Rania
Pelantikan Muda Praja, Jatinangor, 2 Nopember 2002
Kami, para Capra Angkatan 14 telah melewati berbagai tahap penggodokan jati diri dan masa karantina di Kawah Candradimuka. Termasuk mengikuti Latihan Dasar Mental dan Kedisiplinan bagi Praja---Latsarmendispra, yang dilaksanakan selama dua pekan di Pusat Pendidikan Teritorial TNI Angkatan Darat, Cimahi Jawa Barat.
Selama dua pekan itulah, kami merasakan long march bolak-balik sepanjang sepuluh kilometer setiap harinya dengan banyak berlari. Belum termasuk lari malam seusai apel.
Aku pernah tidur sambil berbaris karena jatah istirahat yang terbatas. Juga pernah mengobok-obok isi kloset jongkok, karena kami harus mempertanggungjawabkan kotornya toilet di kompleks barak tentara. Namun, itulah pembinaan mental yang harus di jalani.
Syukurlah, semuanyatelah berlalu. Saatnya upacara pelantikan menjadi Muda Praja. Inilah momen penting bagi kami.
Kedua orang tuaku duduk pada tenda penonton, yang berada di depan Gedung Nagara Bhakti. Tersenyum haru melihat barisan putih memasuki hamparan rumput Lapangan Parade. Mereka tidak tahu, bahwa setiap atribut PDU---Pakaian Dinas Upacara itu, bernilai mahal bagi kami.
Semalam, setelah pengukuran baju masal yang dilaksanakan pihak pengasuhan, PDU lantas dibagikan. Ada tradisi menarik seputar pembagian seragam ini, seperti halnya pembagian-pembagian barang lain di STPDN. Kami biasa menyebutnya dengan pembaiatan.
"Tidak ada yang gratis di kampus ini, Dik. Meskipun kalian nyaris tak membayar sepeserpun untuk seluruh fasilitas yang tersedia, tapi pengorbanan untuk segala kelengkapan ini lebih bernilai pada penebusan.
Kita sama-sama putra dan putri utusan daerah yang dikirim untuk menuntut ilmu di sini. Juga dibiayai APBD masing-masing.
Namun kami tak ingin membiarkan kalian terlena dengan segala prasarana yang lengkap tersebut. Pembaiatan ini bertujuan agar kalian lebih menghargai serta mensyukuri apa yang telah kalian dapatkan", ujar Nindya Wanita Praja Ni Luh Putu Sekar Arum, Kepala Lingkungan (Kaling) Petak D dan E Irja Bawah malam itu.
Kami, penghuni barak, penasaran. Kejutan apa lagi ini?
"Ya sudah, sekarang dengarkan baik-baik. Pada hitungan ke 10, kalian semua sudah balik ke petak A dengan memakai atasan PDU dan bawahan celana training,1... 2.... 3....", seru Lurah kami, Kak Kamiliya, membubarkan para capra yang berebut keluar dari petak A. Terutama warga petak E, nampak bersemangat sekali berlari mengejar waktu, karena posisi mereka yang terletak di ujung barak.
Beberapa kali kami stealing berganti pakaian. Para pejabat mengingatkan para juniornya untuk berhati-hati, agar tak sampai terjatuh di antara kecepatan langkah itu. Sejumlah kecil calon wanita praja yang terlambat memasuki petak A mendapatkan jatah lebih dengan melakukan 20 kali push up.
Beberapa kali, mungkin empat atau lima, kami berganti pakaian dengan stealing. Setelah setelan konyol PDU dan celana olahraga, sempat juga kami berkostum PDU berdasi dengan bawahan celana hitam. Masih ditambah lagi dengan peci PDU. Lalu balik berebut ruang. Kostum terakhir yang kami pakai adalah setelan training lengkap dengan membawa sebotol pengilap logam. Braso.
"Ada-ada saja", terdengar beberapa capra bersungut-sungut menghadapi permainan seniornya. Aku juga bertanya-tanya, untuk apa braso itu dibawa segala?
Lemas rasanya kami, lima puluh personil Irja Bawah, yang harus melakukan 500 kali push up... Ya, kalian lagi-lagi tidak salah baca.
Lima ratus kali. Push up.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nagara Bhakti
Ficțiune istoricăRania Shafrinanda dan Yasmin Athifa takkan menyangka. Bahwa tak pernah mudah menjalani hidup di Lembah Manglayang. Berbagai tempaan mereka lewati. Menghasilkan kepribadian sekokoh intan. Takkan pernah mudah melalui masa-masa sebagai Wanita Praja STP...