“Kalau begitu aku akan mengambilnya dulu,” pamit Lee Sungjae Sunbae, memecah lamunanku. Aku bahkan tidak tahu apa yang akan ia ambilkan.
“Terima kasih,” ucapku sopan, sedikit merasa bersalah karena mengabaikannya.
Sementara menunggu ia kembali, perhatianku tertuju pada kue tart cokelat raksasa tiga tingkat yang dipamerkan tak jauh dari lantai dansa. Puncak teratasnya berlapis emas yang dapat dimakan, sebagai simbol ulangtahun pernikahan emas pasangan Kwon.
Aku merasa iri. Bukan pada cara pasangan itu merayakan hari jadi mereka dalam kemewahan berlebih ini, melainkan karena mereka bisa mempertahankan hubungan begitu lama. Bahkan hingga sekarang keduanya masih tampak begitu harmonis dan saling mencintai. Beruntung sekali.
“Minkyung Noona?”
Siapa lagi sekarang? Aku menoleh dan mendapati Im Taeho, atlet renang nasional yang baru-baru ini naik daun karena segudang prestasi serta wajah tampannya, tengah menyunggingkan senyum lebar yang memamerkan deretan gigi putih berkilau.
“Annyeong haseyo!” ucapnya penuh semangat. Ia mengulurkan tangan padaku. “Namaku Im Taeho. Aku penggemar berat Davichi, terutama Minkyung Noona!”
“Terima kasih,” sahutku ramah, seraya menjabat singkat tangannya.
“Woah, daebak! Aku tidak percaya bisa bertemu Noona secara langsung.” Pemuda berusia dua puluh tahun bertubuh tinggi besar di hadapanku ini begitu bersemangat, bergerak-gerak gelisah bak cacing kepanasan. “Noona sangat cantik! Lebih cantik dari yang selama ini kulihat di TV! Benar-benar seorang dewi!”
Meskipun telah terbiasa mendengarnya, tetap menyenangkan mendengar pujian semacam itu. “Kau memiliki mata yang bagus,” gurauku.
“Maukah Noona foto bersamaku? Kumohon? Teman-temanku pasti akan iri bila melihatnya.”
“Tentu saja,” sambutku.
Kami baru saja mulai berpose, ketika gangguan lain datang menghampiri. “Orang-orang bisa salah paham bila melihat kepala kalian menempel serapat itu.”
Seolah dipecut cambuk, Taeho sontak melompat menjauhiku. “Aku hanya meminta Minkyung Noonaberfoto denganku sebagai penggemarnya.”
Aku nyaris kasihan mendengar permohonan dalam suara Taeho.
Hanya nyaris. Sebab, dengan tubuh setinggi 187 sentimeter dan segala macam otot di tubuhnya itu, untuk apa dia takut pada buntalan jumawa di hadapan kami ini? Toh dia tak melakukan kesalahan apapun.
Choi Seunghyun praktis dua puluh sentimeter lebih pendek dari Taeho dan berperawakan jauh lebih kurus. Satu-satunya keunggulan aktor itu hanyalah usianya yang tiga tahun lebih tua.
Pria penakut tak akan pernah mendapat hormat dariku.
Dulu Taekwoon bahkan tak gentar menghadapi tiga berandalan bertubuh lebih besar darinya…
“Taekwoon-ah~”
“Umm.” Sibuk mengunyah, ia hanya menanggapi rengekanku seadanya.
Seberapa gila kedengarannya bila mengaku cemburu pada seonggok roti?
Sepulang sekolah tadi Taekwoon menemaniku pergi ke sebuah pusat perbelanjaan di Myeong-dong. Ketika aku sibuk memilih parfum, ia menghilang sejenak, dan kembali dengan membawa sekantung kertas tinggi penuh bongeobbang, yang memang merupakan dagangan andalan di kawasan Myeong-dong.
Sejak itu Taekwoon asyik menikmati roti isi pasta kacang merah berbentuk ikan tersebut, dan tidak memberi perhatian penuh padaku.
Kurebut bongeobbang yang tersisa setengah dari tangannya. “Jawab aku,” paksaku, lalu menggigit gemas roti itu. Melampiaskan kecemburuanku dengan melahapnya hingga habis.