Oh, Kau Pacar Ibu ya?

3.2K 5 0
                                    

Suatu pagi. Minggu yang cerah. Aku dan Jean mengunjungi kenalanku yang datang dari Bandung, menginap di hotel berornamen biru di Jalan Sudirman. Aku membimbingnya ke lobby hotel . Setelah lift terbuka, kami bergegas. Tapi di lantai tiga , Jean menyeret tanganku. Aku mencoba bertahan.

Oh, Jean menunduk, dan bisu semua kata-kata di mulutnya.

"Kau sungguh tidak tahu diri, Rick!" maki Jean saat kami berada di tingkat enam, setelah berpisah dengan penumpang lift yang naik di lantai 3, dan turun di lantai 5 .

"Lho, ada apa Jean?"

"Pria tadi ayahku, Rick! Kau tak tahu diri!"

Jean tertunduk lesu . Pantas saja sejak lift berada di lantai 3, ia merengut.

"Kulihat tadi kau juga bermuka masam, dan bergegas menuju lift. Kau buru-buru sekali saat kita berada di lobby,Rick!"

Aku menarik napas sedalam-dalamnya. Mengumpulkan tenagaku yang hampir melayang ke langit.

"Lelaki itu! Lelaki yang kupergoki di lobby hotel adalah ayahku, Jean... Ia menggandeng teman sebayamu!"

"Kau tak berdusta kan, Rick?"

Seketika isak tangis menyeruak dari mulut Jean. Mata lentiknya seperti anak sungai tak terbendung. Barangkali aku telah melukai perasaannya. Aku menyesal. Mungkin juga, Jean tengah menyesali kemalangan hidup yang menimpaku.

Tangis yang rontok dari mulut Jean, dan air matanya yang berurai, perlahan-lahan reda. Sayup-sayup ketenangan menyeruak ke pintu kedamaian.

"Sebenarnya, dalam hati aku bangga kepada ayah, Jean. Tapi, sebenarnya pula, aku tidak suka sisi gelap kelakuannya. Terutama cara ia membalas masa remajanya yang suram."

Jean menyimpan semua kata-kata di mulutnya. Matanya penuh selidik. Mungkin ia lagi memahami perasaan galauku.

***

Ternyata aku telah melupakan teman dari Bandung yang mau kami tengok. Kami tenggelam di kamar hotel ber-booking  9 jam.

Hari makin senja. Matahari condong ke arah barat, yah itulah hukum alam bagi pemburu waktu. Senja berubah warna hitam. Kepalaku berkunang-kunang.

Jean tersentak kaget ketika menyadari keadaanku terlampau banyak menenggak wine yang diantar pria berjanggut tipis dari food and bevarage. Teman yang mau kami tengok telah terbang bersama kealpaan kami.

"Kau harus bertanggungjawab, Rick !" teriak Jean memecah kesenyapan.

"Pastilah, aku bertanggung jawab, Jean. Asal kau mau jadi ibu yang ramah bagi anak-anakku..."

Jean menarik napas sedalam-dalamnya. Matanya terpicing setengah lipatan.

"Kau mestilah jadi ayah yang santun, berbudi elok, bertanggung jawab kasih sayangmu bagi anak-anak kita! Tak sekedar menyukupi kebutuhan pangan atau sandang bagi anak-anak kita. Kuharap kau bukan ayah yang mengguyur anaknya dengan kemewahan namun justru melupakan kemesraan, keakraban, ketulusan, dan napas kehangatan bagi jiwa yang polos."

Anehnya, saat melangkah pulang, di lobby hotel milik seorang konglomerat saat Pak Harto sangat berkuasa, Jean memergoki lagi orang yang ia benci kelakuannya. Seketika Jean shock, ia pun tak sadarkan diri. Ia memang terlalu banyak menenggak dari botol bermoncong lekukan tubuh wanita saat kutuang ke gelasnya. Putih-putih. Jean meluncur bersama sopir mobil warna putih bermotif strip biru ke rumah sakit.

Nah, keesokan harinya, aku menjenguk Jean di rumah sakit. Saat Jean segar dari rasa sakitnya, ia malah memakiku.

"Kenapa kau mendekati wanita di lobby hotel ketika kita pulang, Rick!"

"Sudahlah! Lupakan, sayangku!"

"Aku tak sudi!" teriaknya sengit ."Seolah-olah kau ingin cari kesempatan dalam kesempitan bersama wanita itu! Padahal kau kan tahu, si wanita tiada lain ibuku, Rick!"

"Aku tidak segila itu, Jean!"

Wajah Jean memerah. Ia menyimpan kegugupannya.

"Tidak segila ndasmu! Rick. Setelah kita menikah..., dan setelah bayi di dalam kandunganku lahir, kita harus berpisah! Kita buat kesepakatan ini, tertuang pada nota kesepahaman hubungan antar pribadi. Notaris kepercayaan keluargaku akan mengurusnya. Kita hanya menjalani kawin kontrak ya, Rick! Kapan saatnya kita harus berpisah, siapa yang akan mengasuh benih yang kau tanam, tertuang pada pasal-pasal perjanjian..."

Mataku gelap, dan segelap-gelapnya. Kepalaku sempoyongan. Serasa berkunang-kunang di sekeliling tubuhku. Sempoyongan lagi, dan aku pun ambruk seketika.

Nah, saat siuman, aku tersadar berada di kamar rumah sakit di kawasan Kebon Jeruk, dan halamannya di pinggir jalan tol. Entah siapa yang mengantarku ke sini. Mungkin iblis yang sering melintas di depan halte Semanggi telah mengantarku ke sini. Mungkin wanita yang diakui Jean sebagai ibunya mengantarku ke mari. Tersirat di hatiku, mungkin Jean mulai paham bila aku salah satu pacar ibunya...

Penulis pernah bekerja untuk The Jakarta Post, RCTI, Transtv. Ia pernah bergiat menulis puisi, cerita pendek, novel,opini. Novelnya Rahasia Tondi Ayahku (Satria 2012,321 hal). Kini bergerak di bidang problem solving, creative marketing,dan public relations.                                           

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 07, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kekasih Gelapku dan Pacar IbunyaWhere stories live. Discover now