Yuria POV
Namaku Yuria Irianto, kalau dikampus dulu teman-teman memanggilku Ela,kalau enggak yuria. Aku anak pertama dan adikku perempuan. Aku sudah lulus dari fakultas kedokteran disebuah fakultas ternama dikotaku. Aku mengambil dua spesialis sekaligus, kalau kalian fikir aku pintar, ya aku memang pintar. Tapi tidak cukup pintar untuk mengambil kuliah kedokteran dengan dua spesialis sekaligus. Pernah hampir meledak kepalaku karena harus mengerjakan begitu banyak tugas dalam waktu yang bersamaan harus selesai, belum lagi saat melakukan koas,penelitian dll yang membuatku sempat mau keluar dari salah satunya. Tapi Alhamdulillah ternyata Allah memberikan kemudahan disetiap langkahku. Banyak orang membantu,dosen pembimbing yang pengertian, dokter tempat koas. Mereka semua membantu melancarkan semuanya, hingga aku lulus.
Sekarang waktunya pengabdian, dan aku dengar kami para dokter baru akan ditempatkan didaerah terpencil didekat kaki gunung. Fasilitas diberikan oleh dinas. Pikiranku waktu itu, ditugaskan digunung pasti akan sangat sulit.
Aku jauh dari orang tua dan melepaskan fasilitas yang orang tuaku berikan? Percayalah ini adalah pertama kalinya untukku. Aku yang terbiasa nyaman dengan segala kemewahan dan gaya hidupku dikota harus melakukan pengabdian di daerah terpencil yang jauh dari segala fasilitas yang bisa aku dapatkan dikota?. Benar-benar sulit dibayangkan.
Katakanlah aku arogan, manja dan egois. Bahkan setelah aku berhijab, mengikuti beberapa kali kajian masih saja sifatku seperti ini. Jangan salahkan jilbabku, salahkan saja akhlakku yang masih bersifat seperti ini. Aku fikir setelah berteman dengan mereka yang bertutur kata lembut,bersikap santun aku akan menjadi seperti itu juga. Tapi nyatanya, masih saja sama sikapku.
Sebenarnya aku mau berubah, memiliki sikap lembut, bertutur kata santun, ramah kepada semua orang. Lagi-lagi itu hanya keinginan, belum ada sesuatu hal yang mampu membuatku bertekat untuk seperti itu. Mungkin karena aku selalu dimanja dari dulu, atau mungkin aku kurang perhatian dari kedua orang tuaku yang sama-sama sibuknya. Bahkan adikku juga memiliki sifat yang sama kerasnya denganku. Jadi rumah akan sangat ramai kalau kami bertengkar. Tapi sekalipun kami sering bertengkar, kami akan saling menyayangi satu sama lain,saling menjaga dan saling membantu. Jarak umur kami yang tidak terlalu jauh juga membuat kita layaknya seorang teman.
Kedua orang tuaku adalah seorang dokter. Jadi jangan kaget kalau aku dan adikku juga memilih pendidikan yang masih dalam satu lingkup dengan Ayah dan bundaku . Ayahku dokter bedah, sedangkan bunda beliau adalah dokter kandungan. Kalau adikku dia masih kuliah semester akhir kedokteran juga, dia memilih untuk menjadi dokter umum. Kenapa aku kuliah kedokteran dengan 2 spesialis sekaligus? Itu karena aku menyukainya. Bukankah dokter anak dan kandungan masih saling bersinggungan?.
"Apa aku harus bawa barang sebanyak ini? Astaga 2 koper besar? Memang aku tidak akan pulang kerumah lagi?".
Sudah ada 2 koper besar didepan tempat tidurku. Aku malah seperti akan pindahan rumah.
"Astaga, kakak nggak akan pulang emang? 2 koper besar? Apasih yang kakak bawa?".
Itu adikku, cerewet sekali. Namanya Naima Irianto.
"Diam kamu, akukan 2 tahun disana dan tidak bisa pulang kecuali lebaran. Jadi wajarlah aku membawa barang barang yang aku butuhkan".
"Kakak, kakak pikir disana tidak ada pasar,swalayan atau toko gitu? Emangnya kakak ditugaskan didaerah pedalaman yang masih tertinggal? Yang aku dengar walaupun dikaki gunung tapi semua fasilitas cukup memadai kakakku sayang."
"Kan hanya berjaga-jaga Ima, kenapa kau yang sewot sih".
"Aku juga hanya bertanya mbak".
"Enak aja mbak-mbak, emang dipikir aku embak2 apa?".
KAMU SEDANG MEMBACA
MR. SekDes (Sekertaris Desa)
Random18+ Bahasa Menyesuaikan. Kisah seorang Sekertaris Desa(SekDes) dan Dokter muda. Tentang persahabatan, Cinta dan Dedikasi mereka terhadap pekerjaan yang mereka emban.