Part 2 - Masa Transisi

26 2 0
                                    

   Sepanjang perjalanan aku mendengar curhatan Abigail tentang gebetan barunya itu yang sepertinya hanya ingin bermain - main dengan Abigail. Bagaimana tidak, setelah mereka kencan semalam kemudian Abigail kehilangan kontak dari gebetannya.

"Yaudah tinggalin aja, keliatan kali dia nggak serius gitu sama lo Bi,"

"Ya gimana ya Liv, gue.."

"Apa? Lu udah baper sama dia? Astaga, ini nih yang nggak gue suka dari cewek. Gampang banget sih naruh perasaan sama cowok? Padahal cuman d perhati'in doang tuh belum tentu dia sayang sama kita."

"Emang lu bukan cewek Liv?"

"Gua? Transgender!" Sungutku menyeruput mocca float sedikit cepat membuatku nyaris tersedak.

"Bukan gitu sih maksud gue, gue tuh cuman ingetin elu biar nggak gampang baper.. Kalo udah gini siapa yang galau coba? Dia? Haha nggak bakal Bi!"

"Trus gue kudu gimana Liv?" Abigail resah dengan perasaannya yang campur aduk.

"Lupain dia, tau sih nggak gampang tapi mumpung belum telat lho," Saranku, Abigail hanya mangut-mangut. Kulirik smartphoneku yang menyala menandakan notif masuk. Dari siapa? Pikirku. Karena penasaran kubuka notif yang ternyata dari teman SMA ku memberitahu bahwa mas Kevin baru saja mengupload foto baru dengan seorang wanita yang tengah memakai cincin dijari manisnya.

"Sialan!" Desisku tak sadar.

"Lo kenapa Liv? Abis liat hp kok ngamuk gitu, dia chat lo lagi?" Tanya Abigail pelan, takut dia salah ucap dan aku menyeprotnya. Kusodorkan hpku masih dalam posisi yang aku lihat tadi.

"Dalam jangka waktu dua minggu Bi! Dia dengan gampangnya dapet pengganti gue! Pantesan tingkahnya makin aneh belakangan ini, parah!" Seketika aku merasakan ada beban berat di kepalaku, kali ini benar-benar ujian buatku.

"Udah yang sabar aja ya kayaknya lo butuh istirahat deh Liv kita balik yuk, muka lo mendadak pucet tuh," Ujar Abigail khawatir, aku pun mengikuti saran darinya.

   Sepertinya keadaanku saat ini sangat memprihatinkan karena Abigail tak melepas genggaman tangannya dari tanganku serasa dia harus siap siaga jikalau aku tiba-tiba tumbang. Namun berkali-kali aku meyakinkan dia dengan wajah datar agar tak perlu cemaskan aku. Sampai akhirnya dia pamit untuk pulang setelah mengantarkanku hingga pintu depan rumah.

"Assalamualaikum.." Salamku kemudian mencium tangan ibu.

"Wa'alaikumsalam. Liv, Kevin kok jarang mampir sekarang? Kalian berantem lagi ya?" Ibu mulai curiga dengan hubunganku dan mas Kevin yang akhir - akhir ini memang bermasalah.

"Livia nggak tau bu," Jawabku sekenanya sambil merebahkan tubuh sejenak berharap rasa pening dikepalaku berkurang.

"Liv, kayaknya dari kamu nih yang salah," Aku mengerutkan dahi, sedikit tak setuju dengan ucapan ibu.

"Kenapa jadi Livia yang salah?"

"Buktinya nggak ada kan cowok yang bisa bertahan lama sama kamu? Dulu sama Hendra juga tahan berapa lama? Paling setahun aja." Tukas ibu memberikan bukti nyata yang tak bisa dihindari lagi. Aku menghela nafas panjang, lalu memeluk ibuku satu-satunya ini.

"Bu.. Sebenernya setelah putus dari Hendra, Livia udah nggak mau lagi buat pacaran. Aku  juga udah bilang sama mas Kevin kok. Toh mas Kevin juga udah ngelamar pas dinner berdua,"

"Terus?"

"Kok terus? Gini deh, ibu sama bapak tau sendiri dulu mas udah minta ijin buat bikin pertemuan sama orang tuanya kan? Sampe sekarang udah ketemu belum?" Tanyaku balik, sepertinya ibu sedang memikirkan apa yang aku ucapkan itu benar.

"Nah berarti siapa dong yang nggak serius?"

"Pokoknya kamu tuh hati - hati ya, ibu nggak mau kamu dipermainkan lelaki," Pesannya membuatku mengeratkan pelukan. Nyaris airmata ini meluber ingin terjun, namun kuseka secepat mungkin karena aku tak ingin ibu tahu sesakit apa perasaanku sekarang.

"Ibu tenang aja, kali ini aku janji sama ibu enggak bawa cowok lagi sebagai pacar, tapi nanti tiba waktunya aku bakal kenalin calon pendamping hidupnya Livia." Janjiku.

   Aku pamit pada ibu untuk istirahat di kamar saja. Dalam angan aku masih tak menyangka, cerita yang aku kira akan menemukan akhirnya namun ternyata aku masih harus melangkah mencari kembali. Rasanya baru kemarin mas Kevin genggam tangan dan menatap mataku sungguh - sungguh lalu mengucapkan kalimat yang dinantikan oleh semua wanita, di iringi lagu I Will Be dari Avril Lavigne sebagai soundtrack yang menambah kesan manisnya waktu itu.

   Ke esokan harinya memintaku untuk mempertemukan dia dengan orang tuaku dengan alasan ingin mengadakan pertemuan antara dua keluarga. Alasan aku bilang, karena kenyataannya hal itu tak pernah terjadi. Semakin hari aku merasakan semakin berat menjalani hubungan dengan mas Kevin, ucapannya menjadi sebuah ungkapan semata. Dia tak pernah ada niat untuk membuktikan satu persatu janjinya. Keseriusan hanya ada di depan mata, namun entah hatinya.

   Dan sekarang aku tahu, hatinya hanya singgah yang sialnya berteduh pada hatiku. Iya singgah yang menyamar dengan mempertegas hubungan yang sebenarnya tak pernah dimulai bahkan diakhiri. Karena selama ini hanya mengalir mengikuti arus darinya.

   Rasa menyesal semakin menyeruak dalam hati, selama setahun lebih aku hanya menghabiskan waktu bersama orang yang berpura-pura menyakinkanku namun pada akhirnya meninggalkan dan hebatnya lagi dia bisa membuatku semakin benci, semoga berakhirnya hubungan ini tak berkaitan dengan foto yang dia upload barusan.

   Rasa menyesal semakin menyeruak dalam hati, selama setahun lebih aku hanya menghabiskan waktu bersama orang yang berpura-pura menyakinkanku namun pada akhirnya meninggalkan dan hebatnya lagi dia bisa membuatku semakin benci, semoga berakhirnya ...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 27, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jadi Kamu OrangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang