Yang Tersirat

65 6 7
                                    

Jakarta, 07 November 2017 

Bagi seorang pilot atau pun pramugari, berakhirnya jam terbang merupakan suatu anugrah yang tiada tandingnya dibanding apapun. Mereka akan bebas dari pekerjaannya dan dapat melakukan kegiatan dan acara di luar pekerjaan. Dan itulah yang akan dirasakan oleh Devon beberapa saat lagi. Ia memandang gugusan awan-awan di hadapannya yang semakin mendekat kemudian melewatinya. Sejak take off dari bandara Ngurah Rai hampir satu setengah jam yang lalu, senyum lebar tidak pernah luntur dari bibirnya.

Jum'at merupakan hari terakhir ia bergulat dengan ketinggian, hari dimana jam terbangnya berakhir dalam sepekan. Devon akan menghabiskan akhir pekan dengan pergi ke laut dan melakukan diving atau kano. Namun jika dibandingkan dengan pekan-pekan sebelumnya, akhir pekan kali ini akan menjadi  hal terakhir yang tidak ingin ia lewatkan.

Devon menyesuaikan duduknya di kursi kokpit. Satu tangannya menyesuaikan posisi mic dengan menggeser mic kecil yang terpasang langsung bersama headset di kepalanya.  Setelah itu ia mulai berbicara,

"Ladies and gentlemen, this is your captain Devon Bramantyo speaking,"

Suara berat kapten pesawat Boeing 777-300 ER dengan penerbangan Bali menuju Jakarta menggema di dalam kabin pesawat. Suaranya berat dan berkarisma, membuat beberapa penumpang menghentikan kegiatan mereka dan memasang telinga menanti ucapan selanjutnya.

"I have some information about our flight. We've already started our descent procedure into Soekarno-Hatta Airport. And we expect to land in 20 minutes," Devon memberi jeda singkat pada ucapannya dan melirik sekilas angka-angka pada layar kecil di hadapannya.

"If you want to adjust your watch, it is 5.38 PM in Jakarta now. The weather in Jakarta is rainy and the temperature is 23 degrees Celsius. We wish you a pleasant stay in Jakarta and we hope to see you again very soon. On behalf of-" belum sempat mengakhiri, Devon terhenti karena seorang pemuda memotong perkataannya.

"Ladies and gentleman, this is your co-pilot Rudi Hardian Speaking, Co-pilot muda itu berbicara sambil menoleh ke kiri, menampakkan kaptennya yang sedang memandang dengan raut meminta penjelasan, "We have some good news about our greatest captain Devon Bramantyo, i sincerely thank you if you are able to take the time."

"Rudy, apa yang hendak kau katakan? Matikan itu," Devon mengerutkan keningnya sambil berbisik kecil.

Mendengar perintah sang kapten, bukannya menurut, si pemuda malah menggeleng dan memberikan cengiran singkat,"No no captain, let me finish this."

"Finish of what?"

"Sssst..."

Pertanyaan Devon hanya dijawab Rudi dengan suara sst dan jari telunjuk berada di depan bibir.

Rudi melanjutkan ucapannya yang tertunda, "If you don't know, there's a woman who our captain love the most," Rudi melihat kaptennya tersentak di tempat, "She's a beautiful simple woman, children love her and she loves them. And the good news is," Ia memberi jeda sejenak dan melirik wajah Devon yang telah memerah bak kepiting rebus, "captain is going to marry her tomorrow morning! She will be in beautiful white dress and captain will be in a black suit waiting for her. So everybody, please wish a happy wedding to our captain!"

Dan setelah pengumuman dadakan itu disampaikan, suasana di kabin pesawat menjadi riuh. Tepukan tangan dari para penumpang dan awak pesawat mulai terdengar di dalam kabin. Pada akhirnya, captain Boeing 777 yang selalu dipuja kini mengakhiri masa lajangnya. Beberapa di antaranya bahkan ada yang berteriak untuk mengucapkan selamat.

"Congratulation captain, you will be a good husband."

"Semoga pernikahannya lancar."

Di antaranya bahkan ada yang terang-terangan menunjukkan ke-jealousannya walau sambil tetap bertepuk tangan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 01, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Our FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang