Prolog

123 11 4
                                    

Ayah adalah sosok yang tak terduga. dalam diam ia menunjukkan kasih sayangnya yang tulus. tak jarang anak menganggap itu hanya modus belaka.
Ayah.. selalu menjadi terdakwa salah sangka dalam keluarga. hingga penyesalan datang saat sosok itu tak lagi ada.
---

          Ungkapan itulah yang kurasa pantas untuk diucapkan saat ini. Menyesal? Bagaimana bisa aku menyesal dengan skenario yang sudah tuhan tuliskan untukku. Marah? Tentu saja. Tapi tak ada gunanya aku marah. Bagaimanapun.. semua ini ada nilai yang bermanfaat untuk ku. Bukan! Untuk kami. Kami? Ya. Aku, dua orang adikku dan ibuku tersayang. Dimana ayah? Ayahku? Sudahlah. Ibu hanya akan mengenang rasa sakitnya lagi ketika mendengar nama ayah. Kau ingin tahu apa yang sudah ayah lakukan?

          Banyak hal yang sudah ayah lakukan. Pada ibuku dan pada kami. Semua hal sudah ayah lakukan. Ayah sudah memaksa kami untuk belajar hidup mandiri. Ayah memaksa kami untuk mengenal dunia ini lebih dalam. Ayah memaksa kami untuk mengerti perjuangan hidup. Bahkan Ayah sudah berjuang sampai mati mempertahankan kepercayaan kami. Mengambil kembali perhatian dari istri sehidup sematinya dan kasih sayang yang hangat dan tulus dari ketiga anaknya. Apa yang sebenarnya ayah lakukan? Apa yang telah terjadi pada kami?

          Banyak hal  yang sudah terjadi selama 24 tahun ini. Ya! Kami mengenal susah dan senang. Kami tahu beratnya tanjakan dan serunya turunan. Aku sangat dekat dengan rasa takut. Bahkan kami selalu bertegur sapa setiap harinya. Setiap pagi lebih tepatnya. Bahkan takut juga datang dimalam hari. Singgah di mimpi dan angan-anganku. Membuat aku enggan untuk beranjak dari kasurku dan rasanya ingin selalu berada didalam selimut hingga membusuk. Setiap langkahku selalu meneteskan keringat sebesar biji jagung. Dan pertanyaan ini terus terngiang dibenakku. Dimana ayah sekarang? Tidakkah ayah ingin mengantarkan aku ke sekolah lagi?.

          Bahkan ibu lebih dekat dengan rasa sakit. Sakit ini selalu menyapa ibu di setiap hembusan nafasnya. Akibatnya mata ibu selalu basah dan sembab. Awalnya aku kira mata ibu digigit semut. Tapi semut apa yang datang setiap hari ke pelupuk mata ibu? Apakah semut ini membawa kekecewaan? Atau kesedihan? Adakah hal kecil yang mampu membawa beban seberat itu? Bisa saja. Selamat datang di dunia.

          Ayah.. aku tak pernah menyesal dengan apa yang telah aku alami. Kami tak pernah menyesal dengan apa yang telah kami lalui selama 24 tahun ini. Karena jika bukan karena mu, kami takkan mengenal dunia ini. Mungkin kami hanya mengenal dunia yang indah dimana setiap permintaan yang kami lontarkan harus kami dapatkan sekarang juga. Mungkin adik-adikku akan bertingkah konyol dan menjengkelkan setiap harinya. Mungkin dengan menendang kaki meja kayu di ruang dapur kita. Atau melempar beberapa gelas kaca ke televisi tabung berwarna abu-abu kita yang kecil itu karena permintaan mereka tidak di kabulkan. Tapi untungnya ayah menyelamatkan kami dari sifat memuakkan itu. Terima kasih ayah.

          Hah.. mungkin aku terlalu cepat mengutarakan kata-kata ini. Harusnya aku sampaikan ini di akhir cerita. Jika tidak mereka takkan mengerti apa yang sedang kubicarakan ini. Baiklah! Akan ku ceritakan semua tentangmu ayah. Maksudku.. semua tentang kita. Apa yang terjadi selama 24 tahun ini. Kumohon jangan halangi aku. Biarkan mereka tahu siapa dirimu. Agar mereka bisa belajar bagaimana rasanya mencintai yang tak ingin dicintai. Bagaimana menghargai yang tak ingin dihargai. Bagaimana caranya sabar, ikhlas dan bersyukur. Akan kujabarkan semuanya disini. Kumohon ayah, izinkan aku!. Aku tak bermaksud membuka aib kita. Aku hanya ingin mereka tahu, siapakah orang yang pantas disebut sebagai Ayah.

Tapi sebelum itu, izinkan aku mengucapkan empat kata pada mu ayah!
MAAF DAN TERIMA KASIH!
                                 ---

My Chef FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang