Fiuuh
Aku merasakan angin ditiupkan ke telingaku. Aku menggeliat. Menarik selimut ingin melanjutkan tidurku.
Fiuuh.
Kembali tiupan itu mengganggu tidurku. Aku tersenyum. Aku mengenal aroma ini. Aku memutuskan tetap menutup mataku, membiarkan tiupan itu berulang.
Kini bukan hanha tiupan yang mengganggu tidur ku, ku rasakan jemari lentik menyusuri wajahku dan terhenti di hidungku. Ku rasakan jemari itu memencet hidungku dan turun ke bibirku.
Ku rasakan hembusan nafas di sekitar wajahku. Ku buka mataku, menatap dia yang tengah menatap bibirku. Menimbang untuk menyentuhnya atau tidak. Tanpa ia sadari ku lingkarkan tangan di pinggang rampingnya dan mengecup bibirnya sekilas.
Aku terkekeh melihat ekspresi terkejutnya yang sungguh menggemaskan. Ah aku ingin waktu berhenti saat ini juga. Ku tarik gadisku ke dalam pelukanku, ku hirup aromanya kuat seakan ini hal terakhir yang bisa aku lakukan.
"Wake up you sleepy head" Bisiknya di telingaku tanpa berusaha melepaskan diri. Aku terkekeh kembali menyadari ia sama mencandunya denganku. Ah tidak, cintaku untuknya lebih gila dari itu.
"Mana janjimu untuk membuatkan ku sarapan setiap pagi huh?" Gerutunya, bibirnya mencebik, mengerucut membuatku ingin melahapnya. "Kau harus sadar tuan, ini sudah pukul 7 pagi. Tidakkah kau malu dengan matahari?" lanjutnya, namun ia masih memelukku erat membuatku tak mampu menahan senyumku untuk kian lebar.
Ku tangkup kedua pipinya, menatap mata beningnya. Coklat jernih yang membuatku terperangkap di dalamnya. Membuatku jatuh sejatuh-jatuhnya. Ah, lagi-lagi aku terhipnotis dengan pesonanya.
Brak! Pintu kamar terbuka lebar.
"Papaaa!"
Kaki-kaki mungil menapak masuk ke dalam kamarku, ku lirik kaki itu dengan susah payah mencoba untuk naik. Aku terkekeh geli. Malaikat kecil ku. Aku mendudukkan diri untuk meraih tubuh mungil itu ke pangkuanku.
"Selamat pagi jagoan" Senyumnya terkembang, menampilkan deretan gigi putih dengan ompong di bagian depan. Tangan mungilnya menggapai-gapai, menepuk pipiku pelan.
"Molning..." Cengirnya, lalu berpindah ke pangkuan wanita cantik di sampingku.
"Dan tidak sayang papa?" Rajuk ku berpura-pura, memasang wajah sedih menatap jagoan ku di pangkuan ibunya.
Jagoan kecilku menggeleng lucu, bibirnya mengerucut menggemaskan.
"Daniel sayang papaa" Teriaknya sembari melompat kepelukan ku, aku mengacak rambutnya dengan gemas, dan menghadiahi nya kecupan bertubi-tubi. Sungguh, aku menyayangi mereka dengan segenap hatiku, namun aku tak tau mengapa masih terasa duri di dalam hatiku. Bukankah semuanya telah ada disini bersamaku?
Tes.
Tes.
Aku melirik ke lantai, tetesan darah menggenang. Aku mengerjap mencoba memastikan, benar darah. Darah siapa? Hatiku bertanya-tanya.
Mengapa suasana menjadi hening? Ku eratkan pelukan ku. Tubuh jagoanku terasa dingin, kaku. Takut tiba-tiba saja menyergapku.
Pelan-pelan ku arahkan mataku menatap istriku, pandangannya kosong lalu jatuh dengan darah mengalir dari kepalanya. Aku menggelengkan kepala. Tidak.
Kini tatapan ku beralih pada jagoan di pangkuan ku. Dia terpejam, tenang seolah tidur. Namun darah yang mengalir di telapak tanganku, aku menggeleng kian kencang.
Tidak.
Jangan Daniel ku.
Aku mengguncang tubuh jagoanku kencang, mencoba membangunkan dia.
"Sayang, Daniel... Bangun nak... Ini sudah pagi... Hei... " Aku menepuk pelan pipinya yang gembil, Danielku tak mungkin pergi kan? Ia baru saja bilang bahwa ia memyayangiku.
Tidak.
Aku memeluk Danielku erat, hingga sesak rasanya.
Aku ingin mati saja.
***
"Jantung pasien melemah dokter" Suara bising alat pacu jantung, dan mesin-mesin penunjang hidup berpadu dengan kesibukan di ruang ICCU. Dokter dan suster yang berpeluh mencoba segala cara.
Tiiiiit.
Suara panjang nan datar memecah kebisingan malam.
Ah, aku akan benar-benar bertemu dia kan?
