Prolog

7.1K 234 21
                                    


Langit sudah gelap, jika biasanya langit pada malam hari dihiasi ribuan bintang, lain lagi dengan malam ini langit yang nampak kosong hanya ada kegelapan dihamparan atas sana.

Di jalanan yang terlihat sepi itu---tadi---karena sekarang sudah ramai dan bising karena akan ada balap liar di kawasan itu. Ada dua motor ninja berbeda warna berbaris ditengah-tengah kerumunan penonton di sisi jalan. Sang pembalap liar, sudah sama-sama siap memacu kemampuan masing-masing. Deru kenalpot yang membisingkan terdengar bersahutan tak mau kalah, berpadu dengan sorak-sorak penonton yang langsung menggema tatkala perempuan pembawa kain sudah meleparkan kainnya dan kedua motor sudah memacu laju.

Ketegangan bercampur tantangan meyelinap di kedua joki di arena.
Saling salip-menyalip di jalanan sepi itu dengan mata sama tajam yang terus siaga di kegelapan malam.

Setiap malamnya, balap liar memang sudah sering dilaksanakan di jalanan yang masih disekitaran pusat kota Jakarta itu. Banyak dari cowo-cowok bergabung, yang memang sudah keseharian dengan dunia malam. Apalagi dengan hadiah yang tidak sedikit dan bernilai jutaan itu. Siapa saja bisa tergiur tertantang untuk mengikuti.

Tidak berselang lama, dua lampu sorot motor menyilaukan datang dari arah selatan. Penonton langsung berteriak histeris, terutama cewe-cewe dengan pakaian minimnya. Hingga salah satunya memecah garis finis lebih dulu. Dan itulah pemenangnya.

"Woahhhh" Lagi, sorakan mengambut saat cowok dengan motor hijau itu membuka helm full-facenya

"Malem ini, Mondy lagi pemenangnya"

Mondy, Mondy Alaska Saputra. Cowok 23 tahun dengan tubuh atletisnya. Sudah menduduk sebagai mahasiswa di salah Universitas ternama di Jakarta. Tampan dengan senyumam manis melebihi segala gula. Mampu membuat cewek-cewek lumer terserang diabetes karna senyumnya.

Nakal, susah melekat sejak masih kecil. Dan menjadi saat ia sudah menginjak usia remaja. Balap liar, dugem, player, tawuran, dan sifat buruk yang tetap melekat meski sudah mendapat tentangan keras dari kedua orang tuanya.

****

"Sayang, mama sama papa mau ke Bogor mungkin 3 sampai 4 hari disana. Kamu baik-baik ya, Nayanya juga jagain. Jangan berlaku kasar sama dia"

Mondy masuk kedalam rumahnya dengan membawa sekantong plastik kresek ditangannya. Rumahnya mendadak sepi sejak tadi pagi. Mama dan Papanya yang pergi ke Bogor untuk mengurus keperluan bisnis disana. Bi Siti, Pembantunya yang dari malam tadi sudah meminta izin sakit. Dan jadilah rumah besar yang hanya ditinggali 2 orang didalamnya. Meskipun, tidak sepenuhnya berdua karena masih ada pak Jono si tukang kebunnya yang akan pulang jika malam sudah tiba.

Suara nyaring terdengar dari belakang, membuat Mondy melangkah menuju dapur untuk melihat apa yang terjadi, sekalian mencari seseorang. Begitu sampai disana, benar saja seorang gadis tengah berdiri di dekat kompor. Gadis yang terlihat sibuk dengan kegiatan memasaknya.

Mondy berdiam ditempatnya, memperhatikan bagaimana saat gadis itu memotong sayuran, menambahkan entah itu garam atau gula, dan mengaduk panci dengan telaten.

Gadis yang tidak lain adalah adik sepupunya. Raya Nayara Putri namanya. Nama panggilannya Raya, tapi entah kenapa mamanya memanggil gadis itu Naya. Saat ia pernah bertanya, mamanya bilang jika suka dan sudah terbiasa dengan pangggilan Naya.

"Eh, kak Mondy sudah pulang ya?"

Mondy tersadar, baru menyadari jika Raya sudah berbalik dan kini menatapnya. Lantas ia mengangguk sebagai jawaban. Kemudian meletakan bungkusan yang dibawanya di atas meja makan. Perutnya terasa lapar, Mondy mengambil piring dan sendok di rak kemudian memindahkan bungkusan berisi nasi goreng itu ke dalam piringnya.

"Kak, ini tadi aku udah masakin kakak sup. Mungkin kakak laper" Raya mematikan kompornya. Dan mendekat ke meja makan.

"Nasi goreng, kalau lo mau makan aja" Mondy membuka suaranya, tanpa menatap siapa yang diajaknya bicara "Dan lain kali gak usah masak lagi, percuma gue gak mau" Sambungnya lagi, dan meninggalkan dapur dengan sepiring nasi goreng dibawanya.

Sementara Raya terdiam ditempatnya, sia-sia sudah pengorbanan memasaknya tadi. Senyuman yang tadi sempat mengembang di bibir mungilnya kini memudar. Tujuan ia memasak tadi, untuk mengambil hati kakak sepupunya itu. Ingin mengetahui bagaimana saat makanannya diterima dengan senyuman manis dari kakaknya. Setidaknya, ia tahu sisi hangat dibalik sisi dinginnya.

Sudah satu minggu tinggal di rumah tante dan omnya, membuat Raya hafal bagaimana setiap perlakuan dari Mondy padanya, dingin dan acuh. Kemarin-kemarin masih ada tante dan omnya. Tapi, bagaimana dengan hari ini dan esoknya lagi tanpa kehadiran tante dan omnya? Sementara Mondy seperti itu. Sama saja Raya merasa tinggal dengan robot.

****

TBC

See you..

Confessing loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang