***"Sudah cukup," aku mengangkat tanganku sebagai tanda, pelayan di belakangku hanya mengangguk mengerti dan segera menyesaikan jalinan korset rumit yang melekat di tubuhku dengan telaten.
Kali ini gaun sewarna langit melekat pas di tubuhku. Aku meringis, lagi-lagi harus merasakan pegal akibat posisi badan yang terlalu tegap. Kalau bukan karena kewajiban menjalankan peran dan takut ketahuan, sudah lama aku ingin membuang benda laknat menyakitkan ini. Aku tahu tubuhku memang terlihat tidak seramping saat menggunakan korset, tapi tetap saja benda ini menyiksa.
"Kau tidak ingin mengatakan sesuatu?" Aku melirik pelayan di belakangku lewat cermin, mengamati gadis pelayan yang kini nampak telaten menekuri pekerjaannya untuk merapikan tatanan rambutku.
"Mengatakan apa, My Lady?"
Aku masih mengingat jelas wajah mengesalkannya. Dia pelayan yang sama. Pelayan kurang ajar yang masuk ke dalam kamar mandi saat itu. Aku mendengus, "siapa namamu?"
"Nama saya?" Mata bulat nan polos itu sempat melebar. Gadis itu tampak tercengang sesaat, "Akasia." Imbuhnya cepat, seakan mengerti aku menunggu jawabannya, dia kembali berujar gugup. "Na--nama saya Sia, My Lady."
Apa-apaan ekspresinya itu?
Aku menatapnya aneh, melihat reaksinya cukup membuatku bertanya-tanya, aku sempat berpikir melakukan kesalahan hanya karena menanyakan sebuah nama.
"Akasia?" Aku mengerutkan dahi. "bukankah itu nama tumbuhan?"
"Benar, My Lady." Dia mengangguk sekilas, "pohon akasia." Salah satu pohon beracun di dunia. Aku tidak menyangka ada orang tua yang memberikan nama aneh seperti itu untuk anaknya.
"Hm." Aku hanya mengangguk, mengabaikan nama gadis itu yang sedikit janggal. Dari dulu aku memang tidak terbiasa membungkam, mulutku selalu gatal ingin bicara, mungkin aku bisa mati bosan bila terus-terusan berada di sini tanpa ada siapapun yang kukenal dan bisa diajak bercengkerama. Setidaknya jika ada Akasia, aku tidak perlu berbicara pada tembok.
"Sudah selesai, Yang Mulia." Akasia menghentikan aktifitasnya, gadis itu lantas tersenyum lebar sambil mengucapkan pujian penuh kekaguman dari bibirnya, "anda sangat cantik, Lady Clarissa."
Aku hanya tersenyum kecut, enggan menatap bayangan di cermin yang menampilkan seseorang yang berbeda. "Apa ada yang harus aku lakukan setelah ini?"
"Uhm?" Gadis itu mungkin terkejut, selama Dua hari di sini aku bahkan selalu menolak apapun yang dia sarankan dan lebih memilih mendekam di kamar. Sangat tidak biasa karena kali ini aku mau repot-repot bertanya. "Ah, iya. My Lady, hari ini Putri Alice berencana untuk menemui anda."
Putri Alice? Siapa lagi itu?
"Begitukah?"
"Iya." Akasia segera mengangguk antusias, membuat alisku kian terangkat tinggi.
"Kalau begitu, katakan saja padanya aku sedang sakit dan tidak ingin bertemu siapapun hari ini."
***
Membosankan.
Terjebak di sini tanpa bisa melakukan apapun, mungkin bisa dikatagorikan pengalaman paling mengerikan yang pernah ku alami.
Kastil ini, benar-benar sempurna mengurungku. Aku bahkan tidak bisa berkutik walau sedikit. Pengalaman pertamaku saat mencoba kabur dari sini bisa dikatakan tidak terlalu baik. Sampai saat ini aku bahkan masih takut untuk keluar, terlebih bertemu anggota kerajaan lainnya. Satu-satunya hiburan yang kumiliki hanyalah memandangi langit dan pemandangan luar dari balik jendela, seperti yang kulakukan saat ini. Dan sialnya, kegiatan itu pun harus di kacaukan dengan pekikan nyaring dari arah belakang yang bahkan mampu memekakan telingaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yours
Fantasy"Kau milikku. Hanya milikku. Aku akan selalu melindungimu, dan sebagai gantinya... " Dia memberi jeda. Mata kelamnya menerawang sejanak, sebelum bibir tipis itu kembali menyeringai, "berikan kesetiaanmu padaku." *** Sesuatu telah terjadi. Membelotka...