Suara ketukan jari terdengar samar di ruangan 5×6 meter ini. Hanya ada seorang gadis berambut pirang yang sedang duduk di kursi dengan sebuah meja berukuran sedang di sudut ruangan. Sebuah buku tebal bersampul merah tergeletak di hadapannya. Juga beberapa lembar kertas yang juga ada di mejanya. Di sana ada satu sofa besar beserta mejanya dan sebuah televisi berukuran sedang terpasang di dinding juga beberapa lukisan.
Tidak ada lagi ketukan jari di meja. Sekarang hanyalah seoarang gadis pirang yang sedang menelungkupkan kepalanya di lipatan tangannya. Membiarkan semua yang berserakan di mejanya. Dia sudah tertidur. Ini adalah hari yang melelahkan baginya. Tapi, tidak seharusnya dia tidur secepat ini. Masih banyak hal yang belum dia kerjakan.
Suara decitan pintu tidak membuat gadis itu terusik. Dia masih tertidur. Seseorang yang membuka pintu hanya mendesah sambil memejamkan matanya. Dia mengambil langkah masuk dan menutup pintu dengan hati-hati. Dia berjalan menuju gadis berambut pirang itu sambil menatapnya tajam.
Dia berdehem sebentar. "Apa sekarang adalah waktunya untuk tidur?" ucapnya keras setelahnya.
Gadis itu sedikit terlonjak lalu menegapkan tubuhnya dan melihat seseorang yang sedang menatapnya tajam. Ia menelan ludahnya dengan susah payah. Jantungnya berdegup dengan sangat kencang. Dalam hati dia mengumpat. Namun, dia hanya bisa diam.
"Apa kau sudah bangun?" tanyanya pada gadis pirang itu.
Gadis itu hanya dapat menatapnya tanpa bersuara sedikit pun. Dalam hati dia menjawab, 'apa yang kau lihat? Apa aku masih tidur, huh?!' Sangat tidak masuk akal.
"Ah, tentu saja kau sudah bangun. Pertanyaan macam apa itu." Setelah mengatakan itu, dia tertawa sendiri.
'Dasar gila!' pikiran gadis itu bersuara. Ingin rasanya dia mengatakan banyak hal pada laki-laki itu. Seperti betapa bodohnya dia saat dia tertawa, saat dia sedang memakai kaca mata dan saat dia sedang berbicara.
"Kau terlihat sangat cantik setelah bangun tidur," ucap laki-laki ber-jas itu genit.
Gadis itu hanya dapat menahan diri agar tidak berteriak pada laki-laki itu dan menahan muntah. Berani-beraninya dia mengatakan itu. Memang laki-laki itu berumur 25 tahun dan dia masih 18 tahun. Berbeda tujuh tahun. Dan dia benci kenapa laki-laki itu lebih tua darinya sehingga membuatnya berperilaku seenaknya padanya. Sejujurnya wajah laki-laki ini tidak buruk. Hanya saja tidak ada rasa ketertarikan gadis itu kepadanya.
"Dan sangat seksi." Laki-laki itu mengerling nakal membuat gadis yang masih duduk di kursi itu terkejut. Selama ini laki-laki itu sudah sering menggodanya, namun tidak sampai sejauh ini. Ini bahaya, pikir otak polosnya.
Laki-laki itu tentu saja selama ini memiliki fantasi liar terhadap gadis pirang cantik itu. Semua orang pasti memiliki pikiran sama dengannya saat melihat gadis itu, pikirnya.
Di umurnya yang menginjak 18 tahun ini dia sudah memiliki tinggi 180 cm atau 5 feat 10" denggan tubuh yang menggoda. Kulitnya putih bersih, hidungnya lancip, bibirnya ranum penuh, matanya tajam dengan bola mata sebiru laut, senyum manis dengan gigi putih yang rapi. Terakhir, rambut pirang panjang sepunggungnya yang tergerai indah. Apalagi, saat gadis itu memakai pakaian dengan belahan dada terbuka yang membuatnya terus mencuri pandang ke kulit mulusnya itu. Ukuran dada gadis itu tidak besar namun, itu tidak masalah. Dia sempurna.
Fantasinya terhadap gadis itu hanya bisa dia pendam sendirian. Gadis itu terlalu baik untuk memenuhi kebutuhan akan fantasi liarnya. Dia tidak mungkin melakukan hal itu. Dia masih memiliki hati. Dan selama dia masih memiliki hati, dia tidak akan membiarkan seorang laki-laki mana pun untuk memanfaatkan gadis itu. Tapi, pengecualian untuk dirinya. Sangat tidak adil.
Selama beberapa detik mereka hanya diam. Tidak ada yang mengeluarkan suara. Gadis itu juga tidak berani bersuara dan hanya menunggu laki-laki itu bersuara. Laki-laki itu masih menatap gadis itu dengan tatapan yang sulit diartikan dan membuat gadis itu penasaran. Gadis itu sudah tidak menatap laki-laki itu, dia menatap lurus ke depan lagi. Laki-laki itu sekarang ada di sampingnya dan terus menatapnya.
Gadis itu sudah sangat risih diperhatikan terus. Dia menghela nafas pelan lalu memberanikan diri menoleh dan menatap tepat di manik mata laki-laki itu.
"Apa lagi?" tanya gadis itu sambil masih menatap mata laki-laki itu dengan mendonggakkan kepalanya karna tingginya hanya sebatas telinga laki-laki itu.
Laki-laki itu hanya diam sambil terus menatapnya. Gadis itu menurunkan pandangannya dan kembali menatap ke depan karna tidak menerima balasan. Alis gadis itu bertaut karna kesal dan risih.
"Kau pulanglah. Tugasmu selesaikan besok." Akhirnya laki-laki itu bersuara setelah melihat wajah kesal gadis itu. Namun, dia sempat terkekeh melihat wajah kesal gadis ini. Well, kekesalan gadis ini adalah perbuatannya.
Gadis itu segera bangkit dan berjalan ke arah pintu kemudian membukanya. Sebelum dia benar-benar keluar laki-laki itu memanggilnya, "hey pretty girl!" Gadis itu berhenti dan menoleh. Dia tidak berfikir bahwa dirinya cantik, hanya saja, cuma ada dirinya di ruangan itu kan? Lagi pula laki-laki itu selalu memanggilnya seperti itu karna dia tidak tahu namanya. Dan tidak akan tahu sampai dia mau memberitahukannya. Laki-laki itu pun hanya mau tahu nama gadis itu hanya dari sang pemilik.
"Besok aku akan pergi jadi saat kau sudah sampai di sini langsung saja masuk ke sini," ucap laki-laki itu lalu berjalan menuju gadis itu. Dia memberikan kartu namanya kepada gadis itu.
"Telfon aku jika ada masalah." Gadis itu hanya mengangguk kemudian kembali melanjutkan jalannya.
Sekarang dia ada di rumah laki-laki itu. Rumah ini sangat besar. Dia tidak penasaran dengan isinya dan tidak ingin mengelilinginya.
Yang terpenting, dia harus segera terbebas dari tanggung jawabnya ini. Ia pikir mungkin saja laki-laki itu sedang dalam mood yang baik sehingga dari tadi hanya tersenyum. Ini masih jam 2:00 P.M dan dia tidak akan mau berlama-lama di rumah besar ini, tentu saja.
Gadis itu membuka pintu mobilnya lalu masuk ke dalamnya. Dia menatap kartu nama di tangannya. "Sean Erickson." Gadis itu membaca nama yang ada di kartu nama itu.
"Flora," kata gadis itu pelan sambil masih menatap kartu nama itu datar.
"My name is Flora, Flora Sander. Terima kasih," ucap gadis itu pelan. Senyum tipis tersungging di bibir indahnya.
Selesai memandang kartu nama itu, gadis bernama flora itu segera menjalankan mobilnya keluar dari rumah besar ini.
Dan laki-laki bernama Sean Erickson itu sedang tersenyum lebar memandang mobil Flora yang pergi dari jendela yang ada di ruangan tadi.
"Kau akan segera memberitahukan namamu pretty girl. Aku percaya kau akan dapat mencapai mimpimu itu," ucap Sean tulus sambil tersenyum lebar memperlihatkan giginya yang bersih.
Penjalanan baru saja dimulai.
🔙🔜
P.S : Jalan ceritanya aku revisi jadi kalo ada yang udah baca. Baca ulang mulai dari Blurb ya.
Pendek?
Look what you made me do🐍❤❤
Kalian yang udah baca cerita ini makasih. Dan kalau kalian suka mohon kasih vote. Seenggaknya kalian hargai karya aku. Cuman pencet tanda bintang aja. ^_^
Aku juga masih belajar jadi kalau ada typo atau apapun itu mohon maklum atau kalian bisa kritik cerita ini. Terserah kritik gimana aja. ^ω^
Thx.
XOXO
YOU ARE READING
Better Than My EX
RomanceFlora Sander, seorang gadis yang sedang mencari jati dirinya. Berusaha melalakukan apapun untuk mewujudkan mimpinya. Asalkan itu baik. Dia bertemu dengan seseorang yang menawarkan bantuan untuk bisa mewujudkan mimpinya. Flora tertarik dan menyetujui...