6.민들레 (Mindeulle)

47K 7.4K 562
                                    

Okty salah satu korban bully dan juga klienku, sudah kembali bersekolah lagi dan menurut ceritanya, dia tidak diganggu lagi oleh rombongan kakak kelasnya itu, walau sampai hari ini dia belum menerima permintaan maaf secara resmi.

Randa Tapak : Yang penting mereka nggak gangguin kamu lagi. Bilang aku ya, kalau mereka gangguin kamu lagi.

Okty si Kenanga : Iya Kak Randa. Okty mau bilang makasih sekali lagi. Beneran ini Okty nggak perlu kasih bayaran tambahan?

Randa Tapak : Udah, nggak usah, nanti kalau kita ketemu lagi kamu traktir aku makan aja hahaha.

Okty si Kenanga : Mau banget Kak, sayang aku nggak lihat Kakak waktu di rumah sakit.

Randa Tapak : Masih ada lain kesempatan. Ya udah kamu nggak usah diet-diet lagi. Kamu itu semok, bukan gendut.

Okty si Kenanga : Hahahaha, bisa aja Kak. Makasih sekali lagi ya Kak.

Aku tersenyum senang, rasanya lega sekali bisa memberi pelajaran kepada orang-orang seperti kakak kelasnya si Okty ini. Walaupun si Kavi sempat marah karena aku langsung main labrak begitu saja, dia khawatir kalau aku diserang oleh mereka.

Karena hari ini tidak ada jadwal kuliah, aku bisa leha-leha di rumah saja, sambil mendengarkan beberapa curhatan dari klienku.

Aku mengambil Chitato yang aku beli kemarin malam dari atas kulkas dan membawanya ke kamar, sambil dengerin curhat dan ngemil Chitato. Aku menekan nomor telepon salah satu klienku, kali ini panggil saja dia Aster. Saat panggilan itu tersambung, aku mendengar suara tangisan dari ujung sana, aku bingung karena langsung disambut tangisan seperti ini. Biasanya pasti akan ada sapaan dari klienku, ini kenapa aku langsung disambut tangisan begini, tanganku yang baru mau membuka bungkus Chitato, terhenti.

"Halo?" sapaku.

Tangisan itu bukan mereda malah semakin keras. Wah ini bukan mau main-main, kan? Tapi Aster ini kan, udah bayar, apa aku dibayar buat dengerin tangisan dia aja?

"Halo? Mbak?" panggilku lagi.

"Ha... Halo..."

Alhamdulillah, akhirnya ada suaranya juga.

"Halo ini Randa, dengan Mbak... Aster aku panggil begitu nggak papa ya?" tanyaku. Dari pesan yang dikirimkan padanya, dia bilang usianya 25 tahun, satu tahun lebih tua dariku. Dia sempat menanyakan usiaku, katanya dia butuh orang yang dewasa untuk bisa mendengarkan masalahnya ini dan sepertinya dia menganggap aku dewasa saat aku memberitahu umurku.

"Aku diusir keluargaku..." ucapnya.

Aku langsung menahan nafas. Otakku mulai menduga-duga apa yang membuatnya diusir dari keluarganya, di D.O dari kampus seperti aku, kah? Atau masalah berhubungan dengan pacarnya?

"Mbak mau cerita kenapa alasannya?" kataku hati-hati.

"Aku terinfeksi HIV."

Aku lagi-lagi menahan nafas, jantungku langsung berdetak cepat. Pikiranku mulai berspekulasi dan cepat-cepat aku tepis.

"Mbak menjalani pengobatan, kan?" tanyaku. Karena dengan diagnoasa HIV dini dan mendapat pengobatan, penyakit ini tidak akan berubah menjadi AIDS yang merupakan stadium akhir dari infeksi virus ini.

Dia kembali menangis. "Aku yang salah, mungkin ini hukuman buat aku. Aku kerja sebagai PSK..." bisiknya sambil terisak. "Udah jalan tiga tahun, aku memang jarang pakai pengaman, karena kebanyakan tamuku nggak mau kalau pakai pengaman, aku rutin memeriksakan diri, tiga bulan sekali. Selama ini hasilnya selalu negatif dan aku juga ngerasa baik-baik aja. Tapi beberapa bulan terakhir aku sering keputihan, gatel-gatel dan merasa nggak nyaman di bawah sana. Jadi aku coba periksa, dokter minta tes darah dan ternyata kali ini hasilnya positif," terangnya.

Randa TapakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang