"Iya ma, Raya baik kok disini"
"Tante Lisa, om Harry sama Kak Mondy baik kok sama aku"
"Iya ma, dah"
Raya meletakan ponselnya di meja nakas. Dan mulai membaringkan tubuhnya di kasur. Ia memandang lurus keatas. Mengingat kembali percakapannya dengan sang mama via sambungan telepon belum lama barusan. Saat mamanya menanyakan bagaimana Mondy memperlakukannya dan dijawabnya jika kakak sepupunya itu baik. Tentu saja Raya tidak mungkin mengatakan jika Mondy dingin dan cuek, bisa-bisa nanti menimbulkan masalah. Mungkin lama-kelamaan Mondy bisa bersikap lebih manis suatu saat nanti.
Lama-lama Raya menguap dan matanya terasa berat. Saat baru akan memejamkan matanya, suara ketukan pintu membuatnya terjaga. Raya beringsut turun dari ranjang dan membuka pintunya.
"Kak Mondy.." Raya sedikit terkejut dengan kedatangan Mondy. Mendadak ia susah menelan salivanya begitu mendapati Mondy berdiri di depan pintu kamarnya dengan tatapan mata tajamnya
"Emhh, Ada apa kak?" Tanya Raya pelan.
"Ada yang mau gue omongin" Mondy berkata dingin, nyaris tanpa ekspresi.
Mulut Raya sedikit terbuka, tiba-tiba saja ia menjadi gugup "Emhh, ngomongin apa ya kak?"
"Boleh gue masuk?" Tanya Mondy, alisnya terangkat sebelah.
Beberapa saat Raya diam, Mondy mau masuk kamarnya? Yang benar saja? Dan Raya memutuskan mengangguk meski ragu. Raya memundurkan tubuhnya, memberi jalan supaya Mondy bisa masuk dan ia mengekori Mondy. Mereka duduk di tepi ranjang. Sumpah, Raya mendadak grogi duduk berdekatan dengan Mondy, apalagi didalam kamar. Raya makin sulit mengendalikan dirinya, berusaha agar tidak ketahuan gugup.
Sesaat keadaan disana hening. Keduanya sama-sama diam. Apalagi Raya yang hanya bisa menautkan jemari tangannya dan menggigit bibir bawahnya. Berbeda jauh dengan Mondy yang nampak biasa saja.
"Jadi, Gue kesini mau ngomong sesuatu sama lo. Lebih tepatnya, ini dari nyokap bokap dan gue disuruh kasih tau lo kalau besok lo harus persiapin diri buat mulai sekolah"
"Besok?" Balas Raya sedikit kaget.
"Iya"
Raya memang sudah tahu jika sekolahnya akan kembali berlanjut di Jakarta, bahasa mudahnya Raya akan pindah sekolah. Orang tuanya memang sudah sempat memberitahu tapi ia tidak tahu kapan waktunya.
Dan tiba-tiba Mondy datang ke kamarnya untuk memberitahu kalau besok ia sudah bisa memulai sekolah.
"Iya, makasih kak udah kasih tau aku" Raya tersenyum kecil.
Selanjutnya, hanya hening yang berlangsung. Raya yang tidak nyaman hanya bisa meremas jemarinya. Saat ia melirik Mondy, cowok itu masih terus menatapnya.
Tidak lama kemudian, Mondy beranjak dan melenggang keluar kamar tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Raya berdiri dan menutup pintunya, sambil sedikit melihat Mondy yang sedang berjalan menuju kamarnya hingga punggung tegap itu menghilang.
Kalau di cermati, Raya yakin kakak sepupunya itu tidak sedingin es kutub. Mungkin sifatnya lebih mengarah ke balok es yang belum mencair karena suhu dingin. Entah kenapa gadis itu begitu yakin, esok hari atau lain waktu Mondy bisa mencair. Sifatnya ya.
***
"Kasih gue segelas lagi, Gas!" Seru Mondy pada seorang bartender didepannya.
"Gak Mon. Lo udah mabok, lo udah habis sebotol lebih, dan gue gak mau ngambil resiko untuk itu" Balas sang bartender bernama Bagas itu.
Berbicara dengan orang mabuk sama saja cari gara-gara, apalagi kalau yang tidak sadar hatinya sedang kalut. Nyatanya, Mondy berdiri dan mencengkeram kerah baju yang dikenakan Bagas.
"Lo gak kasih, bakal gue obrak-abrik nih bar, hah!" Mondy berucap keras dan mendorong Bagas kasar kemudian kembali duduk begitu melihat Bagas menyiapkan minuman lagi untuknya.
Mata Mondy sudah memerah, cowok itu mengusap kasar rambutnya dan mengesah frustasi.
***
Raya keluar dari kamarnya begitu bel rumah berbunyi. Di simpangan tangga saat mau turun kebawah, ia melirik jam dinding. Sudah lebih dari jam 11 malam hampir tengah malam. Dan mungkin saja yang datang itu Mondy, karena sepupunya itu belum kembali pulang hingga larut malam.
Raya agak berlari menuju pintu dan saag membukanya ternyata benar dugaannya. Itu Mondy, dan penampilannya terlihat buruk. Rambutnya berantakan, matanya sayu dan merah, badannya limbung jika tidak segara Raya manahannya mungkin Mondy akan jatuh ke lantai.
"Kak Mondy kenapa? Kenapa pulang jadi gini? Gumamnya, lalu dengan segera Raya membawa Mondy masuk dengan susah payah setelah lebih dulu menutup pintu dan menguncinya.
Pada dasarnya tenaga pria memang lebih besar daripada wanita. Seperti Raya yang kesulitan saat memapah Mondy yang setengah sadar menuju keatas ke kamarnya.
Raya menurunkan Mondy diranjang kamar Mondy. Beberapa saat ia terdiam ditempatnya, Mondy sepertinya mabuk. Matanya terpejam dan membuka berulang-ulang, bola matanya tak tentu arah.
Raya menghembuskan nafasnya kemudian berbalik badan berniat kembali ke kamarnya.
Namun, tiba-tiba ada yang menarik tangannya dan membuatnya terjatuh menimpah tubuh Mondy. Matanya membulat sempurna. Jantungnya berpacu cepat.
⚪️⚪️⚪️⚪️
Haiii 😁
I am comeback😅
Ada yg nunggu cerita ini?
Maaf lama🙏
Minta vote & komennya yaSee you..
KAMU SEDANG MEMBACA
Confessing love
FanfictionJudul sebelumnya : Brother Yang skrng ganti judul menjadi : Confessing Love .... Karena kepolosan Raya lah yang membuat Mondy semakin bernafsu dengannya. WARNING !!! : 18++