BAGIAN 4

273 53 113
                                    

AWAL MULA

Flashback On

Devian duduk di tepi pagar yang membatasi sekolah dan lapangan sepak bola. Pandangannya tertuju ke lapangan namun pikirannya berkelana entah kemana.

Ia tak memiliki teman, lebih tepatnya tak bisa memiliki teman. Baginya tak ada yang menarik di sekolah selain melamun di tepi pagar seperti saat ini. Semua membosankan, tak ada yang peduli padanya, jadi untuk apa dia peduli?

Bahkan ia tak tertarik sedikitpun untuk mengenal anak baru yang baru saja masuk ke kelasnya hari ini. Jika semua orang saat ini ingin sekali mengenal anak baru itu, Devian tak menginginkannya.

Tidak sama sekali!

"Jangan terlalu lama ngelamunnya, nanti kamu jatuh ke bawah sana kalau melamun terus."

Suara seorang cewek menyentakkan dirinya dari lamunan. Devian menoleh dan mengamati sosok cewek yang berdiri tak jauh darinya.

Dia menyodorkan sekotak susu cokelat pada Devian, Devian pun menerimanya.

"Kamu pucat, lagi sakit? Mau kuantar ke UKS? Atau mau kuantar pulang?," tawarnya.

Devian sekali lagi menatap cewek itu.

"Kamu bahkan nggak tahu namaku," ujar Devian.

"Namamu Devian Anggara kan?," tanyanya.

Devian mengerenyitkan keningnya keheranan. Cewek itu tertawa melihat ekspresi Devian.

"Kamu lucu ya, gitu aja kok kaget? Nah namamu terpampang jelas di seragam, menurutmu aku nggak bisa baca?," jelasnya.

Devian menepuk keningnya lalu ikut tertawa. Ia melakukannya tanpa sadar.

"Boleh kupanggil kamu Vian?," tanya Viona.

"Kenapa?," Devian butuh alasan.

"Karena nggak ada yang panggil kamu begitu. Makanya aku mau jadi satu-satunya orang di dunia ini yang manggil kamu Vian," jawab Viona.

Devian terkekeh. Ia merasa aneh dengan permintaan cewek itu, namun akhirnya tetap menganggukan kepalanya untuk memberi persetujuan.

Keduanya pun berjalan ke arah kelas mereka saat bel berbunyi, pertanda jam istirahat telah selesai.

"Oh..., kamu anak baru itu?," Devian baru 'ngeh'.

"Lah? Daritadi kita ngomong kamu baru nanya! Kirain udah tahu...," Viona memasang tampang mengejek.

Devian tak tahan melihatnya dan segera mengacak rambut cewek itu.

"Namamu...," Devian membaca sejenak tag-name pada seragam cewek itu, "..., Viona Starla?."

"Iya..., pinter!!! Ternyata kamu bisa baca!!!," gurau Viona.

Devian tertawa lagi, kali ini lebih lama karena Viona juga tak berhenti mengganggunya. Beberapa orang di kelas itu mengamati keduanya dengan tatapan heran. Bagaimana bisa Devian bercanda dengan anak baru? Sementara biasanya dia lebih suka menyendiri.

Setelah perkenalan itu, Devian tak pernah ingin lagi berada di rumah lama-lama. Viona selalu menunggunya di dekat Masjid Agung untuk berangkat ke sekolah bersama.

"Vian..., boleh kupinjam buku Sejarahmu? Bukuku ketinggalan," pintanya.

"Boleh," Devian mengambil bukunya dari dalam tas dan menyerahkannya pada Viona.

Viona menerima buku itu dan membukanya. Matanya terbelalak saat melihat sesuatu dalam buku itu. Darah! Ada darah di lembaran buku itu.

"Vian...," tegur Viona dengan lembut.

Cewek itu pun mengelus punggungnya sehingga merasa nyaman. Devian tersenyum.

"Kamu punya masalah? Kamu mau cerita?," tanya Viona.

Devian tersentak dengan pertanyaan yang diajukan oleh Viona. Roti cokelat yang tengah dikunyahnya seolah berubah menjadi duri.

"Aku nggak punya masalah kok, aku baik-baik aja," jawab Devian, berbohong.

Viona menatapnya lekat-lekat.

"Vian, aku tahu kamu bohong. Aku nggak marah karena kebohonganmu, tapi aku marah karena kamu nggak mau berbagi denganku. Aku percaya kamu, kenapa kamu nggak percaya sama aku?," tanya Viona lagi sambil mengusap punggung Devian.

Devian tertunduk menatap ke tanah. Viona terlalu baik, hingga rasanya bukan Viona yang kesakitan saat dibohongi, tapi dirinya sendirilah yang merasa sakit.

"Kendra memukulku kemarin saat kami belajar bersama di kelas tambahan. Hidungku berdarah banyak, lalu dia pergi begitu saja," jawab Devian akhirnya.

"Kendra anak kelas mana? Kenapa dia mukul kamu?," tanya Viona.

"Anak kelas 9a. Dia mukul aku karena Imelda anak kelas 7b lebih suka sama aku daripada sama dia."

Viona mengangguk-anggukan kepalanya.

"Kamu suka nggak sama si Imelda itu?," tanya Viona.

"Nggak. Kalau aku suka sama seseorang pasti aku bilang dulu kok sama kamu," jawab Devian sambil tersenyum.

Viona hanya menepuk-nepuk bahu Devian dengan rasa bersahabat. Keduanya pun mengikuti pelajaran seperti biasanya.

Jam istirahat, Viona menghilang. Devian tak berani mencarinya, ia mengira cewek itu marah padanya karena telah berbohong.

Namun, yang terjadi adalah lain dari yang ia pikirkan. Viona kembali ke kelas dengan menyeret Kendra yang sudah babak belur. Cewek itu menjatuhkan tubuh Kendra di hadapan Devian.

"Minta maaf atau gue bakal bikin lo nyesel seumur hidup karena udah ganggu dia!!!," perintah Viona.

Kendra yang masih terbaring di lantai menatap Devian.

"Ma..., maaafin gue," ujar Kendra terbata-bata.

Viona menendang kaki pria itu lagi dengan keras. Semua mata menatap ke arah mereka.

"Kalau ngomong yang kenceng!!! Rebutan cewek jago lo ya!!! Giliran minta maaf kaya abis diracunin!!! Ngomong yang bener!!!," perintah Viona sekali lagi.

"Maafin gue Dev, gue nggak akan ngulangin lagi perbuatan gue ke elo. Please, maafin gue...," Kendra memohon.

"I..., iya..., gue maafin," jawab Devian.

Viona menarik kerah baju Kendra sekali lagi dengan kasar.

"Ingat baik-baik! Kalau lo berani sentuh dia sekali lagi, maka gue bakalan balas perbuatan lo berkali-kali lipat dari yang lo perbuat ke dia!!! Ingat itu!!! JANGAN SENTUH ADEK GUE!!!," tegas Viona dan disaksikan oleh semua orang.

Devian tersenyum diam-diam. Inilah yang ia inginkan selama ini. Seorang Kakak yang selalu ada untuk membelanya, melindunginya, dan menuntunnya.

Tuhan mengabulkan doanya melalui sosok cewek itu.

Viona Starla!

Flashback Off

* * *

Another SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang