NASI GORENG

80 0 0
                                    


Beberapa halaman buku yang saya baca tidak lunas di ilhami sebab kepala dan pantat sedang bersitegang pada garis kebimbangan. Apakah saya harus beranjak meninggalkan kursi yang menjelma tungku api atau memilih untuk menunggu janjimu yang sudah tiga puluh menit kamu ingkari.
pertanyaan basi yang kerap mengunjungi telinga sekarang menjadi kosakata baru yang dicerna kepalaku sebab suara itu muncul bukan dari kawan atau orang asing yang kerap mencari teman ngobrol karena perkara yang sama;menunggu. melainkan dirimu yang kerap melengkung rona senyum tanpa sengaja sewaktu mata menjelang lelap.
suaramu menggetarkan degup melemahkan jantung, bukan karena perasaanku yang menggebu melainkan aku tengah mencapai konflik dari novel yang ku baca dan kau mengacaukannya.
"langit masih bayi" jawabmu ngeles.
"tapi aku yang menua" ketusku.
kamu duduk disampingku sembari mencangking ponselmu lalu diam. kita semacam sepasang kekasih pada pentas drama tanpa naskah di panggung. canggung ini membekukan sebagian isi kepalaku.sejujurnya aku gugup.
"perutku sudah dangdutan"
"aku baru aja duduk nih." Sanggahmu.
benar saja bahkan kamu pun belum selesai mengeja kata sandi ponselmu, Sungguh kurang ajar! Maksudku lancang sekali jika nantinya dua orang asing harus membersamai percakapan yang buta dengan nasi goreng yang mubazir kalau tak dihabiskan. 

**

untuk sebuah alasan, kita memiliki perkara yang sama. Baru saja putus cinta! Bedanya, kamu perempuan yang cantik dan menurutku berbeda dari perempuan kebanyakan. Banyak lelaki yang hendak menjatuhkan hatimu ke keranjang yang bernama 'sebuah-hubungan' namun sepertinya buah itu belum masak atau angin belum terlalu kencang untuk menghempasnya tiba-tiba. Nah, sebenarnya aku juga bagian dari lelaki-lelaki itu, tapi lantaran aku gengsi, begitu menurutku. Sebaiknya biar kamu yang jatuh bukan aku.

pagi memang belum terlalu tinggi untuk sebuah percakapan yang melahirkan tawa kecil nan akrab. Barangkali perlu ajakan yang mengharuskan kita mesti beranjak dari tempat ini. terlebih pantatku sudah cukup lelah kawin dengan kursi tunggu untuk beberapa jam, Atau mungkin juga perutmu telah mengimani pertanyaanku barusan.

kamu nampak kebingungan memilih menu antara nasi goreng atau mie ayam, jika kamu butuh kebikjasanaanku maka saya akan merekomendasikan mie ayam sebab untuk ukuran perempuan sepertimu, mustahil kalau nasi goreng bisa habis kau lahap. sudah bukan rahasia umum lagi kalau perempuan tidak mau terlihat gendut atau berat badannya naik 2kg lantaran menghabiskan nasi goreng satu porsi. saya takut kamu stress berat lalu menyeret saya ke meja hijau dengan tuduhan penipuan sebab meng-iyakan saja pilihanmu barusan.
lucunya, nasi goreng yang kita pesan tidak sebesar gambar di menu, foto memang pandai menipu! Porsinya terlalu sedikit buat tukang makan sepertiku tapi untuk dirimu, itu terlalu banyak! Aku berani taruhan kamu akan menawarkan sebagian nasi gorengmu untukku.
sepanjang makan nasi goreng kamu bercerita bahwa lelaki yang kemarin sempat jadi kekasihmu tega memutuskan hubungan secara sepihak, aku mengangguk memperhatikan, memasang telinga lebih tajam dari biasanya. Kamu bilang, dia sudah memiliki kekasih baru, lebih cantik pula tambahmu sembari memasang air muka sedih. Aku baru tahu kamu lihai memainkan peran ala-ala drama korea.
"aku pikir dia gila" kamu memasang wajah kesal tapi mulutmu masih belum lunas mengunyah. "perempuan sepertiku ini unik?!" dahimu mengernyit, sendok sudah jadi kuas, nasi goreng jadi nampak abstrak. Saya tak habis pikir kalau kamu naik pitam lalu menghunuskan ujung sendok itu tepat ke jantungku! Kali ini, kamu yang bakal masuk penjara.


ceritamu menjadi benang yang kusut gagal digulung, aku meng-iyakan saja keegoisanmu itu. Walau sebenarnya akulah yang punya cerita lebih hebat dari ceritamu itu. alih-alih mengharap nasi gorengmu malah piring itu bersih tanpa sisa. kamu memang tukang makan yang perfeksionis, rakus pula.
sejujurnya, aku benar-benar menaruh hati padamu. entahlah bagaimana perangaimu itu mengembang menjadi sebuah kekaguman, kamu memang tidak bersolek berlebihan seperti perempuan di seberang meja kita, pun kau tidak terlalu pandai untuk menyembunyikan segala peluhmu sampai-sampai kamu harus bercerita gamblang dengan api yang menciap-ciap di bibirmu yang tipis itu. Entah masa lalu, atau harapan-harapanmu tentang keluargamu ataupun pengganti kekasihmu kemarin, aku merasa menjadi spesial untuk itu, menjadi bagian dari orang yang ingin kau dengarkan petuahnya. Tapi aku tak mau tinggi apalagi menggubris perasaan yang mekar minta dipetik sedari kemarin.
"Besok-besok kalau cari laki-laki itu yang bisa masak!"
"lah, apa kamu ini? Ngawur"
"menurutku sih begitu!"
"kamu sakit?" tanyamu menggelitik.
"pokoknya harus bisa masak."
"dimana-mana masak itu urusannya perempuan!"
"heh? Koki pun kebanyakan laki-laki"
"lantas pertanyaanmu itu maksudnya apa?"
"lelaki pendampingmu kelak harus bisa masak, apalagi nasi goreng. Sepertinya ada yang doyan" jawabku nyengir sembari memperhatikan piring nasinya. pandanganmu nanar, tanda tak bersetuju. Tapi aku tidak peduli, lantaran aku pandai memasak nasi goreng tapi kamu belum tahu.
"sok tahu kamu!"
"nasinya mau nambah buk?"
"nasinya kebanyakan garam!"
"nah loh, untuk semacam itu saja kamu paham?! Pecinta nasi goreng yang malu-malu kucing" jawabku tertawa kecil.
"jangan menuduh sembarangan, aku sudah biasa masak"
"masak air"
"sekali lagi kamu nganeh, aku pulang"

diam-diam aku mengantongi kekesalanmu itu ke dalam kepalaku supaya ia tak hanya bernama ingatan melainkan kenangan, selain itu tuturmu bercerita meningkahi mataku untuk terus lekat dengan dirimu, mengajarkan telinga untuk lebih awas mendengar, memaksa kepala untuk mengerti serta mengajarkan bibirku untuk mengatakan 'iya' pada jengkal pertanyaanmu yang agak menjengkelkan itu.
Apalah arti sebuah perjumpaan jika kita mesti berpisah sebagai orang asing yang tunawicara apabila jumpa tanpa sengaja, maka harusnya aku tidak melewatkan kesempatan ini, berdosalah aku kepada perasaanku sendiri apabila mesti bersembunyi.
tapi yang ku tahu kamu masih menaruh hati dengan yang kemarin bukan? Hatiku bergelut berseteru sejadi-jadinya, kita benar-benar asing tak mengenal satu sama lain, bahkan alamat rumahmu aku tak tahu atau bisa jadi nama yang sering ku sebut bukanlah nama asli melainkan nama lainmu. kata orang, perempuan itu pakai perasaan maka ia tak bisa melahirkan cinta pada waktu yang singkat tidak seperti laki-laki yang pakai logika yang sembarang saja mengucupkan cinta pada perempuan yang menurutnya cukup untuk mengisi hati yang mulai karat. Pertanyaannya adalah; ini cuma kekaguman atau benar cinta? O, aku lupa! aku lelaki.

"aku tidak percaya lagi dengan laki-laki!"
"sekarang kamu memutuskan jadi lesbi?"
"otakmu kusut"
"kamu mau jadi laki-laki?"
"kalau bisa"
"heh? sakit jiwa"

Ku terangkan, bahwa aku bukan seperti lelaki kemarin yang masih kau tangisi sampai sekarang, bukan pula lelaki yang sering mengirim janji murahan yang bahkan tak sekalipun mereka tunaikan. Menafikan nasi goreng yang habis kau lahap dengan gila, kamu adalah perempuan yang pantas menyiapkan nasi serta lauk pauknya kalau aku pulang kerja, mengurus anak-anak ketika aku tidak di rumah atau setidaknya membuatkan teh beserta roti kemang kala senja mulai menutup usia, atau yang menggemaskan dan mungkin yang paling kamu inginkan adalah; mendengar ocehanmu lantaran aku menjatuhkan gelas cantik yang kamu dapatkan dari beli deterjen merek mahal lalu kamu diam-diam tertawa kecil sedang aku mengangguk mengalah. Atau aku yang memasak nasi goreng kalau kamu sedang sakit dan yang paling sempurna adalah menjadi makmum untukku selepas adzan selesai berkumandang.

"kamu bukan peramal ya!"
"dulu aku pernah sekolah sulap"
"yang ini saja kamu pandai berbohong"
"menyulapi rumah tangga maksudnya" aku nyengir kuda
"kamu duda?" tatapanmu benar-benar nanar
"sinting!"

Dan yang termaktub dari lelaki sepertiku adalah melindungimu sepenuhnya sebab aku pernah menjadi tokoh dari cerita hebat dari yang kamu ceritakan kepadaku tadi, aku pernah menjadi lelaki yang tak sanggup mewujudkan asa dengan perempuan yang ia cinta, ia tanam sepenuhnya percaya namun bunga-bunga itu layu sebelum tumbuh. Sepenuhnya rindu mesti patah sebelum ranggas. Apalah arti memintal bahagia jika merunut bahagia tidak denganku. Ia memilih membersamai yang baru dan keadaan memintaku menurut.
biar ku tawarkan pilihan, bagaimana sebaiknya kita runtut, tak usah banyak menuntut! takkah hatimu lelah beringsut? Jika inginmu-inginku satu bolehlah kalau perasaanmu ku sambut?
kamu menghela napas.
"Temui ibuku. besok!" jawabmu.
rona bibirku menggeliat bahagia bersamaan air mukamu yang merah jingga tepat di pipimu yang bulat itu.

Indralaya, 14 April 2017

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 26, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

NASI GORENGWhere stories live. Discover now