-yang ku mengerti, Park Jimin senang menyobek tanggalan setiap harinya.
•
•
•
•Pagi yang biasa. Kelembapan udara yang biasa. Tidak terlalu panas pun dingin. Park Jimin tidak perlu mengeluh karena lendir yang terus-menerus keluar dari lubang hidungnya. Juga dia tidak harus mencelupkan kepalanya ke dalam wastafel gara-gara udara panas yang terasa lengket.
Jimin terbangun dengan senyuman manis di wajah tirus. Matanya menelusuri seantero kamar. Seperti dirinya berada di dalam kotak asing yang belum pernah ia lihat alih-alih kamar tidurnya sendiri; yang mana dekorasinya tidak pernah berubah dalam kurun waktu satu dekade ini.
Tepat saat iris jelaganya menemukan sesuatu yang menggantung di tembok kamar, senyum yang lebih lebar ia terbitkan.
Jimin selalu bersemangat setiap harinya.
****
Dia selalu bersemangat membawa orang baru ke dalam rumah.
Entah darimana didapatnya seorang perempuan cantik bersurai coklat tua yang kini terbaring sekarat di atas ranjang Park Jimin. Mulutnya ternganga lebar dengan mata membeliak. Napasnya tersengal. Darah mengucur deras dari kedua lengan putih mulusnya.
Sedangkan Park Jimin duduk bersandar di sofa putih gading yang menghadap langsung ke ranjang. Dia tersenyum laiknya anak kecil yang kesenangan menonton serial kartun di televisi. Dua menit berselang, Park Jimin bangkit dan melangkah gontai.
Jarinya yang kecil menelusuri sisi wajah sang perempuan berambut coklat. Ada bercak merah tua menempel di kulitnya--darah si perempuan. Namun laki-laki itu sama sekali tidak merasa terganggu. Alih-alih membersihkannya Park Jimin lebih senang menjilat cairan merah itu. Kedua matanya terpejam sesaat setelah indera pengecapnya terlumuri cairan anyir yang terasa seperti besi yang dilelehkan.
"Akh!"
Mata Jimin terbuka. Dia menempatkan jari telunjuknya pada bibir. Mencondongkan kepalanya untuk berbisik lirih di telinga perempuan. Erangan ketakutan semakin santer terdengar dan Jimin hanya terkekeh-kekeh sembari tangannya meraih sesuatu di balik saku celana.
Sebuah cutter kecil berwarna oranye.
Jimin menilik, "Aku harus menggoresnya di bagian yang mana lagi?"
Perempuan itu memberontak. Ia berusaha bangkit namun cekalan Park Jimin pada lehernya membuat ia tak berkutik. Sensasi perih di kedua lengannya belum hilang dan sekarang Jimin mencekiknya teramat kuat.
Jimin menggumam. Kemudian dengan gerakan yang sangat perlahan. Ia menyibak rok perempuan itu. Mengelus paha putih pualam tersebut sebelum menancapkan mata pisaunya. Menarik garis vertikal yang teramat panjang sehingga mengundang teriakan dari si empunya tubuh.
Jimin tertawa lagi. "Sayang, kamu sangat cantik jika berteriak seperti itu."
Secepat jarum detik bergerak secepat itu juga Park Jimin mengubah ekspresi wajahnya. Ia berjalan sedikit cepat, meraih kepala perempuan sekarat itu, menarik kuat surai-surainya. Sang perempuan yang sudah tak kuasa hanya terdiam menerima perlakuan Jimin. Hanya bibirnya yang mendesis lirih.
"Aku tidak suka caramu memandangku." Tukas Jimin. Ia mengayun-ayunkan mata pisau di depan wajah sebelum bergerak maju, mencungkil kedua bola mata itu.
Menggelindingnya kedua benda bulat itu menjadi alarm berakhirnya permainan Park Jimin. Ia menghela napas. Bangkit mengambil plastik hitam kemudian mengambil kedua benda bulat di samping kakinya.
Jimin melirik mayat perempuan yang masih berbaring di ranjangnya, kedua rongga matanya bolong. Kemudian ia berjalan keluar kamar sebelum menyobek almanak gantung di sisi kanan pintu.
*****
"Jungkook."
"Ya, Hyung?"
"Sedang apa? Kalau tidak sibuk datanglah ke rumahku."
"Aku baru saja selesai dari kelas tambahan. Aku akan kesana sepuluh menit lagi."
"Oke. Cepat sedikit, ya. Aku memasak banyak makanan."
"Apa itu tumis wortel?"
"Tidak, tidak. Ini sup daging kesukaanmu."
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekelebat
RandomSekelebat; gak punya plot. Gak punya konflik. Cuma keisengan saya di sela duedate kerjaan yang menggila. ©KLlangit 2017