia ikat semalam.

Hari sudah sore dan ternyata perempuan itu baru pulang dengan baju yang sudah terobek di bagian bawahnya. Apa yang perempuan itu pikirkan? Apa dia tidak takut untuk menjadi bahan perbincangan masyarakat di sini?

Briathos tersenyum tipis, ia dengan gesit memutuskan untuk mengikuti pergerakan perempuan itu. Perempuan yang sudah menjadi incarannya. Pria itu hanya berdiri di balik semak-semak dan bergeming, memperhatikan perempuan cantik itu turun dengan sedikit linglung.

Pasti dia sangat kebingungan sekarang. Ya bagaimana lagi? Bertemu werewolf adalah salah satu hal yang paling menakutkan bukan?

Ia tersenyum senang, sementara Nuriel tertawa karena ia tahu Briathos sudah sangat jatuh kepada perempuan itu, ia bahkan tertawa mengejek hingga Briathos terpaksa berhenti untuk tersenyum karena kesal.

Pria itu kemudian melihat seorang wanita paruh baya yang keluar dengan baju yang heboh dari kediaman perempuan itu. Perbincangan mereka yang sayup-sayup terdengar amat jelas di telinga manusia serigalanya. Baju apa itu? Sangat kuno dan tidak efisien—mengingat mereka para serigala lebih memilih tidak mengenakan apapun daripada menghalangi pergerakan mereka.

"Kemana saja?!" Bentak wanita itu kencang diiringi tamparan di wajah perempuan itu.

"A-aku... aku menolong seekor rusa di dalam hutan, kemudian ada manusia seriga–" suara perempuan itu kemudian terpotong.

Tamparan kedua yang perempuan itu dapatkan tertangkap di hadapannya. Briathos hanya bisa menggertakkan gigi, apakah perempuan itu ibunya?

"Nonsense! Sekarang masuk! Vivianne, cepat bawa Merlia ke atas sekarang juga!" Bentak lawan bicara Merlia.

Namanya Merlia... sangat indah, tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti itu.

Seorang perempuan mungil keluar, ia menarik tangan Merlia dengan perlahan untuk mengikuti langkahnya. Dada Merlia terlihat bergerak naik turun dengan cepat, rambut dan sebelah tangan menutupi wajahnya yang merona karena tamparan perempuan paruh baya di hadapannya.

Briathos kemudian melangkah, ia tahu ada seseorang yang melihatnya dari kejauhan—tapi orang tersebut masih bisa menunggu. Karena ia tidak sabar untuk melihat perempuan itu secara lebih dekat lagi, untuk kedua kalinya....

Ia bergerak dengan langkah lebar meraih tonggak rumah perempuan itu dan bergerak menuju kaca yang memperlihatkan Merlia yang baru saja memasuki kamarnya dengan mata berlinang. Ia terkekeh, lalu menggerakkan tangannya sedikit dan begitu saja ia telah berhasil menyongkel jendela kayu itu dengan mudah.

Apa yang terjadi jika pihak lain yang melakukan ini padamu? Pikir Briathos dengan heran.

Ia bisa melihat bayangan Merlia yang berada di balik jendela. Kemudian ia duduk di sana, sendirian, memperhatikan Merlia dari sudut pandang yang akan sulit dilihat dari sudut pandangnya. Briathos menghabiskan jam malamnya hanya untuk melihat Merlia yang menangis hingga tertidur di atas kasurnya.

Tapi lagi-lagi pikiran itu datang.

Mundurlah sebelum terlambat, kau akan hanya membawa penderitaan kepada manusia. Kau tidak ditakdirkan bersama manusia, atau siapapun. Moon Goddess tidak mentakdirkan seorang monster  sepertimu untuk siapapun.

Pikiran yang menorehkan luka di dalam dadanya, jauh setelah orang-orang menyakitinya... justru sekarang pikirannya yang melukai tubuhnya sendiri. Ia membiarkan mereka semua membawa tubuhnya pergi jauh dari kontrolnya. Ia sudah terlalu lelah dengan menghalau pikiran-pikiran ini.

Sesak mendominasi dadanya, Briathos kemudian melayangkan sebuah kecupan kecil di dahi Merlia dan bergegas keluar untuk menyelesaikan pekerjaan yang menunggunya. Jendela kamar itu? Ia akan mengurusnya nanti, melihat sepasang mata yang awalnya melihatnya dari kejauhan menjadi bertambah semakin banyak. Banyak yang ingin menemuinya sekarang.

Ia kemudian tersenyum sebelum keluar, Nuriel sudah mengeluarkan taringnya. Ia keluar dari kamar dengan terjun ke bawah, bunyi perpaduan dari tulangnya yang bertransformasi membuat kawanan serigala asing di depannya siaga. Ia mungkin akan memberikan kejutan kepada Merlia untuk nanti pagi, pikirnya.

Sekarang waktunya ia sendiri untuk berpesta.

Rogue ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang