Raya menghembuskan nafasnya kemudian berbalik badan berniat kembali ke kamarnya. Namun, tiba-tiba ada yang menarik tangannya dan membuatnya terjatuh menimpah tubuh Mondy. Matanya membulat sempurna. Jantungnya berpacu cepat."Jangan pergi" Seru Mondy lirih. Dan tanpa aba-aba, Mondy mencium bibir Raya yang ada diatasnya. Hingga membuat Raya dua kali lipat lebih kaget. Tersadar, ia meronta ingin dilepaskan.
"kak Mondy, lepasin aku! Jangan gini" Pintanya meronta.
Mondy tak mengindahkan ucapan Raya dan malah merubah posisi mereka, jadi ia yang menindihi Raya.
"Lo cantik malam ini" Puji Mondy kemudian mengendus-ngendus leher adiknya itu. Tanpa memperdulikan isak tangis Raya yang sesenggukan dibawahnya.
"Lepasin aku, Mondy!" Raya berteriak tanpa sadar memanggil Mondy dengan namanya saja, tanpa embel-embel kakak seperti biasanya.
Raya kalah, seberapa kuat ia meronta tidak lagi berguna, apadaya, Mondy mencengkeram kedua tangannya diatas kepala. Sedangkan tubuhnya sedang dicumbu dengan lancangnya.
"Estt, ahh" Raya mengutuk mulutnya yang dengan lancangnya mendesah begitu Mondy menghisap puting payudaranya sambil meremas lainnya.
Tuhan, tolong bebasin Raya.
Raya berdoa dalam hatinya. Ia harus lepas dari kukungan kakak kurang ajarnya ini. Sebelum semuanya terlambat. Raya memejamkan matanya, berusaha kuat menolak semua sentuhan ditubuhnya yang sejujurnya memang nikmat. Tapi, nafsu tak boleh menguasainya.
Bhugh
Raya menendang perut Mondy dengan lututnya, hingga membuat Mondy terjungkal mengumpat. Mengambil kesempatan yang ada, Raya langsung beranjak turun dan berlari keluar kamar Mondy tanpa memperdulikan penampilannya yang tak sopan. Itu urusan belakang, lagipula dirumah ini tidak ada siapa2 hanya ada dia dan Mondy saja.
Sampai kamar, Raya langsung mengunci pintunya. Tubuh mungilnya meluruh di ranjang. Raya terisak, sambil membenarkan atasannya yang terbuka melihatkan dadanya. Saat meraba, Raya baru sadar jika branya tertinggal di kamar Mondy.
"Rayaaa, kamu bodoh banget sihh" Ucapnya, menyadari kebodohannya hingga meninggalkan benda penting pelindung aset miliknya dikamar cowok yang hampir memperkosanya.
***
Malam sudah berganti pagi. Masih pagi sekali, pukul 6.15 Raya sudah siap dengan seragam putih abu-abunya. Ia tersenyum menghadap cermin. Sudah waktunya ia kembali belajar dibangku SMA dan mungkin semuanya akan lebih baik setelahnya.Ia mengambil tas ransel di ranjangnya, kemudian duduk untuk memakai sepatunya. Begitu tali sepatu sudah terikat sempurna, Raya berdiri dan meraih gagang pintu kamarnya, hendak membuka, namun tiba-tiba tangannya terhenti ketika ia menyadari kejadian tidak mengenakan telah terjadi semalam. Bagaimana jika nanti saat keluar ia akan bertemu Mondy? Apa yang akan dilakukannya? Memarahi, mencueki atau bersikap biasa seolah tak terjadi apa-apa?
Raya mengigit bibir merahnya dan memejamkan matanya sejenak sebelum ia yakin membuka pintu kamarnya dan melangkah keluar.
Raya menuju meja makan, tentunya untuk sarapan. Ia menarik kursi dan duduk.
"Syukur deh, kak Mondy belum ada, belum bangun kali ya?" Gumam Raya, sambil menatap tangga dan belum ada tanda-tanda seseorang akan turun. Setidaknya, ia bisa merasa lebih lega dan aman.
"Eh non Raya, rajin sekali sudah sarapan" Sapa Bi Siti yang mendekatinya dengan membawakan sepiring roti gandum dan selai coklat.
Raya merespon tersenyum manis "Iya bi, kan sekolah baru jadi harus semangat dong"
Bi Siti balas tersenyum sambil menggeleng kecil, merasa gemas dengan adik sepupu majikan mudanya. Karena sifatnya yang polos dan ramah.
"Yaudah non, bibi balik ke belakang dulu ya, kalau butuh apa apa sok panggil bibi" Kata Bi Siti, dan berlalu setelah Raya mengangguk.
Raya mengambil rotinya dan mengoleskan selai coklat diatas kemudian memakannya.
Ia tesentak saat ada bunyi kursi di seret. Dan matanya membulat begitu tau Mondy sudah duduk di depannya. Sorot mata tajam Mondy seperti menusuknya, cepat-cepat ia melarikan pandangannya ke arah lain. Jantungnya memompa lebih cepat.
Tidak ada yang mengeluarkan suara. Mereka begitu canggung. Apalagi Raya yang sangat gugup. Berbeda dengan Mondy yang biasa saja dan cuek.
"Apa dia tidak ingat kejadian semalam?" Pikir batin Raya.
Selesai dengan suapan terakhir, Raya meminum susu kemudian segera berdiri dan melangkah pergi.
"Emang lo mau berangkat naik apa?"
Sebuah suara berat itu menghentikan langkah Raya. Dan menyadarkannya kalau ia saja belum tau akan pergi bagaimana.
"Yaampun Raya, kamu bodoh banget sih" Gerutu Raya dalam hati.
Suara kursi yang ditarik kembali terdengar, menandakan jika ada yang akan berdiri.
"Gue anterin"
Raya kembali melongo, tapi ia tak berani menatap Mondy. Raya bisa merasakan Mondy sudah berdiri di sampingnya. Detak jantungnya semakin cepat, ia semakin gugup.
"Tapi---"
"Jangan banyak bicara, ikut gue atau hari pertama lo masuk bisa jadi hari terburuk lo" Seru Mondy, suaranya pelan saat mengucapkan kalimat terakhir. Dan berhasil juga, Raya mengikut saja.
Mobil BMW putih itu melaju membelah jalanan ibukota. Raya duduk dengan gelisah disana. Jemari mungilnya saling bertaut seolah ia sedang berada dalam satu ruangan bersama orang asing. Mungkin ini terdengar lebay, tapi bisahkah Raya tenang jika kakaknya itu bahkan mengemudi dengan tampang yang membuatnya tidak nyaman.
Tidak ada percakapan berlangsung diantara keduanya. Hingga sudah sampai di sekolah. Mobil berhenti dengan mulus, Raya melirik Mondy sekilas. Dan suara deheman memecah keheningan yang berlangsung.
"Sesuatu milik lo, tertinggal di kamar gue"
Sepenggal kalimat yang terlontar dari bibir Mondy, sepontan menyadarkan Raya dari lamunanya. Gadis itu menoleh dengan terkejut. Ini adalah hal yang di takutinya.
"Gausah sok kaget, lo sengaja pancing gue kan dengan ninggalin bh lo itu, cih" Mondy nerdecih, dan menyunggingkan senyum mengejeknya
Raya menelan kasar salivanya, mendadak kerongkongannya terasa begitu kering. Ucapan Mondy mencekatnya.
"Gausah emosi dong, santai aja kalau sama gue mah. Lumayan kan, barang lo itu bisa buat koleksi gue, cuma tinggal isinya aja yang belom gue dapetin"
"Hhh.." Raya meremah saat hembusan nafas hangat menerpa lehernya. Dan disusul kecupan basah yang menyentuh leher jenjangnya.
"Kapan-kapan bisa dong, kasih isinya, gue pengen tau rasanya, baby"
Seperti terhipnotis, Raya membeku ditempatnya. Tidak tau harus berbuat apa, ia langsung keluar mobil. Dan berjalan menjauh tanpa menoleh sedikitpun. Dengan segala perasaan yang bergejolak tidak karuan.
Sementara Mondy, menyeringai puas. Menggoda adiknya itu, membuatnya kecanduan, seperti nikotin yang sudah merasuk ketubuhnya dan tak mau dilepasnya barang sebentar.
TBC
Brother, ganti judul ya gaess..
Jadi Confessing Love..Please give me vote and comments 😊
See you..
KAMU SEDANG MEMBACA
Confessing love
FanfictionJudul sebelumnya : Brother Yang skrng ganti judul menjadi : Confessing Love .... Karena kepolosan Raya lah yang membuat Mondy semakin bernafsu dengannya. WARNING !!! : 18++