Begitu bel pulang sekolah berbunyi, Dirend langsung berlari tunggang langgang bak dikejar setan-setan genit.
"Eh, buset, Dirend kaya orang dikejer maling tuh?" ucap Septian.
"Adanya maling yang dikejar kali, bukan orangnya ogeb!" umpat Delov sambil makan choki-choki kesukaannya. Akhirnya mereka berdua memutuskan pergi ke parkiran duluan.
Di sisi lain, Dirend menunggu seseorang yang sedang membereskan beberapa bukunya. Siapa lagi kalau bukan Licia.
"Bawang putih, pulang yuk," ajak Dirend, "Sama Kak Dirend yang ganteng."
Memang Licia perhatikan Dirend itu lumayan tampan. Dia memiliki rahang yang keras, rambut hitam kecoklatannya ditata ke atas, dan juga iris hitam gelapnya begitu memabukan. Baju atasnya dikeluarkan menambahkan kesan seperti seorang bad boy yang begitu kontras, walaupun dia tidak pernah membuat keributan di sekolah. Walaupun bisa dikatakan juga bahwa Dirend itu sedikit pintar. Sedikit.
"Gak."
"Eh, ketus banget," gumam Dirend, kesal karena cewek disampingnya begitu dingin kepada siapa pun.
Licia hanya mengabaikanya dan berjalan ke gerbang. Tak peduli teriakan dan panggilan dari kakak kelasnya tersebut.
Keributan itu sontak membuat beberapa orang memperhatikan mereka. Pandangan sinis nan iri ditujukan kepada gadis berambut hitam terurai tersebut. Licia sangat tidak suka menjadi pusat perhatian. Dia hanya bisa menunduk, memperhatikan jalan yang dilewatinya. Mata cokelatnya tidak ingin melihat siapa pun.
"Lica."
Samar-samar Licia mendengar namanya dipanggil. Lica merupakan panggilan di keluarganya, khusus.
"Kakak?" dari kejauhan Licia melihat seseorang yang menjemputnya. Jarang-jarang kakaknya itu menjemput dirinya, biasanya papanya lah yang menjemputnya walaupun sering juga menggunakan kendaraan umum. Dia berlari ke arah kakaknya tersebut.
"Pulang!" Licia menganggukan kepalanya. Kakaknya itu sangat dingin. Iya, dingin, tapi hanya di depan orang umum, sedangkan kelakuannya di rumah sangat usil dan cerewet, sangat aneh.
Jika Garlicia itu terkenal ketus, pemalu, dan tertutup. Dirinya juga tidak suka menjadi pusat perhatian dan hal itu membuatnya minder juga sangat rendah hati. Berbeda dengan kakaknya yang lebih suka tebar pesona secara tak langsung.
✿๑✿
"Makasih, kak udah jemput." ucap Licia setelah sampai di rumah.
"Iya adek imut, sang bawang putihku." gemes Gingero sambil mencubit kedua pipi adiknya.
"Apa sih, jahe."
Kakaknya tertawa, begitu sukanya dia mengerjai adiknya. Lucu. Melihat ekspresi cemberut membuat dia gemas sendiri. Dipeluknya erat-erat adiknya, menimbulkan jeritan-jeritan protes.
"Ribut mulu." tegur Felic, mama mereka. Felic sedang menyirami beberapa tanaman di depan rumah mereka. Sebenarnya nama asli mamanya adalah Felicana Varrie. Namun banyak orang memanggil dirinya Felic.
"Siang, ma," sapa mereka bersamaan, kemudian keduanya mencium tangan wanita tersebut.
"Makan siang aja dulu yuk!" ajak Felic.
Keduanya masuk mengikuti mamanya, dan mulai tengelam ke dalam kebahagiaan keluarga kecil mereka.
Di sisi lain, Dirend kesal karena dicuekin kembali oleh Licia, juga teman-teman laknatnya telah pulang lebih dulu, meninggalkan dirinya.
✿๑✿
Dirend bareng aku mau?
Ketauan bgt jomblonya 😅😅😅.Yo, tinggalkan tanda, 'okey?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dirend
Teen Fiction❤ "Tau nggak? Kalau gelembung udara itu dari cahaya dan udara?" tanya Dirend. "Hm? " cewek itu merasa bingung. "Iya, gelembung udara itu dari cahaya matahari dan CO2. Lalu kalau gelembung Cinta dari apa?" dia hanya menggeleng. "Dari cahaya hati d...