Prolog

118 6 2
                                    

Aku bingung, sedaritadi aku hanya terus mengelilingi tempat ini. Sebuah bangunan megah layaknya istana. Aku memerhatikan istana yang megah ini dengan hiasan lampu - lampunya yang sangat indah.

Aku terdiam sembari berjalan lalu aku melewati kaca jendela yang besar lalu memerhatikan pantulan kaca itu menampilkan diriku.

Gaun hitam, rambut panjang dan tanpa sepasang sepatu. Aku kembali berjalan dengan kebingungan yang luarbiasa di pikiranku. Saat aku menemukan pintu masuk. Aku segera memasukinya.

Didalam tempat itu sangatlah megah. Aku berdecak kagum tetapi aku merasa tidak asing dengan tempat ini. Aku berjalan lalu menatap pelayan - pelayan yang sepertinya bertugas disini. Tetapi, mereka tidak memerhatikanku sama sekali, lalu aku menaiki tangga.

Aku menengok memerhatikan seseorang gadis dengan gaun warna putihnya, ia menatap hampa pemandangan diluarnya. Bersama dengan seseorang yang menemani dirinya.

Pria itu terus berbicara dengan gadis itu yang dibalas dengan gumam-an dengan senyuman hampa.

Gadis itu membalikkan tubuhnya mengarah ke pria dengan pakaian jas putih dan serba putihnya itu.

Aku terkejut, gadis itu adalah...

Aku.

Ia, tersenyum dengan penuh keterpaksaan.

"Seongwoo, aku ingin pergi ke kamar." Pria yang baru saja aku ketahui bernama Seongwoo hanya mengangguk dan mempersilahkan si gadis ini pergi dari hadapannya.

Aku terus mengikuti gadis ini, lalu dihadapannya munculah seorang pria.

"Ah, Daniel." Pria itu segera memeluk gadis itu dengan erat.

"Kamu, masih belum bisa memilih?"

Aku hanya menggeleng dibalik pelukan pria yang bernama Daniel itu.

Tangan lelaki itu mengusap rambut panjang gadis itu, aku melihat itu dengan tanda tanya.

Memilih? Apa dia dengan pria itu harus di pilih oleh gadis ini?

Dan mengapa mereka tak bisa melihatku? Aku membalikkan tubuhku, dan bertemu dengan tatapan sendu.

Pria dengan pakaian yang berbeda dari dua pria yang aku temui.

Ia mendekat kearahku, ia mengulurkan tangannya kepadaku. Aku ragu menerimanya, namun saat aku memerhatikan kedua matanya. Aku meraihnya juga.

Kenapa aku merasa tenang?

Ia tersenyum dengan penuh kesiratan, aku tahu lelaki dihadapanku ini ada yang ia sembunyikan.

Ia menggenggam tanganku dengan erat, lalu kami berlari meninggalkan istana itu.

Lelaki itu terus membawaku lari sampai kami berada di sebuah jalanan yang sepi dengan beberapa pohon - pohon yang lebat.

Awan yang mendung, dan ia berhenti. Ia membalikkan badannya menghadapku. Lalu, ia tersenyum dengan mata berkaca - kaca. Aku merasa bulir - bulir airmata jatuh membasahi pipiku. Ia mengangkat kedua tanganku lalu mengecupnya.

***

Relya.

Philos --- bae jin youngTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang