Prolog

302 9 1
                                    

Beberapa bulan belakangan ini, hujan tak turun-turun. Tanaman hias serta tanaman obat yang sengaja ditanam sendirian oleh lelaki itu terlihat kering. Meski disirami setiap pagi, nyata nya tanaman itu terlihat sekali berbeda dibandingkan ketika musim hujan berlangsung. Kering, pucat, dan mudah patah. Bahkan beberapa bulan ini sudah ada tiga buah tanaman yang dirawat oleh lelaki itu mati karena kekeringan.

Sedari tadi ada seorang laki-laki yang sedang mengurusi tanaman ini.

Siapa yang tak kenal dengan Atthar Khalif Putra?

Satu komplek tau tentang lelaki muda ini. Baru berusia 20 tahun sudah menekuni pendidikan S-2 di salah satu universitas terkenal di Jakarta. Tampan, pintar, dan mapan. Begitulah sosok Atthar dikenal di segala kalangan. Mulai dari pembantu rumah tangga hingga pejabat negara seperti rukun tetangga, mereka mengenal Atthar dengan ciri khas lelaki baik.

Selain berpendidikan, Atthar juga penyayang makhluk ciptaan Allah. Hal itu terbukti dengan banyaknya tanaman yang ia tanam menghiasi rumahnya. Padat dan wangi dengan dedaunan. Atthar menyukai keindahan, dan dengan bertanam itulah cara Atthar membuat indah lingkungan nya.

"Bukan berarti orang yang kamu ajak ke pelaminan nanti itu pasti jodohmu. Benar kan?"

Atthar yang sedang serius menyirami tanaman hiasnya ini langsung menoleh. Dia menghentikan sejenak aktivitas nya lalu beralih menatap sesosok wanita berpakaian seragam biru muda rapi lengkap dengan hijab berwarna senada. Atthar tebak, pasti wanita ini sejak tadi memerhatikannya menyirami tanaman.

"Assalamualaikum, Rania."tegur Atthar ketika wanita itu langsung mengucapkan kalimat yang ia ingin katakan tanpa bersalam terlebih dahulu.

Rania tertawa kecil. "Sori, aku lupa ucap salam. Aku ulang deh,"balasnya singkat. "Assalamualaikum, Atthar."

"Waalaikumussalam, mau liputan?"

Wanita itu menganggukan kepalanya cepat. Sedetik kemudian, Rania menodongkan pandangan mata Atthar dengan layar ponsel yang tengah dipegang olehnya. Ada beberapa informasi disana, belum sempat membaca Rania langsung menjelaskannya tanpa diminta.

"Ada demo, dan ini bakalan jadi berita pertama aku di depan layar kaca!"ucap Rania girang sendiri.

"Alhamdulillah,"

Rania lagi-lagi terkekeh. "Atthar, kamu belum jawab pertanyaan aku."

Atthar menaruh gayung yang ia pegang. Tangannya ia usap dengan tissue lalu kini raut wajahnya seakan berpikir sejenak. "Pertanyaan yang mana?"

"Yang barusan,"

Atthar diam sebentar. Dia berpikir. Sementara itu Rania di depannya tengah menantikan reaksi Atthar yang mungkin akan kembali mengeluarkan kalimat nasihat seperti biasanya. Jika Rania bertanya hal buruk aneh, Atthar akan langsung memarahinya, meski secara halus. Begitupun sebaliknya.

"Aku tadi nggak engeh mungkin. Bisa kamu ulangi pertanyaannya?"

Rania menarik napasnya singkat. Rania kemudian menggeser layar kunci ponselnya lalu mencari tulisan yang ingin ia tanyakan tadi.

"Bukan berarti orang yang kamu ajak ke pelaminan nanti itu pasti jodohmu. Benar kan?"tanya Rania kembali dengan menekankan setiap kalimatnya.

Atthar berdecak pelan. "Novel apa lagi yang kamu baca?"

"Judul baru, dan aku cuman mau sharing sama kamu. Gimana tanggapannya?"

Atthar menarik napasnya dalam. "Jodoh itu udah ada yang ngatur,"

"Aku tau,"

"Tanggapanku itu doang."

Rania mendengus kesal. Reaksinya tidak seperti yang Rania bayangkan. Biasanya Atthar akan menjelaskan dan menjawab tanggapannya panjang lebar. Bukan singkat seperti ini. Oh, mungkin Rania salah waktu. Dia seharusnya tak bertanya pagi-pagi seperti ini disaat Atthar tengah memusatkan segala perhatiannya pada tanaman yang ia sayangi.

"Aku juga tau kalau gitu,"balas Rania sebal.

Atthar melihat jam tangannya. "Kamu belum ingin berangkat?"

Rania menggeleng. Sedetik kemudian Atthar langsung bertanya. "Kenapa?"

"Kamu mau anterin aku?"

"Kemana?"

Mata Rania kini seolah bersinar. "Daerah Monas,"

Atthar sempat menimbang-nimbang dulu. Masalahnya bukannya dia tak mau mengantar hanya saja ia memiliki janji siang ini dengan salah satu dosen dari kampus dimana ia bekerja. Atthar takut jika ia mengkhianati perjanjian yang sudah ia sepakati.

"Cuman anter doang, abis itu kamu boleh pulang. Soalnya kalo pagi begini, pasti jalanan banyak ditutup dan kamu tau sendiri kan aku ini sama sekali nggak pernah kemana-mana?"pinta Rania lagi yang secara tak langsung menggoyahkan pikiran Atthar.

Atthar mengangguk setuju. Dia mau mengantar teman semasa kecilnya ini demi liputan pertama milik wanita itu. "Aku antar tapi langsung pulang, nggak kenapa-kenapa?"

"Nggak kenapa-kenapa. Bagus dong, kan kamu jadi bisa lihat siaran aku di rumah."

Atthar tersenyum dengan manisnya. "Pakai motor aja ya?"

"Apa aja, Atthar."

Atthar lagi-lagi tertawa. Rania sejak dulu selalu saja tak mau berterus terang yang membuat Atthar harus memikirkan banyak hal agar tau keinginan dari teman masa kecilnya ini secara langsung.

"Kamu kode minta dianterin kan?"tanya Atthar yang sedikit membuat merah pipi Rania.

Rania tersipu malu. Meski begitu, wanita itu tak mau seenaknya saja dibilang kode. "Dalam islam nggak ada tuh kode-kodean."balas Rania singkat dibibirnya, namun dibalik itu semua, Rania membenarkan segala tebakan Atthar atas dirinya.








TBC

Cerita islamiiiiiiiiii hehe
Semoga terus ada inspirasi dan bisa dilanjut dengan lancar tanpa kemageran wkwk

Satu bab dulu buat uji coba, kalau responnya bagus baru bab yang lain aku post.



Dengan Bismillah Aku ingin MengenalmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang