Kepadamu, pemilik debar pertama masa sekolah menengah pertama.
Aku hanya ingin mengingatmu, bertegur sapa dengan memoriku tentang kamu. Masih saja aku suka tersenyum ketika kamu lewat begitu saja dipikiranku. Datangnya darimana aku tak tahu, tiba tiba kau selalu muncul.
Mari kita pergi disaat kita belum mengenal satu sama lain. Awal mula kita bersapa. Di hari Jumat Masa Orientasi Sekolah tahun 2009, ya bagiku itu adalah momen pertama dimana aku mulai memperhatikanmu.
Lelaki tinggi, rambut cepak dengan senyum minimalis. Lelaki yang tiba tiba duduk di bangku kosong tepat disamping kiri ku. Dengan sopan, kau perkenalkan dirimu dan mengulurkan tangan kepadaku. "Jangan nangis kalau dimarahi kakak kelas! Ada aku, jangan takut." Itulah kalimat awal sederhana darimu, yang akupun masih ingat jelas suasana dan perasaanku waktu itu.Tubuh tegapmu yang selalu menghalangi terik matahari agar jangan meraihkan sinarnya diwajahku, di setiap upacara hari Senin. "Nanti yang ceramah Pak Imam. Dia ngocehnya lama. Kamu dibelakangku saja, lihat punggungku jangan sampai terpesona tapi. Hehe.”
Tuhan Maha Baik, betapa Dia hadirkan kamu yang jadi awalan pagi paling baik di setiap Seninku. Aku senang memandangimu dari belakang, kadang kau menengok sedikit kearahku dan aku langsung menunduk malu. Ah kamu, yang diam diam kutertawakan dibalik punggung lebarmu.
Duduk bersanding aku bersama denganmu disetiap jam pelajaran, diantaranya ada kamu yang selalu mengirim tulisan tulisan konyolmu pada sobekan kertas dari buku catatan matematika, kau selalu bisa buatku tertawa.
Waktu itu, sempat kita berdua disuruh maju oleh guru BK, kau ingat bukan? Surat kita. Ah itu memalukan sekali bagiku, tapi kamu dengan berani dan jujur mengakui itu suratmu untukku. Dasar bodoh! Betapa aku malu di depan kelas.
Kamu hanya cengar cengir tertawa bangga. “Biar Pak Zen tau aku ke kamu. Biar teman teman juga tau aku ke kamu. Kamu harusnya bangga sama saya.” Kegilaan-kegilaan dalam bertingkahmu, yang selalu kunikmati. Hal-hal bodoh yang seringkali kau lakukan di kelas, kantin, masjid, dan di kelas olahraga. Aku suka semua.
Tapi di penghujung bulan November tahun 2011 itu, kamu memilih berhenti. Berhenti menjadi kamu yang kukenal, mata ceriamu hilang ditelan air mata. Aku masih terlalu muda untuk tau perasaanmu waktu itu. Maafkan aku.
Yang kuingat itu adalah saat-saat terakhir darimu, melepaskan dan sudahi aku. Saat hatiku melirih dan merintih bertanya mengapa kau tak berjuang waktu itu. Dan waktu aku masih merasa bahwa perpisahan terlalu kejam buatku.
"Manusia itu pasti berubah. Kamu jangan". Pesanmu dalam secarik kertas tanda perpisahan darimu, dan selebihnya kita tak saling bersapa. Kamu menjauh, aku ikut menjauh. Kelas menjadi berbeda, tak ada lagi kamu yang ceria dan berbangga di depan kelas.Dan kepada pesan terakhirmu untukku itu, maaf aku tak bisa menepati. Ketika kamu pergi, duniaku juga berubah, pandanganku pada dunia sudah tak lagi sama. Aku yakin kamu juga sudah banyak berubah sekarang. Dulu, kita adalah sama. Sekarang, kita adalah asing. Tak ayal seringku bermimpi kamu datang kepadaku dan ucapkan hal hal manis itu lagi. Mungkin aku cuma rindu. Maafkan atas kelancanganku untuk rindu pada kita yang dulu.
Tapi, ini sudah tahun 2017, sudah lama sekali sejak kamu pergi dari aku. Kepergianmu dariku, aku sudah pahami maksudnya. Aku juga sudah berubah. Dan kemarin terakhir kudengar kabar kau sudah dapatkan mimpimu, menjadi pria gagah dalam balutan seragam cokelat. Kenangan kita aku yakin kamu sudah lupa, aku hanya bagian kecil dalam prosesmu.
Untuk kamu bagian dari masa mudaku, terimakasih sudah buatku tersenyum di penghujung tahun ini. Semoga kamu baik baik saja selalu.
YOU ARE READING
Kamu adalah Bagian Dariku
ContoUntuk kamu yang telah berbangga hati dalam masa masa mudaku. Terimakasih sudah pernah hadir.