Chapter 1

539 6 0
                                    

If I were to chose between you and the world

Even if everything is taken away from me, if it’s you, I’m okay

Day or night, I’m thirsty for love

My unseemly promise to forget you makes me cry again, can you hear me?

- Kang Minkyung -

============================

Annyeong haseyo, Sunbae-nim.”

Enam sosok tinggi menghadang jalanku dan Haeri Eonni, menyesaki koridor sempit lantai tiga stasiun TV KBS dengan kehadiran mereka.

Sibuk membicarakan shedule selanjutnya dengan manajer kami, aku tak begitu memerhatikan mereka. Hanya salah satu dari rombongan grup pendatang baru yang berbondong-bondong debut tahun 2012 ini. Entah telah berapa puluh kepala berwarna-warni seperti mereka yang berdesakan memasuki ruang tunggu kami untuk menjalankan tradisi kesopanan junior menyapa senior.

“Real V! V.I.X.X. VIXX imnida! Mohon bimbingannya.”

Paduan enam suara unik dan kompak itu berhasil memaksaku menoleh. Tepat waktu menyaksikan mereka membungkuk sembilan puluh derajat pada kami.

Sebut aku terlampau teliti, atau mungkin lebih tepat dikatakan idiot. Sebab… meski lima tahun telah berlalu, aku tetap mampu mengenali puncak kepala itu dalam waktu singkat.

Bahkan sebelum pemilik rambut hitam pendek di ujung kanan tersebut kembali menegakkan tubuh, sebelum wajah seriusnya terpampang di hadapanku, sebelum mataku bersirobok dengan mata arangnya yang berkilat tajam… Tak pernah ada keraguan di hatiku yang tolol dan koyak ini. Sudah pasti dia. Hanya dia.

Jung Taekwoon.

Lidahku kelu. Sementara Haeri Eonni menyambut hangat sapaan mereka, mulutku terkunci rapat. Tubuhku membeku dengan kedua tangan terjaga di sisi tubuh, meremas rok sifon-ku sekuat tenaga, menjadikannya penyelamat kewarasan; agar tanganku tidak melayang ke arah Taekwoon. Menampar. Meninju. Mencakar. Atau, yang paling kuinginkan… memeluknya.

“Minkyung? Ada apa? Kau sakit?” Pertanyaan khawatir Haeri Eonni lah yang memutus kontak mataku darinya.

“Apa maksudmu? Aku baik-baik saja,” tukasku.

Kerutan di kening wanita yang usianya lima tahun lebih tua dariku itu pun semakin dalam. “Tapi kau menangis…”

[ Tears are words the heart can’t say ]

Rintik hujan pertama di musim semi menetes ke jendela van. Dalam hitungan detik, gerimis kecil pun berubah menjadi hujan deras, mengaburkan pandangan. Walau sebenarnya sejak tadi pandanganku memang telah diburamkan oleh air mata.

Aku tak bermaksud menangis. Sungguh. Semenjak masih duduk di bangku sekolah, nama Kang Minkyung memang telah dikaitkan pada banyak prasangka dan hinaan. Keji, mungkin. Licik, bisa jadi. Angkuh, sudah pasti. Tapi tak pernah seumur hidupku menjadi si Cengeng. Betapa rendah dan memalukan kedengarannya?

Tetapi hanya perlu melihat dia kembali, maka seketika itu pula bendungan air mataku pecah, melimpah ruah. Sama sekali tak terkendali.

“Apa kau berencana menghabiskan tisue di kotak itu?” tegur Haeri Eonni.

We Were In LoveWhere stories live. Discover now