Pendekatan

52 7 7
                                    

Sekarang, aku mengerti. Hadirnya kamu membuat hariku sedikit lebih berwarna dibandingkan hari kemarin.
-D
____________________________________

"Aduh Dean kamu kok kayak cacing kepanasan gitu. Mama kan jadi gak konsen nyetirnya." Sabina melirik sekilas anaknya yang sedang duduk di samping bangku kemudi dengan raut wajah gusar.

"Gerbang sekolah tutup 5 menit lagi maaa." Keluh Dean sembari mengibaskan rambut blow nya yang digerai.

"Salah kamu kenapa bangun nya telat." Pandangan sabina kini sudah fokus kearah jalan. Memang di jam segini suasana jalan raya agak sedikit macet. Membuat Dean berdoa dalam hati agar kali ini nasib baik harus berpihak kepadanya.

Jam 7 lewat 10 menit. Mobil sedan putih itu sudah berada didepan gerbang Dharmawangsa. Dean menghela nafas lega. Lantas ia keluar dari dalam mobil dengan tergesa-gesa setelah berpamitan kepada mama nya.

"Pakk buka dong gerbang nya. Saya kan cuma terlambat 10 menit doangg." Teriak Dean masih dengan nafas tersengal-sengal.

"Waduh maaf neng. Saya ndak berani. Takut dimarahi pak kepala." Pak Nardi yang notabenenya adalah satpam yang bertugas menjaga ketertiban sekolah, memasang raut rasa bersalah nya.

Dean terdiam. Kini nasibnya sudah skakmat. Setetes keringat menitik didahi nya. Perutnya yang belum ia isi, mulai keroncongan. Refleks ia memegang perutnya dengan wajah nelangsa. Mirip seperti pengemis yang berbulan-bulan tidak makan.

"Kok gue merinding ya. Apa jangan-jangan ada makhluk astral disekitar sini. Hiii serem." Cowok itu melangkah mendekat kearah Dean sambil menggosok-gosok tangan nya seperti sedang menggigil. Mimik wajah nya dibuat se-ketakutan mungkin. Padahal cewek yang ada didepan nya sangat menyadari akting nya yang payah.

PLETAK! AW!
Cowok itu mengaduh kesakitan. Menatap sinis cewek yang menjitaknya dua detik yang lalu.

"Apaan sih lo! Lo kira gue kuntilanak penghuni sekolah apa?" Dean membuang arah pandangan nya.

"Mirip." Pengakuan Jingga membuat dongkol di hati Dean bertambah beribu kali lipat.

"Kenapa ya setiap gue ketemu sama lo, gue ketiban sial mulu. Jauh-jauh sana!" Cewek itu kini menyandar pada gerbang sekolah. Tangan nya bergerak mengambil sebuah karet ikat rambut bergambar elmo. Lantas mengikat rambut nya asal.

"Mau sampai kapan lo berdiri disini? Tuh gerbang gak bakal dibukain sama pak Nardi."

Dean akui kalimat Jingga barusan ada benarnya. Tapi, lebih gak mungkin lagi jika dia pulang kerumah nya. Bisa habis satu harian dia diomelin Sabina.

"Ikut gue." Jingga menarik pergelangan tangan nya. Menjauhkan tubuh Dean dari gerbang.

"Mau kemana? Lepasin ah!"
Jingga semakin mengeratkan tautan jemari nya.

"Lo mau mesum ya? Tolonggg.." teriakan Dean membuat Jingga dengan refleks menutup mulut cewek itu menggunakan telapak tangan nya.

"Pstt diem ah."

Dean memberontak hingga tangan Jingga terlepas dari dekapan nya. Cewek itu menjauh 20 inci dari tubuh Jingga. Melirik sinis cowok yang menjadi cassanova sekolah itu.

Jingga maju satu langkah. Menyentil dahi cewek itu dengan gemas. "Heh makanya otak lo itu jangan di isi pasir. Ngeres kan jadinya."

"Lo horror tau gak!" Dean melipat kedua tangan nya didepan dada.

"Gue cuma ingatin. Lo gak lupa kan sama peraturan sekolah kita? Udah jelas kali De, siswa yang telat itu gak bakal di izini masuk. Otomatis disuruh pulang secara halus. Jadi daripada disini mending lo ikut gue."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 06, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Heart Of GlassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang