Pagi yang cerah bagi seorang religius bernama Adrian. Orang yang terkenal humoris, dewasa, sabar, pengertian, dan mungkin sedikit ganteng. Tingkah lakunya yang unik membuat teman-temannya nyaman berada di dekatnya begitu juga dengan teman perempuannya. Dia memiliki banyak teman perempuan, entahlah apa bagusnya dia?
Ia baru menaiki kelas 10 yang sangat dipenuhi dengan tugas dan ujian. Dikarenakan ia begadang semalam, Ia sedikit malas untuk pergi ke sekolah walaupun hanya sekitar 200 m jaraknya. Ia tinggal di apartemen dekat sekolah yang bisa dikatakan elite. Apartemen yang ditinggali oleh dia dan kakaknya yang baru saja memasuki kuliah.
Ketika ia sedang berjalan, tanpa sadar ia melihat kearah seorang wanita berseragam biru kotak-kotak tersenyum manis kepadanya. Perempuan itu sedang bersama bapak-bapak yang terlihat sudah cukup berumur, putih, dan sedikit garang. Ia membalas senyuman itu dengan tulusnya. Ia bingung, mengapa ada sedikit getaran dalam dadanya... Cinta pandangan pertama kah?
Tak terasa sampailah Adrian di depan pintu sekolah SMA Nusa Bangsa. Ia langsung naik ke atas menuju kelas nya yang berada di lantai 5 gedung E. Masih sekitar 10 menit lagi, kelas baru akan dimulai. Ia memainkan hpnya dengan sangat serius diikuti dengan sedikit senyuman kecil yang membuat teman disampingnya penasaran.
"Weh, kenapa kamu senyum senyum sendiri?" tanya temannya, Michael.
"Gak apa-apa. Kepo dehhh!!" jawab Adrian dengan mudahnya.
"Serius nih..." Tanya temannya lagi.
"Duarius aku." jawab Adrian dengan tertawanya yang sangat khas.
Guru mata pelajaran pertama yaitu guru matematika datang. Waktunya hp mati, mengeluarkan buku catatan, dan fokus untuk UAS yang sudah berada di depan mata. Sekitar 3 bulan lagi sih, cuman kan harus belajar dari awal.
"Pagi anak-anak." sapa Pak Eko.
"Pagi Pak."
"Hari ini kita kedatangan murid baru." kata Pak Eko menerangkan.
"Hah? Cakep gak Pak? Cewek atau Cowok?" terdengar suara ribut dari anak-anak sekelas.
"Masuk, Nak. Sekalian perkenalkan diri kamu ya." perintah Pak Eko kepada murid baru itu.
Ketika murid baru itu masuk, Adrian teringat sesuatu bahwa ia pernah melihat wajah orang itu. Ia mengingat-ingat kembali dan ternyata murid itu adalah cewek yang tadi pagi tersenyum padanya. Adrian senang bukan kepalang karena ia bisa sekelas dengan cewek itu. Cewek yang tidak terlalu cantik, putih, berkacamata hitam, kurus, dan terlihat pintar. Adrian terpesona oleh senyumnya.
"Hai teman-teman. Nama saya Fiona. Kalian bisa panggil saya Fifi. Saya berasal dari Cilegon. Saya pindah ke Jakarta karena ayah saya sedang bekerja disini, jadi saya disuruhnya untuk sekolah disini. Salam kenal ya.." perkenalan singkat yang membuat Adrian ingin mengenalnya lebih jauh lagi.
"Silahkan kamu duduk di depan Adrian yaa." kata Pak Eko.
Perasaan yang aneh dirasakan oleh Adrian karena dia tidak pernah merasakan getaran ini selama hidupnya. Ia berkenalan dengan Fifi, tepatnya Fiona. Sepertinya, Fifi senang berkenalan dengan Adrian karena sangat terlihat dari wajah Fifi yang merah merona dan cerah.
Pelajaran matematika yang berjalan seperti biasanya membuat Adrian semakin fokus untuk belajar karena Fifi. Fifi yang baru saja masuk ke kelas kami sangat mudah untuk bersosialisasi, buktinya ia sudah mengajak ngobrol kurang lebih 12 orang dalam waktu yang sangat singkat.
Tak terasa sudah waktunya makan siang. Adrian memberanikan dirinya untuk mengajak Fifi makan bersamanya di kantin. Fifi mengiyakan ajakan Adrian. Selama berjalan menuju kantin, Adrian ingin membuka percakapan tetapi ia tidak tau apa yang harus ia tanyakan. Terlintas dalam otaknya untuk bertanya apa yang hendak ia makan nanti. Ia menjawab dengan sangat cepat.
"Kamu mau makan apa?" tanya Adrian dengan sangat lembut.
"Apa aja deh, yang penting enak, soalnya aku belum tau makanan sini." jawab Fifi dengan polosnya.
"Kamu suka bakso gak?" tanya Adrian sekali lagi.
"Suka." jawaban singkat dibalas oleh Fifi.
Adrian langsung pergi memesan 2 mangkok bakso sapi. Ia membawakan khusus untuk sang wanita cantik seorang murid baru.
"Thank you Adrian."
"Welcome Fi."
Setelah selesai makan, mereka berdua pergi ke tempat dimana Adrian sering kesana jika ia sedang lelah dengan hidupnya untuk merilekskan dirinya. Duduk di bawah pohon rindang diikuti dengan suara burung yang samar-samar sambil melihat indahnya langit ciptaan Tuhan. Adrian tidak lupa untuk bertukar nomor telepon dengan Fifi.
Bel tanda masuk kelas sudah berbunyi. Mereka berdua masuk ke kelas dengan membawa botol air putih. Mereka lanjut belajar dengan serius. Sepulang sekolah, mereka mampir ke toko buku terlebih dahulu karena Fifi ingin membeli novel yang akan ia baca nanti. Lalu, Adrian mengantarkan Fifi pulang kerumah dikarenakan rumahnya dengan rumah Fifi tidak terlalu jauh.