3. Memandang Dari Kejauhan

904 21 2
                                    

Setiap hari aku selalu meluangkan waktu berdiri di depan kelas, untuk melihat kamu yang memang biasanya lewat di depan kelasku. Entah itu pada saat istirahat, pulang sekolah, membasuh tangan di wastafel atau bahkan pada saat dia berjalan menuju kamar mandi. Karena memang kelasku itu tempatnya sangat strategis, dekat dengan kantin, parkiran, wastafel, dan kamar mandi. Sebuah keberuntungan bukan? Sangat beruntung, karena bisa setiap saat memandang dia.

Selalu saja jantungku berdetak tak karuan saat dia berjalan di hadapanku. Padahal dia itu hanya lewat di hadapanku saja. Apalagi jika seandainya dia menyapaku, mungkin aku sudah sesak nafas sedari dulu, hehe. Melihat dia tersenyum atau bercanda ria bersama teman-temannya rasanya aku ikut bahagia. Dan senyumnya itu yang membuatku meleleh, sampai terbayang-bayang ketika sudah berada di rumah.

Pernah suatu ketika muncul keinginan untuk kenal dengan dia, temenan dengan dia, agar bisa bertukar pikiran atau bahkan... jadian(?) Tidak! Aku tidak berharap sejauh itu. Bisa berkenalan dan berbicara dengan dia saja aku sudah cukup bahagia. Tapi aku malu ingin mengajaknya memulai pembicaraan. Karena memang aku sama sekali tak kenal dia. Dulu, dia tidak satu SMP denganku. Jadi tidak ada pembicaraan yang pas untuk bisa berbicara dengan dia.

Aku tak punya keberanian sebesar itu untuk mengajak dia memulai pembicaraan. Lagian dia lewat di hadapanku saja jantungku berdetak tak karuan, apalagi kalau berbicara dengan dia. Mungkin aku hanya bisa diam, seperti orang bego sambil menatap matanya. Itu malah membuatku semakin malu. Lebih baik aku memandangnya dari kejauhan saja.

Sering kali saat aku menatapmu, matamu dan mataku bertemu. Ah, rasanya deg-degan. Tanganku langsung dingin seketika, tubuhku melemas. Dan kau tau(?) Aku juga salah tingkah dibuatnya.

Terkadang aku juga mengikutimu ketika kamu berjalan menuju kamar mandi. Seolah-olah itu sudah aku rencanain, biar bisa melihat dia lebih dekat lagi. Rasanya bahagia sekali bisa berada di belakangmu. Tapi.. aku takut. Takut kalau kamu tahu aku sengaja mengikutimu. Karena kamu terkadang menengok ke belakang. Seolah-olah kamu tahu bahwa aku mengikutimu.

Kadang juga pada saat jam pulang sekolah, aku sengaja cepat-cepat mengemasi bukuku, agar bisa pulang bareng dengan dia. Atau kalau tidak, aku sengaja menunggunya pulang sekolah. Dengan menunggu di depan kelas sambil duduk memandang sekeliling.   Saat kamu sudah berjalan menuju parkiran, aku cepat-cepat mengikutinya dari belakang. Tapi dari jarak yang tidak terlalu dekat, agar tidak ketahuan kalau aku mengikutinya.

Lalu aku mengambil motorku yang memang selalu terparkir rapi di barisan paling depan. Ya karena aku selalu berangkat pagi. Aku sengaja memperlambat memakai helm, agar nantinya bisa pas bareng dengan dia. Saat kamu sudah lewat di hadapanku , aku cepat-cepat menghidupkan motorku. Aku berharap dia lewat jalan pulang yang searah denganku.

Ketika sudah berada di pintu gerbang, dia berbelok ke kanan. Oh yeah, artinya dia pulang lewat jalan yang searah denganku. Hatiku langsung bahagia sekali. Aku sengaja tidak menyalip dia agar bisa menatapnya, dari belakang atau kaca spion. Dewi fortuna sepertinya sedang berpihak kepadaku. Pasalnya, dia naik motornya tidak terlalu cepat, pelan, tidak seperti biasanya yang ngebut. Itu membuatku bisa semakin berlama-lama memandangnya.

Namun sayangnya, waktu terasa berjalan sangat cepat. Perjalanan sudah sampai di pertigaan dekat kelurahan, yang artinya aku dan dia harus berpisah. Dia ke arah selatan, aku ke arah utara. Hmm. Walaupun begitu aku tetap berharap esok akan pulang bareng lagi. Eh ralat, bukan pulang bareng, tapi pulang sambil mengikuti di belakangnya, hehe.

Tidak apa, sekarang aku berada di belakangmu. Tapi suatu saat nanti, semoga kamu berada di sampingku.

Dariku,
Pengagum Rahasiamu❤

Tbc

Rabu, 1 November 2017

Mengagumi Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang