DUA

32 1 0
                                    

Tak berselang lama aku dan kak Dian udah sampek di depan rumah gue. Dua mengantarkan gue pulang dengan selamat tanpa lecet. Meski hati gue udah gak bisa diselamatkan lagi. Mampuskan.
Kak Dian udah pulang setelah gue tawarin buat mampir di rumah. Tapi katanya dia masih ada kerjaan gitu, jadinya dia nggak bisa mampir.

Hari ini gue bener bener capek, gue belum bisa adaptasi sama kegiatan gue di sma yang bener bener padet. Apalagi ekskul gue disekolah ngebuat gue makin capek soalnya fisik gue harus kerja ekstra.

Tapi gue waktu tadi gue liat kak lisa salah satu anggota cewek di paskib. Dia mengingatkan gue sama almarhumah kakak gue.

Iya gue bukan anak pertama, tapi gue anak kedua dari dua bersaudara. Ya, kakak gue udah pergi duluan. Pergi ketempat yang jauh. Dia meninggal karena sakit leukimia. Kakak selalu kesakitan, merasakan sakit yang aku yakin sangat menyiksanya. Sakit selama 2 tahun. Tapi dia selalu merasa biasa saja, bahkan dia bertingkah seakan tidak terjadi apa apa pada tubuhnya. Sangat hebat menurutku.

Flashback On!

Kakak dulu juga seorang paskibra, bahkan dia pernah ikut pelatihan di istana Negara. Namun saat mulai mendekati hari H, kesehatan kakak terus drop. Kakak sering sakit di karantina, tapi kakak gak pernah menunjukkan sakitnya didepan teman temannya. Karena dia gak mau dianggap lemah.

Hingga pada saat kakak melalakukan gladi kotor untuk upacara hari kemerdekaan, saat kakak berda tepat di depan tiang bendera dan saat rekan  rekannya tengah melakukanya. Tepat saat bendera sudah berada diatas kakak jatuh pingsan, dan langsung dilarikan kerumah sakit. Jam 10.30 kakak sudah ditangani dokter joe. Dokter yang memang selalu merawat kakak selama ini. Saat aku dan keluarga tiba kakak masih didalam ruang ICU. Semua anggota keluarga tengah berkumpul di depan ruang ICU. Ibu menangis berharap kakak tidak apa apa, mengingat penyikit yang tengah kakak lawan bukan penyakit biasa. Leukimia. Mendengar nama penyakitnya saja membuat merinding apa lagi harus menyaksikan orang yang kita sayang berjuang melawan penyakit menyeramkan itu sendirian.

Merasakan sakit sendirian. Merasakan pahitnya obat sendirian. Kemoterapi yang menyakitkan. Dan hanya kemungkinan kecil kakak terselamatkan.
Doa hanya itu yang kini aku dan keluarga ku lakukan. Berharap kakak baik baik saja. Berharap kakak masih bisa melakukan tugasnya untuk mengibarkan bendera nanti.
Mamah tak henti menangis, berharap dokter segera keluar dari ICU  dengan membawa kabar bahagia untuk kami semua.  Aku hanya bisa berdoa untuk yang terbaik untuk kakak. Kakak sudah terlama  merasakan sakit itu, aku tak bisa membayangkan bagaimana sakitnya kakak selama ini.

Setelah hampir 1 jam dokter joe didalam ruang ICU akhirnya dia keluar. Dokter melepas maskernya lalu menatap mamah dan anggota secara bergantian. Tatapan dokter tak bisa diartikan.

Mamah langsung menghampiri dokter joe mengharap penjelasan kepada dokter joe. Namun mamah tak mendapat jawaban apa-apa bahkan dokter joe hanya diam tak bisa berkata apa apa bahkan dokter hanya diam menatap mamah. Merasa tak mendapat jawaban apa-apa. mamah pun langsung menerobos masuk kedalam ruang ICU yang diikuti anggota keluarga lainnya.

Aku masuk kedalam ruang ICU paling akhir, aku bisa melihat semua menangis. Mamah, ayah, nenek semua menangis. Aku mengalihkan pandanganku ke kakak yang masih di tempat tidur tapi tidak ada alat alat medis yang menempel di tubuhnya.

Aku berjalan lunglai mendekati ranjang kakak. Kaki ku semakin dekat dengan ranjang kakak ku yang kuat dan tangguh. Saat tepat berada di samping ranjang kakak,aku melihat kakak sedang memejamkan matanya. Sangat tenang bahkan aku tak melihat raut kesakitan disana. Kakak tidur dengan lelap,fikirku. Aku menyentuh tangan kakak ku. Aku menggemnya erat berusaha memberikan kekuatan untuk kakak. Tapi kakak tidak merespon bahkan ia tidak mau membuka matanya untuk melihat adiknya ini. Kakak sangat jahat.

Aku merasakan ada tangan kekar yang menyentuh pundak ku,itu ayahku. "Kakak sudah pergi sayang." kata ayah lembut. Aku langsung menggelengkan kepalaku. Aku berbalik untuk menatap ayah.
"Ayah,kakak cuma tidur. Kakak masih disini. Ayah lihat saja sebentar lagi kakak bangun yah." aku merasakan ada bulir bening jatuh dari mataku tanpa permisi.
Ayah melepaskan tangannya dari pundakku. Ayah menundukkan kepalanya  dalam, sangat dalam. Aku menghampiri mamah yang tengah menangis "mah mamah kenapa menangis?  Kakak baik baik saja mah kakak cuma tidur. Mahh mamah kakak gak akan kemana mana mah" "nek nenek bilang kemamah kalo kakak gak apa apa nek. Kakak cuma kakak cuma tidur...   Nenek selalu percaya sama keajaiban kan nek. Nenek jawab aku kalo kakak pasti bangun lagi nek. " aku kembali ke pembaringan kakak.  Aku meremas tangan kakak kuat kuat.  "Kak kakak...   Kakak bangun kak. Kakak kan harus ngibarin ngibarin bendera di istana kak. Kaya impian kakak sejak dulu kan kak...  Kenapa sekarang kakak tidur kak. Ayo bangun kak aku mohon kak buka mata kakak sekali saja kak aku mohon.... "  kaki ku sudah tak mampu lagi berdiri. Kaki melemas kakak tidak meresponku sama sekali. Kakak benar benar sudah pergi. Mamah mendekatiku aku bisa merasakan mamah memelukku dengan erat. Mamah berusaha menguatkanku. Bahkan aku tau kalau mamah ku sendiri sekarang sangat rapuh. Tangis ku menjadi jadi dan pelukan mamah semakin erat.

Kakak sudah tidak merasakan sakit lagi. Kakak sudah bebas dari penyakit itu sekarang . Kakak sudah tenang. Tapi kakak juga sudah pergi dan tidak akan kembali. Tapi impian kakak belum terkabul, kakak belum sempat mengibarkan bendera di istana Negara.

Flashback off! 

"Sa ,kamu gak papa? " tanya mamah gue tiba tiba.  Yang membuat gue terkejut.

"Gak papa kok mah. "

"Jangan bohong sa"

"Beneran kok mah, aku gak papa"

"Tadi gimana disekolah?  Katanya tadi ada pemilihan ekstrakurikuler ? Kamu milih apa? "

"Emm itu...  Aku kemarin milih esktra ... Ekstra paskib mah. " Jawabku dengan sangat hati hati. Mamah yang mendengar jawaban ku langsung menatapku tidak percaya.

"Kamu ikut paskib?!"

"I.. Iya mah"

"Mamah yakin kamu gak akan lupa apa yang membuat kakak mu meninggal sa.  Anak mamah cuma kamu sekarang. Mamah gak mau kehilangan kamu juga sa." kata mamah sambil berkaca kaca.

Sumpah gue gak tega liat mamah kaya gini. Ini juga menyiksa gue . Tapi mau bagaimana lagi. Gue sudah terlanjur memilihnya. Dan sudah jadi prinsip gue kalau gue gak boleh gonta ganti keputusan karena menurut gue. Itu namanya labil.

"Mah, aku nggakpapa kok aku nggak akan kenapa napa mah ."

"Paskib itu berat sa, jangan pernah maksain diri kamu sa. "

"Mah ini udah keputusan aku mah, udah mamah gak usah khawatir aku bisa kok "

Setelah berdebat dengan mamah akhirnya mamah mengizinkan aku ikut paskib. Meski ini keputusan yang berat untuk mamah.

__________________

Hay semua!! 
Terimakasih sudah baca. Jangan lupa vote ya...
Terimakasih  😘

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 09, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fighters Before DiedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang