Soegondo, Yamin dan Abu sedang menyesap kopi yang dihidangkan di atas meja. Soegondo membuka percakapan untuk mengusir kebisuan setelah debat pendapat yang cukup membuat emosi mereka terkuras.“Ini sudah tidak bisa kita tahan lagi. Kita harus jadikan besok sebagai hari bersejarah untuk Indonesia!” katanya bersemangat.
Yamin menyambut haru, sambil mengepalkan tangan ke atas ia berseru “Ayo, kita gaungkan sumpah pemuda!” matanya menyala dengan penuh keyakinan.
Abu yang semula tak ingin ikut-ikutan akhirnya ikut berkata, “Esok adalah hari bersejarah, oleh pemuda untuk Indonesia!” Ia mengepalkan tangan sambil berteriak lantang.
Sie Kong Liong dari dalam kemudian berseloroh, “Bila kalian sudah merdeka nanti, tetaplah minum kopi di rumah ini” katanya sambil menepuk pundak Soegondo.
Abu kemudian menimpali Sie Kong Liong, “Tentulah kami akan kembali dan terus kembali, karena Soegondo tak akan pernah berpaling dari Soendari” Abu terkekeh saat melihat raut wajah Soegondo memerah.
Tanpa sadar, Yamin melirik Sundari di hujung ruangan, ia tersenyum pahit pada gadis penyeduh kopi. Sundari menundukkan pandangan, hatinya sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Rumah Sie Kong Liong
Historical FictionBung Yamin sudah menuliskan bunyi sumpah pemuda. Matanya berbinar dan menyala. Gemuruh di dadanya seolah ingin melesat keluar bagai anak panah. Semangat itu sudah begitu membara.